Connect with us

Feature

Merdeka Belajar, Merdekalah Pendidikan di Indonesia

Published

on

Jayakarta News – “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” – Nelson Mandela. Apa yang dikatakan Nelson Mandela, pejuang anti-aparheid, tentu saja benar dan dibuktikannya. Ia menjadi orang pertama di keluarga yang mengenyam pendidikan. Dilaluinya dengan tidak mudah. Ia adalah pejuang melawan politik kulit hitam. Perjuangannya ditulis dalam buku yang berjudul “Walk to Freedom”. Ia berhasil menjadi Presiden pertama kulit hitam di Afrika Selatan, 1994-1999, dan membebaskan dunia kulit hitam dari “penjajahan”.  

Berbicara tentang pendidikan, tokoh pendidikan dari Brasil, Paulo Freire, pernah menggugat sistem pendidikan dalam masyarakat Brasil. Menurut Freire, sebagaimana diungkapkan Masykur H Masyur dalam tulisannya yang berjudul Pendidikana Ala “Paulo Freire” Sebuah Renungan, sistem pendidikan yang ada, sama sekali tidak berpihak kepada rakyat miskin, tapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan bagi penguasa, karenanya sistem yang ada harus dihapus dan digantikan dengan sistem yang lebih memihak kepada kaum miskin. Paulo yang meninggal pada 2 Mei 1997, sebagai sosok yang secara teoritis sekaligus praktis telah menjalankan agenda pendidikan. Telah melakukan perubahan-perubahan hidup masyarakat melaluipendidikan.  “Dia adalah seorang pejuang pendidikan yang telah membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kegelapan. Konsep pendidikannya betul-betul memanusiakan manusia dan memberadabkan manusia,” demikian dijelaskan Masykur Masyur dari IAIN Cirebon DPK FAI Universitas Singaperbangsa Karawang.

Dengan demikian, pendidikan mengembalikan jati diri manusia yang sesungguhnya sebagai manusia yang merdeka, berhak untuk hidup, tidak ditindas, dan tidak diperlakukan secara sewenang-wenang.  Pendidikan merupakan malaikat penjaga kebaikan kehidupan manusia dari kejahatan. “Bagi Paulo, pendidikan harus mampu membebaskan. Membebaskan manusia kaum-kaum tertindas dan kaum-kaum penindas dari sistem pendidikan yang menindas,” papar Masykur Masyur lagi. 

Pendidikan di Indonesia

Berkibarlah sang saka merah putih. (foto: ist)

Di Indonesia, saat ini, ada Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang sedang mengusung program baru dalam dunia pendidikan. Seolah “menggugat” dunia pendidikan yang selama ini berjalan di bumi pertiwi, Nadiem mencanangkan program Merdeka Belajar.

Sistem pendidikan di Indonesia, menurut Nadiem sifatnya sangat administratif. Guru hanya mengajarkan apa yang tertera di silabus dan mengejar silabus hingga tuntas. Hal inilah yang membuatnya mengusung konsep Merdeka Belajar. Konsep ini membebaskan sekolah untuk menciptakan kreatifitas dan inovasi.

Merdeka Belajar esensinya adalah kemerdekaan berpikir. Ini harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya kepada para murid. Menurut Nadiem, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.

Nadiem menjelaskan, dengan konsep merdeka belajar, semua pihak dalam sistem pendidikan akan merasa merdeka. Merdeka dari aturan, baik pemerintah atau lembaga sekolah itu sendiri. Guru merdeka berkreasi dalam kelasnya sendiri, murid merdeka dalam menentukan arah dan level yang cocok untuknya. 

Sistem pengajaran juga berubah dari yang semula hanya di dalam kelas menjadi di luar kelas. Dengan demikian, nuansa pembelajaran akan lebih nyaman. Murid dapat berdiskusi lebih nyaman dengan guru,  belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

Kemerdekaan belajar, menurutnya harus dimulai dari sektor paling bawah, yaitu murid, guru, sekolah dan orang tua. Apabila pergerakan itu tidak dimulai dari bawah, menurut Nadiem program tersebut akan gagal.

Merdeka Belajar di Sekolah Gratis  

Pendidikan, mengubah dunia. Pendidikan, memanusiakan manusia. Namun, untuk mendapatkan pendidikan, tidaklah mudah dan murah. Masih sangat banyak masyarakat yang belum dapat menikmati pendidikan dikarenakan biaya yang mahal.  

Sebagai contoh di wilayah Kampung Cina, Tajurhalang, Bogor. Warga Kampung Cina umumnya mencari nafkah dengan menjadi buruh di peternakan babi, selain juga ada yang berdagang kecil-kecilan. Penghasilan mereka tidak banyak. Bahkan, mirisnya, untuk membayar biaya pendidikan anak-anak pun, sangat sulit.  Ekonomi yang pas-pasan, menjadi faktor tingkat pendidikan di tempat ini, relatif rendah. Banyak orang tua enggan menyekolahkan anaknya di usia dini.  Keadaan ini membuat salah seorang warga terpanggil memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak usia sekolah, sejak dini di wilayahnya.

Siswa-siswi SD di Kampung Cina, Tajurhalang, Bogor. (foto: istimewa)

Dirk Denny Sahetapy, pria setengah baya di tempat itu, kepada Jayakarta News mengungkapkan rasa prihatinnya demi melihat banyaknya bocah di Kampung Cina yang tidak sekolah. Terdorong rasa nasionalisme, keinginan turut memajukan bangsa, dan rasa kebersamaan di wilayahnya, ia mendirikan sekolah gratis dengan nama Sekolah Sinar Kasih. Ia mengawali pendidikan gratis dari tingkat TK di tahun 2010. Kemudian pada 2011, tingkat SD. Pada tahun 2019 SMP dimulai bersamaan tingkat Taman Bermain. Saat ini, jumlah murid boleh dibilang cukup banyak. TB dan TK berjumlah sekitar 50-an murid, SD 40-an dan SMP ada 23 siswa.

Untuk mendapatkan pendidikan yang baik tidaklah murah, sehingga tidak semua bisa mendapatkannya. Sekolah Sinar Kasih hadir untuk berusaha menjawab kebutuhan tersebut dengan menyediakan pendidikan yang baik tapi gratis. Demikian diungkapkan Yohanes Tarigan, Kepala Sekolah SD Sinar Kasih.  Ia mengatakan, di Sekolah Sinar Kasih para guru bukan hanya berusaha memberikan pendidikan yang baik tapi memberikan teladan hidup yang baik. “Dengan harapan suatu hari nanti dari sekolah Sinar Kasih akan muncul mereka yang bukan hanya cerdas tapi juga memiliki hati yang baik dan mau berkorban bagi orang lain sehingga mereka berguna bagi Tuhan, sesamanya manusia, memberikan dampak yang positif bagi dunia ini.”

Cita-cita luhur dari sekolah tidak berbayar ini, harusnya disambut baik oleh  Nadiem dan jajarannya, sebagai pemegang kekuasaan di dunia pendidikan Indonesia. Bahkan harusnya ada perhatian bagi orang-orang seperti Dirk Denny Sahetapy dan Yohanes Tarigan. Merdeka Belajar harus juga memerdekakan sekolah-sekolah gratis seperti Sekolah Sinar Kasih ini bukan hanya dalam program atau sistem pendidikan yang dijalankan, tetapi juga dalam urusan tertentu seperti perijinan dan lainnya.

Konsep Merdeka Belajar Nadiem Makarim ini, terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu. Dengan Konsep Merdeka Belajar, tentu saja diharapkan akan membuat masyarakat bergelora dalam belajar.

Belajar menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Mengenyam pendidikan dengan konsep yang baru akan menjadi budaya yang menyenangkan. Guru tidak lagi mengajar hanya dengan mengejar selesainya silabus. Murid tidak terpaksa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Orang tua akan ikut senang melihat anak-anak belajar tanpa tekanan. Pihak sekolah pun menjalankan kewajiban-kewajiban tidak lagi ditekan dengan aneka biaya. Sekolah gratis pun  tidak akan tertatih-tatih menjalankan pelayanannya di dunia pendidikan dengan memikul beban aturan bahkan biaya yang harus ditanggungnya. Dengan Merdeka Belajar, Merdekalah Pendidikan di Indonesia. (Melva Tobing)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *