Connect with us

Feature

Lakon Lawas, Semangat Anyar

Published

on

Oedipus Rex Teater Alam

Jayakarta News – Tak hanya menolak lupa, Teater Alam bahkan menolak berhenti berkarya. Kelompok teater yang didirikan Azwar AN, 4 Januari 1972, tak pelak menjadi salah satu teater tertua di Yogya, yang masih aktif hingga hari ini.

Sejak beberapa bulan terakhir, sanggar teater di Wirokerten, Kotagede, Yogyakarta, itu mulai ingar-bingar oleh suasana latihan. Benar, mereka tengah mempersiapkan pementasan terbaru: Oedipus Rex (Oedipus Sang Raja). Pementasan dijawalkan berlangsung hari Sabtu, 18 Januari 2020 di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta, mulai pukul 19.30 WIB.

Naskah klasik karya Sophocles terjemahan Rendra itu, bukan sekali-dua dipentaskan Teater Alam. Mengapa naskah itu –lagi— yang jadi pilihan? “Dibilang sering, memang relatif sering. Tetapi sejak pementasan terakhir tahun 1998 (Trilogi Sophoclesred) sudah lebih dua dasawarsa jedanya. Banyak yang rindu Oedipus,” ujar pimpinan Teater Alam, Azwar AN, yang dalam pentas kali ini bertindak selaku sutradara.

Inikah pentas “romantisme masa lalu”? Bisa jadi begitu. Bisa juga ditarfsirkan bahwa “berteater tidak mengenal pensiun”. Buktinya, Azwar AN yang sudah berusia lebih 80 tahun, masih semangat menyutradari lakon tagedi Yunani terbaik sepanjang masa ini. Dus, ini bisa dibilang pementasan lakon lawas dengan semangat anyar.

Para pemain utama yang mendukung lakon ini, adalah para aktor kawakan. Ada Meritz Hindra, murid Azwar angkatan pertama Teater Alam, yang selain bermain sebagai Teirisias, juga melapis Azwar sebagai Asisten Sutradara. Ada Tertib Soeratmo yang bermain sebagai Pendeta.

Siapa pemeran Oedipus? Gege Hang Andhika. Hampir semua lakon Oedipus yang dipentaskan Teater Alam, Gege-lah sang Oedipus. Di luar nama-nama di atas, para pendukung lain juga tak kalah seniornya.

Sebut saja Daning Hudoyo, aktor gaek Teater Alam yang memerankan Creon. Lalu Anastasia Sri Hestutiningsih, pemeran Yocasta. Pemain pantomim Jemek Supardi memainkan peran Pendeta, bersama pemeran pendeta lain: Bustaman Dalhar, Lukman Usdianto, dan Tertib Soeratmo.

Deretan pemain lain, tampak aktor Teater Alam angkatan 80-an, Eddy Subroto, disusul nama-nama seperti Aziz, Syam Chandra, Hisyam A. Fachri Hamka, dan Eko Pam.

“Latihan rutin, dengan arahan langsung Bang Azwar. Beda dengan latihan-latihan dulu, kali ini tidak segalak dulu, he… he… he…,” ujar Bustaman, yang dalam pementasan ini juga berperan sebagai Pimpinan Produksi bersama Anastasia.

Sinopsis

Lakon “Oedipus Sang Raja” adalah lakon tragedi-romantik yang mengisahkan perjalanan hidup Oedipus dalam mengalami kejayaan dan keruntuhannya.

Pada saat itu Thebes dilanda huru-hara. Wabah, kelaparan, serta kemandulan menyerang negeri itu. Rakyat menderita. Dalam penderitaannya itu rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan batin juga kepercayaannya terhadap raja Oedipus. Tiada kepastian dalam diri rakyat.

Konon kesengsaraan yang menimpa kerajaan Thebes adalah akibat kemurkaan dewa karena pembunuh raja Laius belum dihukum. Semua orang termasuk Oedipus meraba-raba dan mencari siapakah sebenarnya pembunuh Raja Laius.

Dalam keadaan demikian datanglah pendeta Teirisias. Sekali lagi Pendeta Teirisias memperingatkan Oedipus akan ramalan-ramalan yang sudah dijatuhkan dewa-dewa kepadanya. Oedipus menjadi sangat berang, dan menuduh Pendeta Teresias telah membuat ramalan-ramalan palsu yang tak berdasar, atas kehendak dari Creon, putra mahkota kerajaan Thebes, saudara putri Yocasta.

Dalam kegoncangannya menerima kebenaran-kebenaran yang dibentangkan oleh Teresias yang dianggapnya sebagai kebohongan besar, Oedipus membela dirinya dengan menunjukkan jasa-jasanya terhadap Thebes dan seluruh rakyat, dalam usahanya mengusir Sphinx, makhluk ajaib yang telah menimbulkan kegoncangan Thebes.

Pertentangan-pertentangan di dalam istana makin memuncak. Creon yang dituduh hendak merebut singgasana kerajaan telah diusir oleh Oedipus dari istana, tetapi telah dibela oleh Yocasta.

Suasana semakin memuncak, orang terus mencari-cari siapakah sesungguhnya pembunuh raja Laius. Dan pada saat itu, Oedipus mulai mengalami kegoncangan-kegoncangan batin. Teringatlah ia akan ramalan-ramalan Dewa Apollo yang dijatuhkan terhadap dirinya, bahwa ia kelak akan mengawini ibu kandungnya dan membunuh ayahnya sendiri.

Teringat pulalah ia bagaimana ia berusaha menghindarkan diri dari segala ramalan dewa mengenai dirinya, dengan jalan meninggalkan kerajaan Korinthe.

Pada akhir cerita diketahuinyalah seluruh rahasia, yang menyelubungi selama ini. Dialah sesungguhnya yang telah membunuh Raja Laius, ayahnya sendiri, yaitu orangtua yang dijumpainya dalam perjalanan melarikan diri dari Korinthe. Oedipus sendirilah yang mengawini ibu kandungnya yaitu Ratu Yocasta, janda dari orangtua yang dibunuhnya dalam perjalanan.

Adapun Oedipus sendiri sesungguhnya anak laki-laki yang telah dibuang oleh Yocasta ke kaki gunung Kitahron, tetapi ditemukan dan dipelihara oleh seorang gembala yang kasihan melihat bayi tak berdosa itu. Bayi itu kemudian diberikannya keada seorang gembala lain di Korinthe yang menjadi abdi raja Laius yang kemudian diakuinya sebagai anak sendiri oleh Sang Raja.

Setelah rahasia terbuka, tahulah Yocasta bahwa Oedipus adalah anaknya sendiri yang dulu dibuangnya. Yocasta kemudian mengakhiri hidupnya dengan tangannya sendiri. Oedipus membuat dirinya menjadi buta dengan menusukkan jarum berkali-kali ke kedua belah matanya, takut dan ngeri melihat akibat dari ramalan yang menimpa dirinya.

Creon kemudian datang, bukan untuk membalaskan dendamnya kepada Oedipus, tetapi minta agar Oedipus tetap tinggal di istana. Tetapi Oedipus menghendaki agar dirinya dibuang keluar dari istana. Sebelum pergi Oedipus memohon satu permintaan kepada Creon yang kemudian diluluskan, yaitu bertemu dengan anaknya, hasil perkawinan dengan ibu kandungnya, Yocasta. (rr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *