Kabar
“Memindah” Uluwatu ke Yogyakarta
JAYAKARTA NEWS – Di Uluwatu, Bali terdapat sebuah seni pertunjukan berupa tari kecak yang sangat fenomenal. Dalam satu hari, dilangsungkan dua kali pertunjukan. Setiap pertunjukan, dihadiri tak kurang dari 1.000 penonton. Per penonton, membayar tiket Rp 150.000.
Itu artinya, dalam satu hari pertunjukan, Tari Kecak Uluwatu bisa meraup pendapatan Rp 300 juta. “Pertanyaannya, bisakah kita menghadirkan seni pertunjukan sejenis yang ada di Uluwatu ke Yogyakarta? Bapak-ibu semua yang bisa menjawab,” ujar Aris Eko Nugroho, SP, M.Si., Paniradya Pati Kaistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Aris mengemukakan hal itu saat menyampaikan pidato pembukaan Seminar “Reposisi Seni Pertunjukan di Era Disrupsi” yang berlangsung di Auditorium 2, Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, Selasa (25/10). Seminar dalam rangka memperingati ulang tahun Teater Alam ke-50 itu didukung oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Dana Keistimewaan, Museum Sonobudoyo, dan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.
Serba Kebetulan
Sebelumnya, Aris mengemukakan beberapa hal yang disebutnya sebagagi “serba kebetulan”. Ulang tahun Teater Alam ke-50 dirayakan, bertepatan dengan momentum pengukuhan Ngarso Dalem (Sri Sultan Hamengku Buwono X) sebagai Gubernur Provinsi DI Yogyakarta. Pengukuhan pun dilakukan tanggal 10, bualn 10, jam 10 lebih 10 menit.
“Bertepatan momentum dasawarsa jumenengan Ngarso Dalem, ada 373 event kami gelar dari tanggal 10 Agustus sampai dengan 10 September, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga ke lapis masyarakat terbawah,” tambah Aris seraya menambahkan, “dan itu semua menggunakan Dana Keistimewaan.”
Berkat itu pula, Provinsi DIY menempati ranking tertinggi indeks kebudayaan di Tanah Air tiga tahun berturut-turut. Ini sebuah kebanggan. “Kami berharap bisa dipertahankan melalui pelestarian dan pengembangan seni budaya, salah satunya melalui seminar yang kita selenggarakan pagi hari ini. Bagaimana menyinergikan akademisi dan praktisi,” katanya.
Pembinaan seni dan budaya dilakukan secara sistematis. Aris menyebutkan, tahun 2019 misalnya, dilakukan pembinaan yang massif untuk dunia pewayangan. Tahun 2020 pembinaan terkait keris. Kemudian tari, dan teater pun ada. “Tantangan kita ke depan adalah bagaimana menjaga kekompakan. Kami yakin, acara ini dihadiri tokoh seniman yang luar biasa, semoga bisa melahirkan resolusi dan rekomendasi dalam memajukan kebudayaan di Yogyakarta,” harap Aris.
Adaptasi
Aris Eko Nugroho juga menyinggung ihwal sajian seni pertunjukan berbasis digital. Tentu perlu pembelajaran baru. Pihaknya bekerja keras bagaimana menampilkan seni pertunjukan berbasis digital yang selaras dengan disiplin pemeriksaan keuangan negara.
Ditambahkan, kemajuan teknologi harus dikuti oleh para pelaku seni pertunjukan. Termasuk dalam penyajian karya seni yang beradaptasi dengan keadaan. “Dulu seni pertunjukan identuk dengan panggung. Saat ini harus bisa beradaptasi dengan teknologi. Bagaimana menampilkan seni pertunjukan berbasis teknologi,” tegasnya.
Di akhir sambutannya, Aris berharap seminar “Reposisi Seni Pertunjukan di Era Disrupsi” bisa merumuskan langkah ke depan. Langkah dan strategi pelestarian budaya, terutama dalam adaptasi teknologi dan tatanan baru. “Kemajuan teknologi dan dampak yang terjadi, juga bisa menjadi dasar rumusan seminar ini,” harap Aris. (rr)