Connect with us

Kabar

UBJ, Garda Terdepan Perjuangan Intelektual

Published

on

BEKASI, JAYAKARTA NEWS – Orasi Kebudayaan oleh Prof (Ris) Hermawan “Kikiek” Sulistyo hari ini, Selasa (25/7) di kampus Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) Bekasi berhasil memprovokasi banyak pihak. Orasi berjudul “The Death of The Intellectuals”, telah mengusik para hadirin, yang sebagian besar adalah kaum intelektual, akademisi.

Beruntung, sebelum sampai pada materi orasi, ada pidato endorsement dari Rektor UBJ, Irjen Pol Purn. Prof. Dr. Drs. H. Bambang Karsono, SH, MM. Point penting yang dia sampaikan adalah, UBJ siap menjadi garda terdepan sebagai pejuang intelektual.

Hal itu relevan dengan topik Orasi Kebudayaan Prof Kikiek: The Death of The Intellectuals, Nation-State, Saintek, dan Masa Depan Peradaban. “Sebuah fakta tercermin adanya tantangan baru yang menuntut pemikiran kritis dan kolaborasi lintas disiplin ilmu,” tandasnya.

Rektor UBJ, Irjen Pol Purn. Prof. Dr. Drs. H. Bambang Karsono, SH, MM. (foto: firman hidayatullah)

Menurut Karsono, kata “The Death” tidak diartikan sebagai kematian, melainkan krisis intelektualitas. Dalam arti, intelektual sebagai pejuang kemajuan peradaban. “Karenanya peran perguruan tinggi menjadi kunci bagi masa depan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Sebagai Rektor, ia menegaskan tentang concern UBJ terhadap masa depan peradaban. Pihaknya menyadari juga ihwal tantangan dan konsekuensi peradaban yang semakin kompleks. Ia mencontohkan perkembangan dunia teknologi yang di satu sisi menggelontorkan informasi berlebihan.

Saking berlebihannya, terkadang mempersingkat rentang perhatian, ruang gema dan bias konfirmasi, sehingga acap kali berujung pada disinformasi dan berita palsu. Itu yang Bambang Karsono sebut sebagai kesenjangan digital.

Termasuk di antaranya masalah privasi dan keamanan, persoalan kekayaan intelektual, media sosial dan perilaku online, kecanduan dan gangguan teknologi. “Sekali lagi, dengan begitu banyak tantangan, makan peran kaum intelektual sangat penting,” tandasnya.

Acara Orasi Kebudayaan itu menjadi wadah yang luar biasa untuk merangkul nilai-nilai kebudayaan, refleksi intelektual, dan eksplorasi ide mendalam yang melampuai batas-batas disiplin limu.

Bambang Karsono menutup endorsement-nya dengan menyampaikan quote menarik dari Albert Einstein: “Imagination is more important than knowledge”. Imajinasi berada di atas ilmu pengetahuan dikarenakan induk ilmu pengetahuan adalah imajinasi dan rasa keiingintahuan.

Testimoni dan Orasi

Dalam kesempatan itu, sejumlah sahabat Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo juga didaulat ke podium untuk memberikan testimoninya. Mereka antara lain Sukardi Rinakit (Staf Khusus Presiden Bidang Politik), Komjen Pol Purn Ahwil Luthan, Letjen TNI Purn Suaidi Marasabessy, Prof Dr Jarnuzy Gunlazuardi (UI), dan Prof Syamsuddin Haris (LIPI, sekarang Dewan Pengawas KPK).

Ada begitu banyak kenangan yang masih melekat antara mereka dengan Prof Kikiek. Satu hal menarik, bahwa hampir semua sahabat tadi menyebut sosok Prof Kikiek sebagai “provokator”. Tentu dalam konteks yang berbeda.

Demo karate atlet-atlet Renzo United asuhan Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo. (foto: sumarno)

Sebelum sampai di acara orasi kebudayaan, panitia menyuguhkan atraksi demo kata dan kumite dari para karateka asuhan Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo di Dojo Renzo. Para karateka Renzo United tampil memukau dengan gerakan-gerakan eksplosif.

Beberapa di antara mereka adalah karateka yang mengantongi banyak prestasi di berbagai kejuaraan dalam dan luar negeri. Sensei Putu Mahardhika memandu jalannya demo karate di auditorium UBJ, Ghra Tanoto itu.

Usai demo karate, dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng ulang tahun Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo, diiringi lantunan back-sound lagu “Ulang Tahun”-nya Jamrud.

Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo. (foto: firman hidayatullah)

Puncak kegiatan, adalah Orasi Kebudayaan Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo. Ia berjalan menuju podium membawa teks, tetapi lebih banyak bicara lepas. Hanya bagian terakhir materi orasinya saja yang ia bacakan. Begini bunyinya:

Tugas sejarah kaum intelektual sudah memasuki critical phase, injury time. Dimatikan oleh lingkungan strategis sejak awal. Pendidikan dasar dan menengah sudah menjauhkan logika empirik dari persiapan psikologi-kematian. Pada jenjang pendidikan tinggi, terjadi pembunuhan yang lebih kejam. Atas nama efisiensi dan perhitungan ekonomis, fakultas-fakultas MIPA dan Saintek dimatikan jika tidak memenuhi kuota jumlah minimum mahasiswa. Yang tertinggal adalah degradasi pembodohan setiap cohort generasi. Akibatnya terjadi penurunan kualitas (fisik) kehidupan. Jika bangsa-bangsa lain menikmati leisure time sebagai salah satu indikator kesejahteraan karena mereka bisa menikmati produk saintek-peradaban, kita terseok-seok kebingungan menatap arah surga-neraka. Le carefour sans soleil.

Yang tersisa kemudian adalah desain pendidikan dan karier Doktor Scopus. Ahli Peneliti-Absensi-Sangat-Utama. Dan Profesor-Selebgram-Rajin-Webinar. Intelektualisme telah kehilangan rohnya.

Karena alasan-alasan itulah saya merasa tidak ada lagi pilihan-pilihan dilematis DAN/ATAU. The Intellectuals are dead!!

Menyusuli wafatnya Pluto, kaum intelektual kini telah Wafat. Mati. Modar kon !! (rr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *