Connect with us

Entertainment

‘Lampor – Keranda Terbang’ – Pantang Melihat, Pantang Terlihat

Published

on

Guntur Soeharjanto, sutradara film “Lampor’– foto istimewa

JAYAKARTA NEWS— Guntur Soeharjanto (43 tahun) adalah sutradara kelahiran Temanggung, Jawa Tengah. Di kota kelahirannya inilah, ada cerita horor unik yang hanya dipercaya oleh masyarakat Temanggung, yaitu Hantu Lampor – Keranda Terbang.

Malam hari, usai magrib, bagi orang yang bisa melihat, ternyata keranda itu diusung oleh setan-setan dan dipimpin oleh makhluk besar hitam, terbang dengan wajah rusak dan bermata merah menyala. Ada lagi orang mengatakan, Lampor adalah pasukan Nyi Roro Kidul.

Lampor datang meneror dan menculik korbannya. Dibawa dengan kerandanya dan terbang entah kemana. Korbannya ada yang hilang, ada yang mati, yang sakit atau gila. Berjalan pelahan setelah malam tiba, menyusuri gang-gang kampung mencari mangsa. Pantang melihat, pantang terlihat.

“Ini adalah film horor pertama yang saya buat,” lontar Guntur yang sukses membuat film-film drama seperti ‘Ayat Ayat Cinta 2’, ‘Assalammualaikum Beijing’, ‘Tampan Tailor’, ‘Belok Kanan Bercelona’ dll.

Berawal dari diskusi dini hari di kantor Starvision. “Saya dengan pak Chand Parwez Servia ngorbol tentang film horor disela-sela editing sebuah film. Pak, saya punya cerita masa kecil. Tentang sebuah hantu yang unik. Bukan Pocong, Kuntilanak atau Wwe Gombel.

Orang Temanggung menyebutnya Lampor. Datang malam hari, berupa keranda terbang, disertai suara pasukan bersuara magis : wilwoo..wilwoo…(jawil gowo, jawil bawa).

Ternyata, produser Starvision ini tertarik untuk memfilmkan Lampor. Ini konten yang sangat lokal dan cerita misteri dengan tradisi Jawa yang kental adalah sesuatu yang sangat kuat dan menarik. Mitologi Jawa tak lepas dari mistis dan klenik.

“Horor yang bukan hanya sekedar horor.” kata Guntur.

Bagi Guntur, kekuatan film horor bukan hanya menakut-nakuti. Tapi lebih dari itu, kekuatan struktur cerita, dramaturgi dan penokohan karakter adalah hal yang fundamental dan formula mutlak di film horor, sama di film genre lain.

“Kekuatan cinta, intrik hubungan sebuah keluarga yang jadi korban, relasi kedekatan anak dan orang tua, dibalut dalam sebuah teror di lereng pegunungan Sindoro dan Sumbing, Temanggung,” imbuhnya.
Dengan skenario yang ditulis Alim Sudio, syuting di lokasi tempat asal Lampor, Temanggung. Daerah pegunungan, penghasil tembakau terbesar di Indonesia.

Dilengkapi dengan CGI dari OrangeroomsCs, gambar dari Arfian, grading P’Nu di Kantana Post Production, dan tata musik oleh Andhika Triyadi, jadi paket komplet  petualangan horor ini.

Yang menarik adalah para pemainnya. Dua pemain utama sebagai suami isteri adalah Dion Wiyoko dan Adinia Wirasti. Bagi mereka berdua, ini adalah pengalaman pertama untuk berakting di genre horor. Kedua pemain ini bermain sangat cemerlang dan sangat menghidupkan cerita.

Deretan aktor dari Jogjakarta juga ikut mendukung film ini, yaitu Landung Simatupang, Annisa Hertami dan Rendra Bagus Pamungkas menambah pungten film ini. Ditambah lagi dengan sederet pemain senior dan pemain anak-anak seperti Nova Eliza, Dian Sidik, Unique Priscilla, Mathias Muchus, Steffi Zamora, Arnold Leonard, Bima Sena, Anagelia Livie, Djenar Maesa Ayu dan sederet pemain lain. (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *