Feature
Retro Etnik Bikin “Pusaran” Menarik
Jayakarta News – Pentas drama “Pusaran” oleh ISI Yogyakarta dan Teater Alam Yogyakarta, akan menjadi gelar karya pertama musisi “Memet” Chairul Slamet, setelah bergelar doktor. Benar, pasca meraih gelar doktor dalam ujian terbuka di Concert Hall Pascasarjana ISI Yogyakarta, Jl. Suryodiningratan, Yogyakarta tanggal 23 Mei 2019, inilah kali pertama ia menyajikan komposisi musiknya.
Berperan sebagai penata musik drama yang diadaptasi dari naskah peraih pulitzer 1948, berjudul “A Streetcar Named Desire” karya Tenneessee Williams itu, membuat Memet sempat dirundung stres. “Memang, awal-awal diberi naskah oleh sutradara, sempat stres, karena saat itu menjelang ujian S3 saya di ISI Yogyakarta, tapi alhamdulillah selesai ujian, saya jadi plong dan lebih total menggarap musik Pusaran,” ujar Memet.
Tak pelak, pementasan Pusaran dinanti banyak pihak secara antusias. Salah satu alasan karena pentas ini melibatkan dua akademisi papan atas. Bertindak selaku sutradara adalah Prof Dr Yudiaryani, MA, satu-satunya guru besar teater di Indonesia, yang masih aktif mengajar di ISI Yogyakarta. Sedangkan, penata musiknya Dr “Memet” Chairul Slamet, doktor musik yang sebelumnya sudah dikenal dengan kelompok musik etnik-kontemporer “Gang Sadewa”.
Tak heran jika dari rencana pentas dua hari, Senin – Selasa, tanggal 22 – 23 Juli 2019, tinggal menyisakan tiket untuk pementasan hari kedua, 23 Juli 2019. Pembelian tiket bisa dilakukan secara online, melalui karcisonline.com atau melalui link: http://bit.ly/pusaranshow
“Yang pasti, komposisi musik pengiring Pusaran, saya buat sedemikian rupa sehingga memenuhi banyak unsur. Unsur idealisme saya sebagai penata musik, juga warna musik tahun 40-an, 50-an, yang melatarbelakangi jalan cerita di Amerika Serikat,” ujar Memet seraya menambahkan, “warna pentasnya sendiri kental nuansa vintage, dan serasa klop dengan iringan musik retro dipadu dengan musik etnik, menjadikan drama musikal ini sangat menarik,” ujar pria kelahiran Madura, itu.
Sejumlah pemain seperti Viola Alexsandra (Blance DuBois), Nur Alfiyah (Stella Kowalsky), dan Gola Bustaman (Mitch) akan menyanyi di panggung. “Saya telah merekam suara mereka di studio Gang Sadewa,” ujar Memet. Ketika ditanya alasan mengapa tidak live? Memet menukas, “Lebih karena menghindari banyak risiko, baik risiko teknis maupun non-teknis yang bisa saja terjadi dalam sebuah repertoar teater. Saya yakinkan, kualitas vokal mereka sangat bagus sebagai seorang teaterawan, makanya kami tidak memakai vokal penyanyi profesional, melainkan suara mereka langsung.”
Tak pelak, komposisi musik “Pusaran” akan menambah deret panjang karya Memet. Sebelum ini, ia dikenal dengan banyak konser musik etnik-kontemporer. Karya idealisnya tahun 2016, mengadakan konser kolosal dengan 1.010 pendukung di kota Senju, Tokyo, dan rencana akan diulang tahun 2020 di Jepang. Lalu tahun 2015 ia mengiringi pertunjukan Bantengan kolosal di Batu, Jawa Timur. Tahun 2017, Tambur Perdamaian di Jatinom Klaten. Tahun 2018 musik othok-othok kolosal pada acara Car Free Day Solo.
Kemudian tanggal 8 Desember 2018, ia menggarap musik drama Montserrat yang dipentaskan Teater Alam Yogyakarta. Tak jauh dari Montserrat, ia berkolaborasi dengan Prof Yudiaryani dalam Pidato Kebudayaan. Saat ini, tengah menggarap musik Pusaran. Satu lagi rencana besar di tahun 2019 adalah menata musik pentas “Sukma Suci Sang Patih Kebo Iwa”, oleh Forum Budaya Jawa-Bali, di Pantai Pandawa, Bali, yang direncanakan bulan Oktober.
Masih-masing repertoar memiliki karakter musik berbeda. Khusus “Pusaran”, menurut Memet, ia memperhatikan betul latar belakang terjadinya konflik nilai-nilai lama dan baru di Amerika Serikat bagian selatan. Dunia lama dengan keanggunan dan keindahan berhadapan dengan nilai-nilai agresivitas dan materialisme. Pertumbuhan industri menciptakan konflik sosial. Naskah “Pusaran” atau A Street Car Named Desire ini digolongkan dalam aliran realisme psikologis. Tokoh Blanche memiliki gangguan kepribadian yang berpengaruh buruk pada lingkungan sosial dan dirinya sendiri.
Masyarakat Amerika saat itu menemukan filsafat Amerika sejati, yaitu pragmatisme. Pemikiran pragmatisme membawa pesan pluralisme, yaitu diakuinya gaya dan pengalaman hidup yang beragam. Pemujaan lewat irama rock and roll dengan tokohnya Elvis Presley, serta pengasyikan diri pada musik Jazz dengan gaya yang diberi nama be bop (dibaca ’bibop’). Jazz bagi mereka adalah musik kebebasan jiwa, yaitu ekspresi kreatif dan kontemplatif. “Itu menjadi pertimbangan utama penciptaan musik untuk pementasan ini,” ujar Memet. (rr)
PARA PEMAIN/PENDUKUNG “PUSARAN”:
Fiola Alex sebagai Blanche Dubois
Nur Alfiyah sebagai Stella Kowalsky
Dama Wahyu sebagai Eunice
Meritz Hendra sebagai Stanley Kowalsky
Gola Bustaman sebagai Mitch
Daning Hudoyo sebagai Steve
Dinar Saka sebagai Pablo
Ilham sebagai penjual kue tamal
Gege Hang Andika sebagai dokter dan pembaca puisi
Cyndika sebagai perawat dan pembaca puisi
Merynda sebagai penjual bunga
Sutradara Yudiaryani
Astrada Bambang Wartoyo
Manager Panggung Ozzy Yunanda
Manager Pemain Kade
Penata Musik Memet Chaerul Slamet
Penata artistik Palgunadi
Penata Kostum&Rias Erlina Panca
Pimpinan Produksi Naning Kartaatmaja
Silvia Purba