Connect with us

Feature

Talentschool, Profil Sekolah Merdeka

Published

on

Jayakarta News – Kawasan di sisi selatan Gunung Merapi itu bernama Pakem. Letaknya yang tinggi membuat zona ini terasa sejuk hampir di sepanjang hari. Bila langit cerah, pucuk gunung di sisi utara, hamparan pepohonan dan angkasa di atasnya, menampakkan diri serupa lukisan alam raksasa. Petak-petak sawah dan pepohonan masih mendominasi areal di antara lahan-lahan fungsional lainnya seperti permukiman, kantor, sekolah, pasar, dll.

Di satu bagian wilayah Pakem, berdiri SMP Talentschool. Ini sebuah sekolah inklusif. Pada Selasa 16 Juni 2020, sekolah yang hadir sejak tiga tahun lalu itu mencatat sejarah kelulusan murid angkatan pertamanya. Tiga orang jumlahnya, satu siswa inklusif, dua pelajar reguler: Belinda Azalia Sispravasthi, Upasara Wulung dan Alviresta Christyola. Wisuda kelulusan digelar di Erista Garden, sebuah area sawah di Dusun Demen, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta.

Talentschool sekolah alam. Konsepnya homeschooling. Tak ada seragam khusus, tak ada buku paket.  Pembelajaran dilakukan berdasarkan student centre. Murid adalah subyek, guru fasilitator. Pada acara seremoni kelulusan siswa SMP perdana, semua siswa yang lulus menerima sertifikat. Dua siswa yang akan melanjutkan pendidikan di sekolah lain, masing-masing menerima sebuah pot berisi tanaman jeruk kingkit (triphasia trifolia). Tanaman buah karya siswa sendiri ini diharapkan terus dipelihara di rumah dan menjadi kenangan indah selama mereka belajar di Talentschool.

Keluarga Besar Talenschool. (Foto: Thomas Hartanta)
Thomas Hartanta, kepala sekolah dan pendiri Talentschool. (ist)

Merdeka Belajar

Thomas Hartanta, Kepala Sekolah sekaligus pendiri, ketika memberikan sambutan pelepasan kelulusan siswa SMP Talentschool mengatakan bahwa dunia pendidikan nasional sedang mengalami transisi bahkan revolusi. “Pendidikan yang semula berupa instruksi dari atas, mulai dari Kementerian sampai ke siswa berubah menjadi suatu gerakan dari bawah ke atas, seperti konsep Mas Menteri Nadiem Makarim pada wacana merdeka belajar,” papar Thomas. Siswa siswi Talentschool beruntung, sebab, jauh sebelum konsep merdeka belajar dilontarkan Menteri Pendidikan Nasional, sekolah ini telah menjalankannya sejak awal berdiri. 

“Merdeka belajar yang kami jalankan, murid menentukan sendiri materi yang akan dipelajari,” kata Thomas. Ini penting, sebab setiap siswa memiliki selera masing-masing, berdasar pada bakat dan minatnya. Tak sekedar memilih materi, murid pula yang menentukan metode belajar. Jika harus melakukan presentasi, siswa juga yang menentukan caranya, entah lewat puisi, membuat lagu atau menjelaskan mindmap (kata-kata kunci). Pengamatan lapangan juga dibiasakan dalam proses belajar di Talentschool. Lewat observasi, daya ingin tahu siswa mendapatkan jawaban lebih lengkap dan dalam.

Salah satu bentuk observasi favorit adalah berkebun. Segala hal ihwal tentang proses hidup tumbuhan, mulai dari pembibitan, penanaman, perawatan, pemanenan, pengolahan hasil sampai dengan manfaat tanaman bagi lingkungan dan makhluk hidup, diamati siswa. Murid Talentschool mengerjakan sendiri tahap demi tahap proses bertanam itu dari awal hingga akhir. 

Ketika bahan, metode dan observasi dipilih dan dilakukan sendiri, kemampuan siswa untuk menjadi paham relatif lebih mudah. Sebab, tidak ada keharusan-keharusan yang kaku, instruksional dan membebani, seperti yang terjadi pada pembelajaran dimana guru memberikan materi, murid mendengarkannya, lantas menghafalkannya ketika waktu evaluasi tiba.  

Tak hanya proses menyerap ilmu. Talentschool juga mendorong agar siswa mampu mengkomunikasikan pemikiran, ide, atau apa saja kepada pihak lain. “Siswa diberi kesempatan mengemukakan pendapat setelah pengamatan selesai,” tutur Thomas. 

Melakukan persentasi dan mengemukakan pendapat adalah satu bentuk pembangunan karakter yang penting untuk mempersiapkan masa depan anak. Di sini siswa belajar berbicara secara runtut, argumentatif berdasarkan logika. Kemampuan berkomunikasi seperti ini penting dimiliki setiap anak untuk berproses menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memasuki dunia kerja sampai dengan ketika mereka berdinamika di kehidupan yang lebih luas.    

Wulung, Belinda, dan Ola. Lulusan pertama SMP Talentschool. (Foto: Thomas Hartanta)
Belinda (kiri) dan Bunda Nining (kanan). (ist)

Gembira dan Pede

Merdeka belajar di Talentschool membuat para siswa selalu gembira dalam menjalani step demi step proses pengembangan diri. Ketiganya kompak menyakan bahwa SMP ini membentuk pribadi-pribadi yang ceria dan penuh percaya diri. Belinda Azalia Sispravasthi, Upasara Wulung dan Alviresta Christyola, murid angkatan pertama membagi pengalaman mereka.

Belinda Azalia Sispravasthi lulus dari SD My School yang berkonsep homeschooling. Karena itu, saat memilih SMP, Belinda pun mencari sekolah yang berkonsep sama. “Saya memilih Talentschool karena sekolah ini mirip SD saya dulu,” tutur Belinda, nama panggilannya. 

Belinda siswi istimewa. Ia mantap masuk SMP Talentschool karena belajar di tempat ini tidak sepenuhnya akademis dan proses belajarnya menyenangkan “Banyak praktek dan banyak kegiatan di luar sekolah, para pendamping luar biasa dan teman saya baik-baik,” cerita Belinda. Sementara sang bunda, Nining, menyatakan bahwa meskipun Talentschool sekolah alam dan banyak melakukan prakek, biaya pendidikan di tempat ini tidaklah mahal. 

Selulus dari Talentschool, Nining mengakui bahwa putri keduanya itu menjadi pribadi yang penuh percaya diri. Kemampuannya membaca, menulis dan berhitung kian mantap. “Belinda cekatan memainkan alat musik gamelan, berani tampil di depan orang lain baik dalam presentasi maupun pentas seni,” papar Nining. 

Upasara Wulung

Upasara Wulung juga merasakan bahwa sekolah di Talentschool membuatnya senang. “Bebas, santai, tidak underpressure, di sekolah seperti berada di tengah keluarga, guru tidak galak,” kata Wulung, panggilan akrabnya. Ocke Sekarini, sang bunda, memberikan testimoninya. Wulung nyaman sekolah di Talentschool. Ini tampak dari perilakunya yang selalu bersemangat setiap kali berangkat ke sekolah. “Tidak ada keluhan atau rasa aras-arasen (malas) yang mengarah kepada kondisi tidak nyaman, padahal ada satu murid yang nyebelin dan satu murid yang akrab dengan Wulung pindah ke SMP lain. Tetapi Wulung tetap bisa adaptasi dan enjoy,” papar Ocke, panggilan akrabnya.

Ocke bercerita saat-saat awal Wulung memilih Talentschool. Nilai hasil ujian SD putra sulungnya itu tak sesuai harapan. Akhirnya, daripada bersekolah di SMP swasta ecek-ecek, Wulung memilih homeschooling. Ada dua opsi homeschooling waktu itu, Ansa dan Talentschool. Ansa dicoret, sebab sekolah rumah ini tidak masuk setiap hari, hanya dua atau tiga kali seminggu jadwal sekolah berlangsung. Akhirnya Wulung memilih Talentschool. “Kebetulan di sini ada sosok Pak Thomas yang direkomendasikan oleh seorang kawan saya,” tambahnya. Kebetulan pula, Homeschooling Talentschool berlokasi tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Kegiatan berkebun murid Talentschool. (Foto: Thomas Hartanta)

Ada banyak perkembangan yang dirasakan Wulung selama tiga tahun berdinamika di Talentschool. “Rasa percaya diri meningkat. Saya berani berbicara di depan orang-orang yang belum saya kenal dan melakukan story telling di hadapan banyak orang,” kata Wulung. Ia menambahkan bahwa Talentschool menumbuhkan rasa cinta lingkungan dan memberikan pengalaman istimewa melakukan kegiatan-kegiatan di luar kelas bahkan di luar lingkungan sekolah. Di tempat ini pula Wulung mengasah ketrampilan bermain musik gamelan. Di lingkup akademis, Wulung mendapatkan pengalaman luar biasa. Ia bukan penyuka matematika dan fisika. Namun, sosok Thomas bisa membuatnya memahami dua bidang studi yang sama sekali bukan favoritnya itu, lewat cara-cara yang mnyenangkan.

Ocke merasa lega. Sebab, Wulung lolos tes masuk ke sekolah favorit di kota Jogja, SMA Bopkri 1.  Saat tes wawancara berlangsung, Wulung sangat pede menghadapi dewan penguji dalam sebuah komunikasi berbahasa Inggris. 

Alviresta Christiola

Senada dengan Belinda dan Wulung, Alviresta Christiola juga menyatakan bahwa Talentschool adalah sekolah yang ia impikan. “Sekolah di Talentschool menyenangkan, ada kebebasan dan langsung praktek,” kata Ola, sapaan akrabnya. Sebelumnya, Ola sempat masuk sebuah SMP formal. Namun ia tak betah berproses di sekolah dengan sistem klasikal dan sarat beban tugas. Untunglah, ia menemukan Talentschool yang kebetulan terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Ola bercerita, awalnya ia tak memiliki rasa percaya diri. Setelah berproses di Talentschool  pede-nya tumbuh dan kian menguat. “Karena sering presentasi saya menjadi pribadi yang berani tampil untuk menyampaikan gagasan, ide, atau pemikiran di depan banyak orang,” tutur remaja putri yang ingin melanjutkan sekolah di SMK Negeri 1 Kalasan, Yogyakarta.

Kendala

Thomas Hartanta mengakui, banyak kendala yang ia hadapi selama berdinamika di dunia pendidikan homeschooling yang inklusif. “Di sekolah seperti ini, perbedaan kecerdasan masing-masing anak cukup besar. Kompetensi dasar yang diminta kurikulum sangat bisa terlewatkan,” kata Thomas. 

Untuk mengatasinya Thomas menjalankan strategi khusus. Lulusan ITB yang telah lama malang melintang di dunia pendidikan homeschooling ini menjalankan strategi pengelompokan. Setiap grup beranggotakan anak yang memiliki tingkat kecerdasan hampir sama.  Selain itu, ia dibantu guru pendamping lainnya menemani masing-masing anak belajar secara individual. “Supaya kompetensi dasar yang diminta bisa dipenuhi semua, setiap akhir semester dilakukan evaluasi bersama siswa untuk melihat kompetensi dasar mana yang belum tercapai,” paparnya. 

Ke depan, pencarian bentuk merdeka belajar akan merebak di dunia pendidikan tanah air. Cita-cita Thomas, Talentschool bisa menjadi model sekolah inklusif yang berpusat pada pengembangan minat dan bakat masing-masing anak dari jenjang SD hingga SMA. Untuk itu, pihaknya menjalin rupa-rupa kerjasama dengan berbagai lembaga lain maupun masyarakat luas. (Ernaningtyas)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *