Connect with us

Feature

Kebiasaan Phubbing Membuat Telinga Mendadak ‘Pekak’

Published

on

Ilustrasi (Foto. pexels.com/@karolina-grabowska)

JAYAKARTA NEWS – Terlihat sepasang suami isteri asyik bermain handphone di kursi panjang di warung pecel lele, kala itu di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, walaupun berdua duduk berdekatan tapi tidak ada sepatah kata pun terdengar dari mereka berdua. “Hmmm..langsung terlintas teringat dalam benak ini, dengan istilah phubbing atau phone-snubbing.

Mungkin asing bagi kita istilah phubbing ini namun sebenarnya kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Phubbing adalah kata yang menggambarkan perilaku seseorang yang mengabaikan kehadiran orang lain saat berbicara atau berkomunikasi langsung karena terlalu asyik atau fokus dengan ponselnya. Kebiasaan ini sering dianggap tidak sopan.

Tapi begitulah hidup di era digital saat ini. Asyikk sendiri tak perduli orang lain. Walaupun berdekatan secara fisik namun ‘terasa jauh’ karena tidak berkomunikasi.

Nah, kembali ke cerita sepasang suami isteri yang asyik dengan ponselnya masing-masing di warung pecel lele tadi.

Satu persatu silih berganti pembeli di warung pecel lele itu datang dan pergi. Ada yang makan di tempat ada yang membawa pulang makanan pesanannya.

Tetapi pasangan suami isteri ini tetap saja tidak terusik, bergeming. Diam tanpa suara. Mata hanya tertuju pada ponselnya. Bahkan mungkin, jika ada yang pingsan pun di sekitarnya, mereka tidak peduli.

Entah mengapa sepasang suami istri ini menjadi objek amatan saya? Mungkin karena jarak duduk di antara kami yang tidak begitu berjauhan dan sama-sama sedang antri menunggu pesanan.

Tidak lama kemudian, oleh si ibu pemilik pecel lele pesanan sepasang suami isteri kembali diulang agar tidak ada kesalahan, karena memang pembeli pecal lelenya itu lumayan ramai.

Lalu si Ibu berkata, “Mas, Mbak..Ayam dan lelenya digoreng kering?”

Walaupun jaraknya dekat, sekitar setengah meter sepasang suami istri tersebut tidak mendengar atau mengabaikan kata-kata dari ibu itu karena fokus ke handphone masing-masing. Kemudian diulang, dan ketiga kali baru didengar, “Iya Bu, lele dan ayam gorengnya digoreng kering,” ujar si isteri sambil melanjutkan perhatiannya ke handphone.

Si Ibu senyum melihat tingkah laku pasangan ini. Beberapa menit kemudian pesanan siap, langsung dibungkus. Dan si ibu berkata kembali, “Mas, pesanannya sudah siap ini..!!” itu pun tidak didengar. Kembali diulangi si ibu, “Mbak, pesanannya sudah siap ini,” tetap tidak didengar juga.

Akhirnya karena mereka berdua lebih dekat dengan saya, saya pun ikut memanggil. “Bangggg dengan nada tinggi, itu dipanggil si ibu, pesannya sudah siap,”

Langsung ia menjawab, “iya..iya,”

Setelah dibayar mereka pergi. Lalu si Ibu ngomong ke saya, “Kenapa bisa mendadak “pekak” (tuli) telinganya ya, sepasang suami isteri itu, padahal saat datang dan memesan tadi, tidak?” Kata si ibu sambil tertawa.

“Begitulah kehidupan di era digital sekarang Bu. Bisa mendadak pekak padahal tidak. Itu karena perilaku phubbing, asyik dengan handphone masing-masing sehingga orang yang sedang berbicara di sekitarnya diabaikan padahal jaraknya cukup dekat jadi serasa seakan jauh,” ucap saya.

Seperti itulah fenomena kehidupan saat ini, di era digital, perilaku phubbing ini mengganggu kemampuan seseorang untuk benar-benar hadir dan terlibat dengan orang-orang di sekitarnya. Mungkin kita hadir secara fisik di hadapan orang lain namun dengan perhatian yang sepenuhnya justru teralihkan. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *