Connect with us

Aksi Korporasi

Gandeng Erat Arsitek, Wujudkan Hunian Nyaman

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Keluarga muda dengan dua anak tinggal di hunian sederhana. Ada taman-taman kecil di sekitarnya dengan bangku sederhana pula. Cukup potongan  kayu bekas kusen, atau bangku dari bambu. Tak jauh dari rumah masih ada lapangan kecil yang bisa dimanfaatkan warga bermain voli, atau badminton. 

Ini mimpi sederhana bagi keluarga muda untuk bisa tinggal di rumah sendiri di kawasan yang sehat dan nyaman. Apalagi di pinggir jalan di komplek atau pembatas dua arah jalan ada pokok-pokok perdu atau tanaman lainnya sehingga makin meneduhkan suasana.

Meski rumah kecil tanpa halaman yang memadai karena lahan terbatas, namun desainnya apik, pencahayaan memadai, sehat dan nyaman, dilengkapi taman, bahkan masih ada lapangan bola voli. View itu merupakan oasis yang bisa dinikmati setiap saat oleh penghuni perumahan.

Dr Ir Yuke Ardhiati, MT

“Adanya taman-taman, public space itu akan membuat nyaman penghuninya. Disadari atau tidak,“ kata Dr Ir Yuke Ardhiati, MT, dosen Teknik Arsitektur Universitas Pancasila Jakarta.

Bagi karyawan, khususnya aparat sipil negara (ASN) kiranya tidak sulit untuk mewujudkan mimpinya bertempat tinggal di perumahan sederhana dengan kriteria di atas. Apalagi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) memulai program Tapera pada Januari 2021 ini.

Sebagaimana kita ketahui, Tapera dibentuk untuk mengelola program tabungan perumahan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik ASN, TNI/Polri, pekerja swasta, maupun pekerja mandiri.

Peserta Tapera akan mendapatkan manfaat tabungan beserta hasil pemupukannya yang bisa diambil pada saat masa kepesertaan berakhir.

Semua Peserta yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan memenuhi syarat kelayakan (eligibility) berhak untuk mendapatkan manfaat pembiayaan perumahan.

Perumahan. (foto: Setkab)

Manfaat pembiayaan perumahan bagi Peserta MBR terdiri dari:

Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR, dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). Pembiayaan ini khusus rumah pertama

Dari segi penghasilan, ASN, golongan terendah pun kiranya mampu untuk memiliki hunian sederhana yang diperuntukkan bagi mayarakat berpenghasilan rendah (MBR). Karena mereka memiliki penghasilan yang pasti tiap bulan hingga pensiun nanti.

Dengan adanya BP Tapera ini tentu merupakan kemudahan bagi MBR untuk memiliki hunian. Tidak hanya ASN, tapi juga karyawan swasta dan pekerja informal lainnya.

Lantas bagaimana hunian yang layak bagi ASN dan masyarakat umum lainnya?

Lingkungan hunian atau ekosistem harus tetap dijaga dan dilestarikan. Ini persyaratan mendasar sebuah kawasan hunian. Tidak hanya bagi ASN namun bagi insan pada umumnya, sesuai keterjangkauan kemampuannya. Apalagi sekarang makin digalakkan green building. Ekosistem di kawasan hunian sederhana harus ada, bukan hanya di kawasan real estat saja. Pemerintah diminta ketegasannya terhadap pengembang yang lalai terhadap aturan ini. Fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) harus disediakan.

Yuke menekankan keberadaan ruang terbuka hijau atau taman-taman harus ada. Ruang terbuka hijau, taman, atau public space tidak hanya berfungsi sebagai oase lingkungan. Namun dalam keadaan darurat, public space itu bisa difungsikan untuk evakuasi. Misal terjadi gempa dan bencana lainnya.

Situasi pandemi Covid-19 ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya hunian yang nyaman. Ini tidak hanya berlaku bagi rumah tinggal yang besar atau kalangan menengah atas. Namun hunian sederhana pun, menurut alumnus Fakultas Teknik UNS ini bisa diwujudkan. 

Dua Hal

Ada dua hal penting yang dikedepankan untuk hunian sederhana. Pertama Konsep Olah Ruang, bagaimana memanfaatkan ruang yang ada semaksimal mungkin. Kedua, Konsep Olah Paras, yakni tampilan rumah itu menarik atau ada nilai estetikanya. Terlihat cantik.

Tinggal di rumah kecil atau sederhana tapi cantik, diharapkan bisa menimbulkan rasa percaya diri bagi penghuninya, sehingga ia betah tinggal di rumah dan nyaman pula lingkungannya. Tidak sumpek, bahkan bisa kreatif dan produktif. Hal ini diakui Yuke diperlukan keterlibatan arsitek.

“Mungkin sudah saatnya pengembang melibatkan arsitek untuk rumah-rumah sederhana. Tidak hanya desain rancangannya dipakai namun dalam penerapannya terlibat optimal. Banyak kok arsitek yang idealis,“ papar Dr Yuke yang menempuh studi S2-nya di ITB Bandung. Dan S-3 bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia.

Untuk rumah-rumah tipe besar atau untuk kalangan menengah atas, merupakan hal biasa jika selalu melibatkan arsitek. Namun, jika pemerintah makin perduli terhadap masyarakat kebanyakan (MBR), atau istilah Yuke wong cilik, untuk bisa menempati rumah-rumah yang sederhana, namun sehat, nyaman dan indah, banyak cara yang bisa dilakukan, dan itu bisa diwujudkan.

Gagasan komprehensif dalam merealisasikan hunian kecil dan nyaman akan bisa diwujudkan,  kalau hal-hal terkait kesehatan lingkungan diperhatikan. Bagaimana sanitasinya, utilitasnya, penyerapan cahaya dalam ruang, dan sebagainya. Dan tak kalah penting pasca hunian itu jadi dan mulai ditempati Estate Management harus ada. Bagaimana nanti tatakelola sampah, perbaikan sarana umum, lampu penerang jalan, dan lain-lain.

“Kalau estate management ini tidak diatur secara bagus  bisa mengganggu lingkungan, muncul kekumuhan, bisa juga genangan dan banjir karena saluran air mampat akibat sampah,“ kata Dr Yuke, anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Kementerian PUPR sangat mendorong keberadaan rumah layak huni tersebut. Dalam diskusi dengan tema ‘Mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui sektor perumahan’ akhir Desember tahun lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, memiliki rumah layak huni sangat penting terutama bagi MBR guna menjamin kesehatan dan keamanan hidup mereka. Dengan rumah layak huni, produktivitas warga meningkat. Terlebih saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, banyak warga melakukan aktivitasnya di rumah.

Ini sejalan dengan gagasan-gagasan Dr Yuke, arsitek yang intens untuk membenahi hunian bagi MBR. Bahkan ia optimis, jika ide-ide arsitek bisa diimplentasikan dalam realita, maka arsitek bisa menjadi agen perubahan. Mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik melalui gagasan/rancangan-rancangannya.

Terlebih jika kerjasama/kolaborasi antar sektor/bidang juga dijalankan, karena hunian yang layak, sehat, nyaman, bisa berdampak terhadap  produktivtas penghuninya. Efek ekonomi bisa terdongkrak maju.

Upaya mewujudkan kawasan hunian yang layak bagi masyarakat kebanyakan atau MBR sebisa mungkin harus komprehensif sejak perencanaan, termasuk memikirkan manajemen setelah hunian itu mulai ditempati. Selain itu ia menekankan kolaborasi antarkementerian terkait untuk hal-hal yang memungkinkan  terbukanya usaha-usaha yang bisa dilakukan masyarakat. Misalnya PUPR berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, dan lainnya. Bagaimana membangun kawasan hunian sederhana sekaligus dipikirkan pula pemberdayaan masyarakatnya, sehingga membuka peluang pekerjaan yang bisa dilakukan penghuni.

 Katakanlah pekerja informal yang tergolong MBR.  Misalnya, di kawasan hunian itu tamannya bukan ditanami bunga atau sekedar penghijauan, melainkan disediakan lahan untuk tanaman produktif. Selain bisa menambah penghasilan, hal ini juga bisa menggerakkan UKM lainnya.

Kawasan Tematik

Pengajar mata kuliah Sejarah Arsitektur dan juga Perancangan Arsitektur ini juga berharap pemerintah tak sekadar membangun kawasan perumahan tapi juga kawasan-kawasan yang tematik bagi MBR.

Jika ingin membangun hunian sederhana dengan tema tertentu yang dipersiapkan untuk destinasi wisata misalnya, dan menyesuaikan  dengan potensi unggulan di daerah setempat, menurut Dr Yuke, pihak yang berwenang bisa bekerjasama atau kolaborasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Situasi pandemi diakuinya benar-benar memacu dirinya untuk perduli terhadap kenyamanan hunian, terutama bagi wong cilik. Seperti kita ketahui dan telah kita rasakan, bagaimana orang dituntut untuk banyak tinggal di rumah selama pandemi Covid 19 mewabah, mengurangi pergerakan, namun harus tetap kreatif dan produktif guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itulah “pesan” pandemi Covid -19 yang ia tangkap, yang kini memasuki tahun kedua namun belum sirna.

Yuke merasa prihatin jika melihat kawasan perumahan yang kecil-kecil itu tidak menarik. Menurutnya, rumah kecil untuk MBR, dan sederhana tidak masalah asal sehat, nyaman dan indah. Karena itu dalam desainnya ia coba menghadirkan rancangan hunian yang meskipun mungil tapi cantik. Bagian depan, misalnya, mendongak ke atas sehingga performance-nya tampak elegan pula.

“Rasa percaya diri pemiliknya tentu berbeda. Rumah kecil tapi indah akan menambah rasa pede-nya,“ ujar Dr Yuke

Proyek pembangunan perumahan. (foto: Kementerian PUPR)

Upaya pemerintah guna memenuhi kebutuhan hunian yang layak ini terus dilakukan. Sejuta rumah bagi masyarakat, begitu slogan yang sering kita dengar. Karena seperti yang dikatakan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, masih ada 14 juta masyarakat berpenghasilan rendah dari 70 juta orang belum memiliki  hunian.

“Ini akan terus kita upayakan melalui program yang ada saat ini. Kita perlu menyediakan rumah yang sehat, agar warganya lebih produktif,” kata Basuki. Karenanya, Basuki menegaskan, pembangunan rumah layak huni ini masih akan menjadi fokus program perumahan Kementerian PUPR pada tahun 2021 ini.

Sementara itu menurut Irawadi (63), kontraktor yang 25 tahun membangun Perumnas di Jawa Barat, program sejuta rumah yang terus diupayakan  pemerintah, tidak mudah diwujudkan. ”Kalau masih ratusan ribu mungkin,“ kata Irawadi yang membangun Perumnas sejak tahun 1995, antara lain di Soreang, Bandung, Cianjur, dan Karawang .

Masalahnya, kata Pak Ir, demikian sapaannya, ketersediaan lahan yang makin sulit. Karena itu setelah tahun 2000-an, luas per kapling untuk tipe-tipe rumah sederhana diturunkan. Dulu tipe 21/60 M2, 36/ 84 atau 90 m2, sekarang tipe 36 itu dengan luas tanah hanya 60 m2.

Keterlibatan arsitek dalam rancangbangun rumah-rumah sederhana selalu disertakan. Karena itu, kata Pak Ir, sudah merupakan bagian dari syarat perizinan. Namun di lapangan kadang ada perubahan-perubahan karena kondisi yang tidak memungkinkan, sehingga juru gambar akan melakukan perubahan di sana-sini.  

Perumahan rakyat. (foto: Kementerian PUPR)

Ir Yuke pun memaklumi hal itu. Menurutnya, tentu ada kesulitan atau kendala yang dihadapi pihak terkait yang terlibat dalam penyediaan pembangunan perumahan layak huni bagi masyarakat. Tidak hanya ASN namun hunian bagi semuanya terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Akan tetapi ia optimis untuk benar-benar bisa mewujudkan hunian layak yang representatif yakni sehat, nyaman dan indah dan mendorong pula penghuninya kreatif dan produktif dengan cara kolaborasi.                                      

Dalam bidang apapun, jika dilakukan oleh ahlinya, pasti menghasilkan karya yang bagus. “Masih banyak kok arsitek yang idealis, masih banyak kok pengembang yang idealis,“ kata Yuke. “Kenyamanan hunian sebaiknya tidak hanya nyaman bagi raga, tapi juga rasa. Karya dengan citarasa yang baik mencerminkan bangsa yang kuat,“ ujar Dr Yuke lagi..

Hal ini senada dengan apa yang pernah dikatakan Menteri PUPR bahwa rumah yang nyaman dan sehat bisa mendorong warganya lebih produktif. Karena itu pembangunan rumah layak huni ini masih akan menjadi fokus program perumahan Kementerian PUPR pada tahun 2021. (iswati)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *