Connect with us

Kabar

KPAI: Mayoritas Sekolah belum Siap Lindungi Anak-anak dari Penularan Covid 19

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) terus melakukan pengawasan langsung terhadap sejumlah sejumlah sekolah di berbagai daerah. Hasilnya, mayoritas satuan pendidikan mulai dari jenjang SD sampai SMA/SMK belum siap  melakukan proses pembelajaran tatap muka di era pandemik.

Hasil pengawasan KPAI dan KPAD ini disampaikan Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, Rabu (19/8/2020). Menurut Retno, pengawasan langsung dilakukan pada sejumlah sekolah di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan lain-lain.   Ada juga wilayah-wilayah yang pengawasannya dilakukan oleh KPAD seperti di Sumatera Selatan, dan ada juga menggunakan jaringan guru, seperti di Bengkulu dan Mataram. 

Dari 27 sekolah yang diawasi, jelasnya,  mayoritas belum siap melakukan proses pembelajaran tatap muka. “Yang memenuhi  seluruh daftar periksa hanya SMKN 11 kota Bandung dari  total 27 satuan pendidikan yang diawasi langsung oleh KPAI dan KPAD mulai dari Juni sampai Agustus 2020,” ucap Retno.

Lebih jauh dijelaskan, pada 10-14 Agustus 2020 pihaknya dengan didampingi Komisi Perlindungan  Anak Daerah (KPAD) kota Subang, kota Bekasi dan Kota Bogor melakukan pengawasan langsung berturut-turut ke SMPN 1 dan SMAN 1 kota Subang, SMPN 7 dan SMAN 1 kota Bogor, SMPN 2 dan SDN Pekayon Jaya 6 Kota Bekasi, serta SMKN 16 Jakarta Pusat. 

Ilustrasi pendidikan– suasana pembelajaran tatap muka di SMAN Kabupaten Seluma Bengkulu–foto KPAI

Sebelumnya saat pelaksanaan PPDB pada Juni 2020, pihaknya juga menyambangi sejumlah sekolah di Jabodetabekpok untuk pengawasan PPDB sekaligus pengawasan penyiapan infrakstruktur kenormalan baru di sekolah.

Pengawasan penyiapan buka sekolah dilakukan untuk mengecek langsung indikator dalam daftar periksa kesiapan buka sekolah, mulai dari  aspek infrastruktur seperti bilik disinfektan, wastafel yang jumlahnya sesuai rasio jumlah kelas, alat pengukur suhu, sabun cuci tangan, tisu,  ruang isolasi didekat pintu gerbang (ketika ada warga sekolah yang suhunya mencapai 37,3 lebih), tangga naik dan turun yang harus dibuat tanda panahnya, penyiapkan kelas untuk jaga jarak, penyusunan rencana pembelajaran dan pengelolaan kelas, penyiapan modul pembelajaran luring, sampai  penyiapan Protokol/SOP pecegahan penularan  Covid 19.

Saat pengawasan ke sekolah, KPAI mengecek apakah wastafel ada di setiap depan kelas, mengecek apakah toilet memadai hingga ke kelas untuk memastikan bahwa posisi meja dan kursi  hanya sejumlah separuh anak di kelas tersebut. Artinya, meja kursi di kelas  tidak boleh posisi dan jumlahnya sama seperti sebelum ada pandemic. Kalau kursi tidak disingkirkan maka berpotensi kuat anak-anak saling mendekat selama di kelas, padahal seharusnya saling menjaga jarak.

Adapun perincian dari Protokol kesehatan atau SOP Protokoler yang wajib ada dan disiapkan sekolah, diantaranya adalah : protocol masuk lingkungan sekolah,  protocol selama proses pembelajaran di kelas, protocol  pulang sekolah, protocol  layanan perpustakaan, Protocol layanan BK/BP untuk membantu konseling siswa selama belajar dari rumah,  protocol ibadah di mushola/masjid sekolah, protocol siswa berangkat dan pulang sekolah memakai kendaraan umum dan motor), protocol pertemuan/rapat dinas, protocol kehadiran guru, protocol kehadiran karyawan, protocol humas, sampai protocol pembagian raport.

Sejumlah catatan disampaikan Retno terkait pengawasan langsung terhadap sekolah-sekolah tersebut. Yakni,

1.         74% Satuan pendidikan belum membentuk Tim Gugus Tugas Covid 19 di level satuan pendidikan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah, dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas dan rinci, seperti penyiapan infrastruktur, penyiapan berbagai SOP layanan didalam masa kenormalan baru. Sedangkan 26% sudah membuat Tim Gugus Tugas Covid 19 di level sekolah;

2.         Secara umum wastafel sudah  ada di berbagai sekolah, hanya saja belum sebanding antara rasio siswa dan jumlah wastafel. Umumnya wastafel sudah lama, wastafel yang baru dibuat umumnya dibangun dekat gerbang sekolah, rata-rata 5 tambahan wastafel. Bahkan ada sekolah yang tidak membangun wastafel karena menganggap cukup kran wudhu yang jumlahnya memang mencapai lebih dari 20 kran, namun letaknya jauh dari kelas-kelas. Ini akan berpotensi penumpukan saat cuci tangan dan berpotensi anak-anak malas mencucui tangan karena jauh.  Ada sekitar 22,22% sekolah yang sudah menyiapkan wastafel di setiap depan ruang kelas.

3.         Hanya 13% satuan pendidikan yang sudah menyiapkan Bilik disinfektan, yaitu di  SMKN 11 kota Bandung, SMAN 1 kota Subang dan SMPN 2 Kota Bekasi, bahkan untuk SMKN 11, disinfektan tidak hanya untuk manusia tetapi juga kendaraan bermotor yang masuk gerbang sekolah. Sedangkan 87% satuan pendidikan yang diawasi belum menyediakan,  padahal banyak anak menuju sekolah dengan kendaraan umum.

4.         KPAI mendorong penyusunan meja kursi dan nomor absen anak ditempel di setiap meja sehingga anak tidak akan berpindah-pindah duduk. Selain itu kursi meja sebaiknya dikurangi sesuai jumlahnya yaitu separuh siswa. Karena jika masih dibiarkan di kelas dan hanya di tandai silang, kemungkinan besar anak akan duduk berdekatan untuk ngobrol dengan temannya akan terjadi, padahal wajib jaga jarak. Dari hasil pengawasan, 44,44% sudah melakukan penyusunan meja kursi seperti itu, namun 55,56% belum, bahkan ada yang sama sekali belum mengubah posisi meja kursi seperti sebelum pandemic.

5.         Rapid tes apalagi tes PCR belum dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat, meskipun di beberapa sekolah yang diawasi, para gurunya sudah masuk ke sekolah setiap hari sejak 13 Juli 2020. Para guru wajib absen dan memberikan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring dari sekolah. Misalnya SMPN 2 Kota  Bekasi dan SMPN 7 Kota Bogor.

“Saat berbicang dengan para guru di SMPN 2 Kota Bekasi, ternyata ada guru yang tempat tinggalnya di Tasikmalaya, yang bersangkutan selalu pulang balik Jakarta-Tasikmalaya dengan kendaraan umum setiap akhir pekan. Yang tentunya  bersangkutan sangat beresiko tertular karena mobilitas Jakarta-Tasikmalaya,” tambah Retno. ***/ebn

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *