Connect with us

Feature

Saatnya Kembali Gowes

Published

on

Jayakarta News – Pandemi covid-19 harus saya akui tidak semata-mata berimplikasi buruk. Jeda aktivitas masyarakat ternyata bermanfaat mengerem deteri-orasi lingkungan, mengurangi penggunaan energi fosil sekaligus juga pemanasan global.

Ekploitasi pada hidup modern melebihi daya dukung. Seperti disitir Barbara Ward 50 tahun lalu ; “modernisitas penyebab merosotnya kesetiaan pada bumi kita yang indah dan satu tapi sekaligus juga mudah cedera” (Only One Earth-1970) kini menjadi nyata.

Wabah ini mau-tidak-mau membuat setiap bangsa menelaah kembali jalan kemajuan dan kualitas peradaban dalam ekosistem dunia.Tak usah cemas, sejarah mewariskan kita kemampuan mengatasi kejatuhan. Selama ini kita juga memiliki budaya cukup arif dan kaya guna mengatasi krisis dan bencana.

Momentum yang sekarang terjadi membuka peluang kita mengkaji ulang sekalian merefleksikan semua kebijakan kondisi bangunan sosial setiap negara yang lantas diartikan sebagai tatanan baru atau new normal.

Gowes di era new normal menjadi gaya hidup. (foto: egu)

Saya tak hendak masuk pada banyak hal. Karena hobi gowes, saya hanya memfokuskan pada masalah ini saja. Dasarnya kemauan menangkap peluang. Sekarang saat paling tepat.

Di kota besar belakangan terjadi fenomena bersepada di masyarakat. Hari libur mereka hilir mudik menyusuri jalanan, baik  sendiri-sendiri maupun berkelompok.

Kehadiran sepeda tiga lipatan (three folding) yang praktis dan ringkes, ternyata telah mengubah pola transportasi masyarakat kota. Mereka beralih dari mobil ke sepeda, karena praktis, cepat dan mengurangi polusi. Kemacetan yang tak kunjung usai, memacu mereka menerapkan pola baru bepergian.

Sebetulnya sebelum new normal, pesepeda sebenarnya sudah lebih awal menciptakan tatanan baru bertransportasi. Mereka menjadikan sepeda alat transportasi ke kantor (bike to work). Bak bola salju, budaya ini semakin hari semakin membesar, karena manfaatnya dirasakan penggiatnya.

Three Folding (sepeda tiga lipatan) yang sedang tren. (foto: egu)

Karenanya, selagi semua sedang ‘dipaksa’ mereposisi sikap terhadap bumi, tak salah jika pemerintah memasukkan sepeda sebagai prioritas tatanan baru moda transportasi jarak dekat di kota-kota besar.

Mumpung momentumnya belum hilang, ‘paksa’ saja  dengan aturan yang besifat mengikat. Memang ada hal lain yang jadi korban, utamanya sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri kendaraan bermotor. Namun itu bisa dicari solusinya belakangan jika semua pihak paham dunia kini memang sedang minta agar kita berdamai. Lalu lintas kendaraan bermotor sebagai salah salah satu penyumbang polusi, harus dicarikan jalan keluarnya agar langit biru dapat kita jaga.

Sekali lagi ini soal kemauan. Sayang jika tidak dimanfaatkan, apalagi di banyak negara eropa, di era new normal “gowes” (bersepeda) justru sedang dipikirkan untuk digalakan. 

Atau sebaliknya, abaikan momentum ini sehingga potensi hidup damai dengan bumi kembali akan terancam lewat banyak hal yang tak pernah kita bayangkan, seperti pandemi covid-19 ini.

Semoga saja tidak. (Eko Guruh)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *