Connect with us

Kolom

Meniti Jalan Penyelamatan PPP

Published

on

Logo Partai Persatuan Pembangunan (PPP)/foto: istimewa
Oleh Achmad Fachrudin, Akademisi Universitas PTIQ Jakarta

SEKITAR dua tahun lalu, atau tepatnya pada Minggu, 20 Desember 2020, saya menulis artikel berjudul “Muktamar PPP IX, Momentum Kebangkitan atau Kebangkrutan?” di suatu media online.

Artikel tersebut merespon terpilihnya Pelaksana Tugas (Plt)  Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa (Sumo) secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2021-2026 pada Muktamar IX di Makasar, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/12/2020).

Melalui artikel tersebut saya ingin memberi peringatan (warning), jika momentum muktamar IX tidak dijadikan  awal kebangkitan PPP, maka partai hasil fusi partai Islam pada 1973 akan babak belur dan gulung tikar di Pemilu Serentak 2024.

Ternyata apa yang saya ramalkan dan kuatirkan tersebut menjadi kenyataan. Pada Pileg 2024, PPP hanya beroleh 5.878.777 suara atau 3,873%. Hingga membuatnya tidak memenuhi parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen dari total suara Pileg. Serta harus tersingkir dari Senayan (DPR).

Berbagai Penyebab

Banyak faktor penyebab kegagalan PPP di Pemilu Serentak 2024, khususnya di Pileg 2024. Pada pokoknya karena Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Mardiono yang kemudian diangkat  sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP menggantikan Suharso Monoarfa  pada melalui Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang dihadiri Ketua dan Sekretaris dari 27 DPW PPP se-Indonesia pada 2022  terbukti tidak sepenuhnya mempunyai modalitas kualitas personal dari sisi kepemimpinan atau intelejensi (kecerdasan) untuk dapat menyelamatkan PPP dari ‘tepi jurang’ degradasi pada Pileg 2024.

Rangkap jabatan Plt Ketum PPP Mardiono dengan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sebenarnya bukan alasan utama kegagalan PPP.  Sebab, sejumlah Menteri lain juga banyak rangkap jabatan namun partai yang dipimpinnya tetap solid dan eksis di Pemilu 2024.  Seperti Partai Golkar, Partai Gerindra  atau Partai Amanat Nasional (PAN).

Bahkan Partai Golkar pada Pileg 2024 memperoleh 23,2 juta suara sah atau 15,29%, dan berhak atas 102 kursi parlemen. Tetapi rangkap Mardiono tidak menjadi instrumenm kekuatan kepemimpinan melainkan sebaliknya justeru menjadi kelemahan.

Sementara Salahuddin Sandiaga Uno yang nota bene Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) dan kemudian ditunjuk menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP hampir tidak jauh beda dengan Margiono. Sandi terlihat lebih fokus, profesional, energik, kreatif dan inovatif menjadi Menparekraf. Tetapi sebagai Ketua Bappilu, tidak terlihat kreativitas dan inovasi untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas PPP.

Muncul isu,  kurangnya antusias Sandi menakodai Bappilu ada kaitannya dengan gagalnya mantan Wakil Gubernur DKI tersebut menjadi Calon Presiden di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Lepas dari spekulasi tersebut, yang jelas akhirnya rapat pengurus harian PPP pada Jum’at 22 Maret 2024,  Sandi resmi dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Bappilu PPP.  

Pencopotan Sandi dari jabatannya sebagai Ketua Bappilu merupakan hal yang lumrah. Bahkan hal tersebut harus dianggap bagian dari penerapan reward and punishment system—yang semestinya bisa juga diterapkan kepada elit kepengurusan PPP lainnya.

Kelemahan Lainnya

Berbagai program yang pastinya sudah dirancang oleh PPP baik yang umum maupun khusus untuk memenangkan PPP di Pemilu Serentak 2024, tidak banyak yang berjalan efektif dan maksimal.

Seperti: konsolidasi wawasan dan struktural, kaderisasi kepemimpinan dan keanggotaan dari pusat dan daerah, mengembalikan simpul-simpul PPP dari kalangan senioren serta konstituen baru (kalangan milenial), mengembalikan citra (rebranding) PPP sebagai rumah besar umat Islam Indonesia, meningkatkan popularitas dan elektabilitas PPP dan sebagainya. Hingga berujung suara PPP jeblog di Pileg 2024.

Faktor lain kegagalan PPP di Pemilu Serentak 2024, karena keputusan afiliasi politik PPP ke kubu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden No. Urut 03. Masalahnya bukan karena ketidakakuratan pilihan koalisi karena dalam politik pasti ada unsur perjudian (gambling) yang bisa benar/menang dan bisa salah/kalah. Pastinya, pilihan politik  PPP di Pilpres tidak menimbulkan  efek ekor jas (coattail effect) bagi perolehan kursi/suara di Pileg 2024.

Sebagai perbandingan, PKB dan PKS yang ‘jagoannya’ di Pilpres 2024 juga kalah, tetapi suara dan kursinya di Pileg 2024 tetap eksis. Salah satu penyebabnya karena kepemimpinan dan kepengurusan elit PKB dan PKS tetap berjalan efektif dan solid hingga ke tingkat daerah/wilayah dan ranting, serta ciamik dalam memainkan isu politik untuk peningkatan elektoralnya.  Sedangkan di PPP, dua aspek penting tersebut tidak sepenuhnya diketemukan dan diwujudkan secara empirik.  

Saat Pileg 2024 dari pusat hingga wilayah, mesin partai, terutama struktur partai banyak mengalami disfungsional. Ada kecendrungan   calon-calon legislatif (Caleg) dari PPP dibiarkan  bertarung sendirian untuk memenangkan konstestasi tanpa arahan dan strategi yang jelas dan efektif dari pimpinan partai pada semua tingkatan.

Belum lagi persoalan pendanaan partai untuk kepentingan berjalannya strategi kampanye dan pemenangan partai di Pileg 2024, yang diduga juga menjadi salah satu menyebab anjloknya perolahan suara dan kursi PPP di Pileg 2024.

Duduk Bersama

Pasak keterpurukan di Pileg 2024, saat ini muncul respon berbagai kelompok dalam tubuh internal PPP. Pertama, kelompok status quo dengan menganggap kepemimpinan lama (Mardiono cs) masih tetap solid dan dapat dipertahankan dengan dalih kegagalan PPP pada Pileg 2024 bukan semata karena faktor personal Mardiono melainkan karena kegagalan kolektif.

Apapun pilihan mekanisme penyelamatan yang dipilih, apakah muktamar luar biasa (MLB) atau muktamar biasa (MB), kalangan ini bersikeras menganggap tidak perlu ada pergantian tampuk kekuasaan pada tubuh PPP. Setidaknya dalam waktu dekat ini hingga Pilkada Serentak 2024 berakhir.

Kedua, kelompok sebut saja dengan istilah reformasi  atau perubahan, beropini kepemimpinan lama (Mardiono) dianggap gagal total dalam mengemban tugasnya pada Pileg 2024. Faktor utamanya adalah karena sosok Plt Ketum PPP yang tidak tidak kompeten dalam menakodai PPP. 

Karenanya kalangan ini mendesak dilakukan penyelamatan partai melalui digelarnya MLB atau MB secara cepat sebelum Pilkada Serentak 2024, dengan agenda utama mengganti kepemimpinan Mardiono dengan tokoh atau figur lain. Kalangan ini berharap sebaiknya perombakan kepemimpinan dilakukan jelang Pilkada Serentak 2024 dengan harapan agar PPP tidak kembali beroleh hasil jeblog. Kalaupun harus ditunda, paling lambat tahun 2025.

Ketiga, kelompok yang tidak masuk dalam kelompok Pertama dan Kedua, melainkan kelompok ketiga. Kelompok ketiga ini pendekatannya tidak struktural melainkan lebih pada pendekatan non struktural, kultural atau nilai-nilai.

Bagi kelompok ini, pendekatan apapun yang dilakukan oleh PPP, apakah melalui jalur MLB, MB atau di luar itu, yang terpenting PPP harus segera diselamatkan dari kehancuran yang lebih total di masa depan. Minimal pada Pilkada Serentak 2024 PPP beroleh hasil maksimal dengan banyaknya calon  Kepala atau Wakil Kepala Daerah yang diusung oleh PPP terpilih. 

Bersamaan dengan itu, karena problem yang dialami PPP saat ini demikian kompleks, muncul kelompok-kelompok apatis, skeptis dan permisif dalam tubuh PPP. Bahkan sudah berancang-ancang untuk eksodus dari PPP. Selain sangat mungkin pula ada kalangan kader PPP yang sudah lompat pagar ingin kembali ke PPP  paska mengetahui partai yang pernah dinaunginya babak belur di Pileg 2024. Ini juga harus menjadi salah satu agenda kepemimpinan partai untuk penyelamatan PPP ke depan.

Di atas itu semua,  kegagalan PPP di  2024, merupakan hal masuk akal jika dianggap sebagai tamparan keras, pil pahit dan sekaligus masalah yang harus dikritisi, dievaluasi dan dicarikan jalan keluarnya. Justeru akan dianggap sebagai  aneh dan tidak masuk akal manakala dianggap biasa-biasa saja atau tidak ada masalah.

Terpenting dalam menyuarakan aspirasi, opini atau bahkan kepentingan dilakukan secara argumentatif, objektif, dan proporsional. Singkat kata semua unsur elit PPP segera duduk bersama untuk mencari jalan penyelamatan terbaik bagi partai bertanda gambar Ka’bah ini.***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *