Entertainment
Usmar Ismail di Mata Artis Senior
JAYAKARTA NEWS – Menyambut Hari Film Nasional (HFN) dan 100 Tahun almarhum Usmar Ismail, Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru (PMMB) Kemdikbud Republik Indonesia bekerjasama dengan DFI menggelar acara webinar bersama artis-artis senior sebagai nara sumber.
Tampil sebagai narsum adalah Alice Iskak, Widyawati, Lenny Marlina, Niniek L Karim dan Yan Widjaya. “Pak Usmar penuh inspirasi. Enggak kaku, almarhum banyak humor,” kata Elizabeth Bebasari Iskak alias Alice Iskak, 73 tahun.
Kenangan manis tak terlupakan ketika Alice Iskak bermain dalam film ‘The Big Village” yang disutradarai Usmar Ismail. “Pak Usmar directnya beda. Simpel dan enggak menggurui,” beber Alice Iskak yang awalnya seorang penyanyi ini. Darah seni film mengalir dari ayahnya, Raden Iskak (sutradara) dan saudara-saudaranya yaitu dua kakaknya : Boy Iskak dan Indriati Iskak serta adiknya, Irwan Iskak.
Pendapat Widyawati (70 tahun) juga sama. Pertama Widyawati dikenalkan kepada Usmar lewat ibunya, Aryati yang saat itu sedang syuting film musikal ‘Tiga Dara’. “Lalu pak Usmar minta saya main film religi usai Tiga Dara, yaitu ‘Ya Mualim’. “Waktu itu saya kaget. Pengalaman saya di film nol. Dan saya hanya nonton film garapannya ‘Pedjuang’,” sergap Widya.
Yang lucu, ketika syuting sebagai gadis desa, Usmar Ismail membiarkan Widyawari tetap mengenakan bulu mata palsu. “Dari sini, kemudian almarhum menawarkan 3 film sekaligus untuk saya. Tapi saya hanya cocok di film ‘Bali’ sedang yang 2 film saya tolak,” cerita Widya yang pernah berkecimpung dalam dunia tarik suara bersama Trio Visca.
Soal honor, Widyawati menjawab cepat, enggak tahu. “Maklum, usia saya kala itu 15 tahun. Jadi ibu saya yang mengatur semuanya, termasuk soal honor,” imbuh Widyawati tersenyum. Dalam dunia film, nama Widyawati meroket ketika dipasangkan bersama Sophan Sophiaan (kini almarhum) di film ‘Pengantin Remaja’ dan ‘Perkawinan’ karya sutradara Wim Umboh.
“Tapi yang paling berkesan tetap ‘Ya Mualim’ karena itu film pertama saya,” timpal Widyawati yang dikaruniai 2 anak bernama Romi dan Roma dan cucu ini.
Segendang sepenarian pendapat Lenny Marlina, 67 tahun. Usai merebut gelar Ratu Kebaya Jawa Barat, Lenny yang kala itu masih berusia 16 tahun iseng-iseng ikut casting film ‘Ananda’ yang disutradarai Usmar Ismail. “Lucunya, ketika nama saya dipanggil panitia, pak Usmar bilang… ini enggak usah ditest… langsung main film… saya jadi enggak enak sama peserta lain,” kenang Lenny Marlina terkekeh.
“Pak Usmar sangat rileks, direct nya enak sampai ke point terkecil,” papar Lenny Marlina yang merasakan kehilangan yang sangat besar dengan wafatnya Usmar Ismail di tahun 2017 dalam usia 50 tahun.
Karena ‘Ananda’ adalah film terakhir Usmar Ismail sekaligus film pertama Lenny Marlina. “Buat saya, Usmar Ismail adalah segala-galanya. Dia telah mengubah hidup saya. Dengan honor yang saya terima, saya bisa menyekolahkan adik saya,” urai Lenny Marlina yang meraih pendatang baru terbaik di ajang FFAP.
Aktris terakhir yang memberikan testimoni adalah Niniek L Karim, 72 tahun. Aktris senior yang juga dosen pasca sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini murid teater dan film Teguh Karya (almarhum), yang digelari ‘cermin’ Usmar Ismail karena hubungannya yang sangat dekat. “Saya nonton film-filmnya Usmar, seperti ‘Darah dan Doa’, ‘Lewat Djam Malam’, ‘Pedjuang’, ‘Tiga Dara’ dll. Saya lihat Usmar punya visi dan misi dalam film-filmnya. Perenungannya sangat dalam,” ujar Niniek L Karim yang meraih 2 piala Citra sebagai pemeran pendamping wanita terbaik lewat film ‘Ibunda’ dan ‘Pacar Ketinggalan Kereta’ yang semuanya karya Teguh Karya.
Sedangkan pengamat film Yan Widjaya mengemukakan, dua film karya Usmar Ismail yaitu ‘Pedjuang’ dan ‘Anak Perawan di Sarang Penyamun’ (diangkat dari novel karya Sutan Takdir Alisjahbana) plus ‘Harimau Tjampa’ karya Djaduk Djajakusuma adalah sederet film berwajah Indonesia. “Sudah saatnya film film tersebut direstorasi agar bisa ditonton generasi muda Indonesia,” usul Yan Widjaja.
Dan kritikus film yang juga aktif di PWI Pusat dan Dewan Pers, Wina Armada Sukardi sudah berkali-kali mengusulkan kepada pemerintah agar Usmar Ismail dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional. “Banyak pahlawan nasional dari kalangan militer. Nah, apa sih susahnya pahlawan nasional dari bidang kebudayaan. Usmar Ismail memenuhi syarat,” urai Wina Armada sembari ditambahkan sebelum terjun ke dunia film, Usmar Ismail memang bertugas sebagai tentara kemudian banting setir ke film.
Tiga tahun silam, Pusbang Film Kemdikbud yang dipelopori oleh Maman Wijaya, Adisurya Abdy dan insan film lain pernah mengusulkan hal tersebut. Dia peletak dasar dan Bapak Perfilman Nasional. Perintis film berjiwa Indonesia, dimana produser, sutradara, pemain dan crewnya adalah orang Indonesia. Pendiri Perfini, FFI dan Festival Film Asia yang berubah menjadi Festival Film Asia Pasifik. (pik)