Connect with us

Feature

“Ritus Patembayan”, Catatan Sang Kurator

Published

on

Dr. Hadjar Pamadhi, M.A., Hons

Patembayan (gesselchaft) adalah ikatan lahir sekelompok orang dengan kesamaan pikir, rasa perilaku yang bersifat kerukunan dan berjangka waktu yang pendek. Ritus Patembayan adalah kerukunan para seniman, budayawan sepaham berpameran mengusung momentum peringatan setahun meninggalnya Azwar AN.

Ritus Patembayan sebagai tajuk pameran memeringati satu tahun meninggalnya seniman sekaligus budayawan Azwar AN. Ritus adalah upacara peribadatan yang biasanya dilakukan dengan kontemplasi menurunkan ‘arwah’ melalui prosesi. Dalam beberapa kerukunan tradisi seperti ancestor resurrection dimana terjadi proses imajinasi dengan menghasilkan kinase atau fosfotransferase. Pundi-pundi dan doa dilantunkan secara khidmat seperti orang Jawa menyairkan dalam asmaradana.

lngsun amiwiti muji,
anebut namaning Sukma,
kang murah ing donya mangke,
ingkang asih ing akherat,
kang pinuji datan pegat,
angganjar kawelas ayun,|
|angapura wong kang dosa.

Doa dan persembahan untuk Azwar AN direposisi menjadi pameran bersama; dimana karya dipersembahkan sebagai deretan pengucapan doa. Permohonan, pencandraan, pengenangan kepada almarhum dalam bentuk pameran. Pundi-pundi, salawat, doa atau pun cengkerama batin terlahirkan dalam bentuk pameran.

Maka, pameran seni rupa yang dilakukan oleh para seniman, komunitas serta budayawan berhimpun untuk mengenang jasa. Ritus dengan doa dan persembahan direpresentasikan melalui simbol-simbol rupa. Para seniman mencoba mengekspresikan symbol ritualnya berupa karya seni rupa: patung, puisi dan karya lukis. ‘Azwar AN’ dibaca sebagai objek material maupun formal dengan simpulan hasil symbol visual.

Sesuai dengan gayanya masing-masing seniman berusaha merepresentasikan dengan gaya dan teknik yang khas. Sosok Azwar dibaca melalui pengembaraan batin sehingga menghadirkan imaji yang bervariasi. Tujuan utamanya adalah yang mengekspresikan hubungan antara manusia dengan Tuhan bentuk permohonan suci, syukur pujian agar ‘arwah’ Azwar AN diterima Allah dan semangatnya ditularkan kepada generasi berikutnya. Tindakan sakral yang disimbolkan dengan bentuk dan warna ini mampu memberi kekuatan kepada generasi penerusnya.

Karya emas adalah sesuatu yang paling berharga layaknya harga suatu karya seni yang mempunyai nilai intrinksik (estetika) penuh makna. John Cusack menjelaskan bahwa sesungguhnya Art is Spiritual karena proses rahasia seorang seniman dengan kontemplasi mencari sesuatu yang ‘aneh’. Seniman adalah satu dari patembayan rasa seni dari sekumpulan kerukunan sosial (associational society), sebuah kolegialitas yang kuat. Mereka membaca bersama sosok Azwar AN sebagai objek patemabayan dengan rerasan kuat atas karya, dan dedikasinya. Objektivikasi mereka terhadap Azwar karena dianggap masih hidup, seperti kata bijak menyebutkan Ars vita Longa yang berarti Seni itu masih hidup walau penciptanya sudah tiada. Pameran Ritus Patembayan Seni ini termotivasi oleh profil Azwar AN, sebagai karya representasional, maupun nonrepresentasional.

Para patembayan ini mengobjektivikasi pikiran, rasa serta karya drama, puisi Azwar AN sebagai objek material maupun formalnya. Di situlah hadir karya yang variatif mulai dari gerakan membaca batin Azwar AN bentuk serta merasakan dampak kehidupan bagi para seniman yang sedang berpameran ini memberi suasana yang lain. Patembayan seniman merupakan kerja keras dari sahabat, murid dengan ber-gendu rasa.

Seratus perupa/seniman ini hampir bercirikan khas sebagai karya patembayan dengan menyajikan arwah Azwar sebagai ritual the ancestor resurrection. Para seniman menggabungkan gagasan objektivikasi terhadap Azwar dan menguatkan ide gagasannya munculkan symbol-symbol visual yang aneh. Itulah Marc Chagall mengatakan: If I create from the heart, nearly everything works; if from the head, almost nothing.

Merujuk kepada kolegialitas, penyatuan pikir, kebersamaan para seniman menyatakan Azwar AN sebagai tokoh sentral ide penciptaan karya seni. Serangkaian karya yang mewujud dalam representasi karya seni ini menatap Azwar AN divisualkan dalam kegiatan, pertunjukan, pameran.

Patembayan tersebut sebagai tampilan karya seni pertunjukan, sederetan seniman senior diundang sebagai tanggapan atas Azwar AN sebagai sosok, Mami Kartika, Soenarto PR, Soeharto PR, Amri Yahya, Widayat, Saeful Adnan seangkatan dan segerombol kolega yang hidup bersama dan membersamai. Mereka dipajang sebagai dukungan moral serta loyalitasnya memahami kehidupan dan hidupnya Azwar. Patembayan rasa (Gemeinschaft of mind) ini didukung seratus lebih para perupa Yogyakarta dan berbagai kota lain.

Karya-karyanya dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian penting: (1) mengobjektivikasikan pikiran Azwar ke dalam karya realis, (2) menjadikan karya realis – sosial, (3) kontemplasi kehidupan seni Azwar, (4) memvisualisasikan kehidupan tokoh karya drama/teater Azwar, (5) mengimajinasikan Azwar dalam berbagai corak serta gayanya. Konstelasi doa – pikiran – pengembaraan batin – imajinasi kontemplasi- dan ekspresi mewujud dalam pameran Ritus Patembayan.

  • 1. Mengobjektivikasikan pikiran Azwar ke dalam karya realis, DN Koestolo, Picuk Asmara, Eddy Subroto, Irma PR, Momi Budut, TM art, Raden Raharjo, R.Kirman, Ida Fitrijah (alm.), Nanang Wijaya, Edi Dwiyantoro, Cholidun, Soegian Noor, Liek Suyanto, Djoko Sardjono, Ikhman mr, Evrie Irmasari, Lian M Margareta, Joan Miroe, Tarman, Joko Sud, Suzan, Didit Slenthem, Agus Purwanto (klowor),
  • 2. Menjadikan karya realis – sosial: Alie, : Ninik Purwanti, Rosalia Ratih, Kawit Tristanto, Adhik Kristiantoro, Yosi Ch., Ifat Futuh, Sumiyati Herman, Heru Purwanto, Beda Sudiman, Achmad Dardiri, Eko Bendhol, Siswanti, Raka Wanena, Ikhwan Sugianto, Awaludin, Budiyonaf, Lully Tutus, Eni Setyaningsih, Takdir Pengarep, Muji Harjo, Alberta Fitri, Barlin Srikaton, Pauluswid, Sulardi Wiyana, Yosef Banyu, Nur Fuad, Yaya Maria.
  • 3. Kontemplasi kehidupan seni Azwar: Otok Bima, Wuri Hantoro, Heru “Londo” Uthantoro, Tales Ireng, Sukri Budi Dharma a.k.
  • 4. Memvisualisasikan kehidupan tokoh karya drama/teater Azwar AN: Jedink Alexander, Didiet njedit, Seplawan, Sigit Handari, Rakhmat S.
  • 5. Mengimajinasikan Azwar AN dalam berbagai corak serta gayanya: Abdul Khalid, Catur Hengki Koesworo, Susyanto Mulyo, Ashari, Adam Aliamin, Adam Aliamin, Achmad Masih, Liek Sugi, Slamet Jumiarto, Ki Mujar Sangkerta, Sentot T Raharjo, I Gedhe Putra Udiyana, Sentot Widodo, Sri Pramono, Trie Gombloh, Muji Chino, R Hendrawan, Sukoco Hayat, Ampun Sutrisno, S.Hikmah, Irwan Sukendra, Watie Respati, Suhardi, Niluh Sudarti, Berlianingtyas A.D., Daliya.

Beberapa karya patung hadir dengan ujud yang variatif, seperti ornamentik, deformasi tubuh, imajinasi ritual maupun gubahan realisme diimajinasikan oleh Yamiek S, sedangkan Lutse Lambert Daniel Morin mengangkat objek formal ‘logika’ manusia. Freddie S Widodo mendistorsi tubuh manusia melalui ringkasa wajah dan kaki secara realis. Nugroho Hoho mengangkat dimensi ruang alternatif, Arifin Lancor mengangkat deformasi tubuh manusia, B’Djo Ludiro mengangkat realisme sosial.

Suatu perhelatan besar Ritus Patembayan ini memberi konotasi sempurna, bahwa karya seni adalah hasil kontemplasi melalui pengembaraan batin seorang seniman. Tatkala pikiran dan perasaan digunakan untuk menerawang objek yang sama menghasilkan karya seni yang bervariasi. Seni menjadi semacam perluasan pikiran dan perasaan yang berisikan ritus-ritus seni yang tersusun dari kinase-kinase keindahan. Selamat berpameran, sukses menggapai ‘arwah seni’ Azwar AN. (*)

Sleman, 1 November 2022

Dr. Hadjar Pamadhi, M.A., Hons

Kurator

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *