Connect with us

Profil

Perintah Meliput Pembunuhan Rajiv Gandhi dari Herman Galut

Published

on

Herman Hakim Galut ditemani putri semata wayang, Heny. (foto: Ist)

Oleh Diana Runtu

Membaca tulisan obituari teman-teman tentang Herman Hakim Galut, mendadak membuka memori saaya ketika bekerja di media yang sama: Harian Jayakarta. Sebagai senior, Herman Hakim Galut sudah menduduki pos Redaktur Internasional ketika saya bergabung, awal tahun 90-an.

Di Jayakarta, sebelum menduduki posisi redaktur, saya sudah bertugas di berbagai bidang liputan, antara lain liputan metropolitan (kota), olahraga, dan liputan khusus. Artinya, saya tidak pernah bertugas di desk Internasional. Karenanya, secara pembidangan tugas, saya nyaris tidak pernah bersinggungan dengan Herman Hakim Galut.

Tiba suatu ketika, saya mendapat penugasan meliput tenis Piala Davis (Davis Cup) Asia/Oceania di India April 1991. Melawan India di babak perempat final, Indonesia dibantai India 4-1, dan gagal melaju ke semifinal. Suasana tim murung.

Nasib murung juga menimpa saya, karena kesalahan teknis mengakibatkan saya tertahan di India, sementara tim dan ofisial sudah kembali ke Tanah Air. Mau-tidak-mau, saya harus ke KBRI New Delhi. Jarak Jaipur, Proviinsi Rajasthan ke New Delhi, ibukota India, kurang lebih 260 km, atau sekitar lima jam perjalanan darat.

Ketika menanti kepulangan ke Tanah Air di New Delhi, mendadak terjadi peristiwa dunia, yakni pembunuhan Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi dengan bom bunuh diri. Peristiwa tragis itu terjadi 21 Mei 1991 di Sri Perumbudur, dekat Chennai, Tamil Nadu, India.

Adalah Herman Hakim Galut, redaktur Internasional Harian Jayakarta yang langsung menghubungi saya untuk meliput peristiwa itu. Sungguh galau ketika itu. Saya sendiri punya problem tertahan pulang ke tanah air. Soal lain adalah, saya wartawan olahraga, di bawah redaktur Yan Nabut. Di sisi lain, sebagai wartawan yang mewakili koran Jayakarta, peristiwa dunia pembunuhan Rajiv Gandhi adalah berita hot.

Masih ada kegalauan lain…. Herman Hakim Galut lupa, jarak TKP (tempat kejadian perkara) Tamil Madu dengan posisi saya di New Delhi adalah 2.466 kilometer!!! Mirip-mirip jarak Jakarta ke Banda Aceh!!! Dua hari perjalanan darat, dan sekitar 3 jam penerbangan. Soal lain adalah, jalan darat atau naik pesawat agaknya mustahil saya lakukan, karena memang penugasan itu tidak disertai dana operasional.

Tapi baiklah…. Saya segera merespons penugasan Herman Galut dengan mengikuti berita terkini di New Delhi. Semua televisi India menempatkan berita pembunuhan Rajiv Gandhi sebagai stop-press, headlines, special report. Tidak banyak yang bisa diliput di New Delhi, kecuali seingat saya, serentetan aksi demonstrasi, yang saya lupa konteksnya.

Alhasil, ketika kembali ke Tanah Air dan kembali bekerja, Herman Hakim Galut spontan menagih liputan India dari saya. Benar-benar bikin pusing. Tapi toh, saya tulis juga, di luar menulis liputan rutin bidang olahraga.

Kali lain, Herman Hakim Galut memanggil saya, sesaat setelah saya kembali dari liputan SEA Games Manila, Filipina, awal Desember 1991. Wah, bakal minta tulisan luar negeri nih, pikir saya. Eh ternyata bukan. Ia hanya komen, “Kamu meliput SEA Games apa ngikutin Bambang Dwi, kok liputannya berdua terus?”

Rupanya, ia membaca laporan tim peliput SEA Games Jayakarta. Dugaan saya, fokus dia hanya di inisial penulis: bd/dr, inisial untuk Bambang Dwi dan Diana Runtu. Dia lupa, bahwa tulisan-tulisan itu hasil kompilasii atau gabungan liputan dari saya dan Bambang Dwi. Ya, tentu saja inisialnya berdua.

Memang hanya sekelumit pengalaman saya dengan Herman Hakim Galut. Tapi di mata saya, almarhum orang yang baik, profesional, dan kalau bercanda … garing. Selamat jalan Bung Herman Hakim Galut. Semoga tenang di sisi Tuhan. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *