Connect with us

Feature

Bergoyang-goyang di Tubir Jurang Pangrango

Published

on

Jayakarta News – Enam bulan jenuh dengan virus corona, keluarga besar Hj. Isah memecahnya dengan melakukan rekreasi keluarga. Objek yang dituju adalah kawasan Taman Nasional Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi tepatnya di Desa Gunung Pangrango, Kec. Kadudampit.

Akhir Agustus 2020, perjalanan rekreasi keluarga dimulai dari titik Bambu Apus, Jakarta Timur. Tepat pukul 07.00, rombongan berangkat dengan iring-iringan delapan mobil, menempuh jarak sekitar 130 km dalam waktu sekitar 3,5 jam. Karena memilih berangkat Sabtu, risikonya jalanan lumayan ladat.

Setiba di kawasan Situ Gintung, rombongan langsung menuju Villa Trees’na, sarana akomodasi yang sudah di-booking sebelumnya. Sore itu, kami memilih menikmati villa yang berada di lokasi penuh pepohonan, dan berhawa sejuk.

Villa De Trees’Na. (ist)

Adapun destinasi Situ Gunung yang kami tuju, jaraknya kurang lebih 500 meter dari villa. Kami memutuskan menikmatinya esok Minggu, usai sarapan. Sambil menikmati suasana kumpul keluarga besar, kami ngobrol sampai larut, hingga satu per satu undur diri menuruti kemauan kantuk.

Esok hari, Minggu berawan, kami menuju Situ Gunung. Tiket masuk per orang Rp 18.500. Tapi jika Anda berkunjung di hari kerja, tiketnya dua ribu lebih murah. Tiket itu belum temasuk tiket ke objek utama di lokasi ini, yakni melintas di jembatan gantung terpanjang di Asia Tenggara.

Benar. Untuk bisa melintas jembatan gantung, masih harus merogoh kocek Rp 50 ribu per orang. Itu untuk kategori tiket kelas biasa. Pengelola juga menyiapkan dua jenis tiket VIP, masing-masing seharga Rp 100 ribu dan Rp 125 ribu.

Anda mungkin bertanya, sama-sama tiket melintas jembatan gantung, kenapa ada yang kategori biasa dan VIP?

Ini bedanya. Tiket yang Rp 50 ribu, terbilang tiket “ekonomis”. Sedangkan yang VIP, ada layanan antar-jemput pakai mobil, plus mendapatkan konsumsi. Adapun selisih Rp 25 ribu di antara dua tiket kategori VIP, dibedakan pada jenis atau menu makanannya.

Pilihan beli tiket yang mana, ada di tangan Anda. Pilih yang hemat, Anda bisa sambil jalan sehat menuju jembatan gantung. Pilih yang mahal, anda akan mendapatkan kenyamanan dan kenikmatan hidangan.

Berpose di tepi jembatan gantung, lengkap dengan sabuk pengaman. (ist)

Dari objek yang satu ini, bisa lanjut ke objek wisata Curug Sawer, yang berjarak sekitar 25 menit perjalanan dengan kendaraan, atau satu jam jalan kaki. Untuk menuju objek wisata air terjun tadi, Anda juga bisa memakai jasa layanan ojek yang disiapkan pengelola Situ Gunung.

Dari pengamatan di lapangan, pengelola cukup ketat memberlakukan protokol kesehatan. Semua pengunjung yang berwisata ke Situ Gunung wajib mengenakan masker dan cek suhu tubuh. Sebagai langkah antisipatif terhadap pengunjung yang alpa tidak bermasker, pengelola memberi komplimen masker cantik bertuliskan Situ Gunung untuk setiap pembelian tiket.

Lagi-lagi, jenis masker dibedakan atas kelasnya. Sekilas pembedanya terletak pada warna. Dan kami dari rombongan keluarga besar Hj. Isah pun membeli tiket dengan aneka kelas. Ada yang memilih kelas “gocap”-an, ada yang memilih tiket “cepek”-an.

Menjelang jembatan gantung, pengelola menghidangkan teh dan kopi yang bisa dipilih salah satu. Selain itu, juga tersedia cemilan tradisional semacam pisang rebus dan singkong rebus. Sambil menunggu giliran melintas di jembatan gantung terpanjang, pengunjung disuguhi atraksi seni tradisi di panggung teater.

Adapun tentang suspension bridge (jembatan gantung) Situ Gunung itu sendiri, bisa dibilang sebagai salah satu ikon pariwisata Sukabumi. Ia dibangun tahun 2017, atas kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan pihak swasta. Lokasinya berada di kawasan taman nasional Gunung Gede Pangrango.

Panjang jembatan kurang lebih 243 meter dan ketinggian kurang lebih 150 meter dari permukaan tanah. Cukup sensasional berada di atasnya. Tak heran jika objek ini banyak dikunjungi wisatawan. Utamanya di hari libur.

Sekalipun ramai, pengelola hanya membatasi maksimal 90 orang yang diizinkan berada di atas jembatan gantung pada saat bersamaan. Alhasil, pengunjung harus rela antre.

Ihwal keamanan, tidak perlu khawatir. Setiap pelintas jembatan gantung dipasang semacam sabuk pengaman. Anda aman dari terpaan angin kencang, atau kondisi yang lebih buruk. Meski begitu, Anda tetap harus punya nyali.

Makin ke tengah Anda meniti, makin terasa kencang goyangannya. Orang Medan bilang, “ngeri-ngeri sedap….” rasanya.

Penulis (Supriyadi) di Situ Gunung. (ist)

Dari jembatan yang begoyang, Anda bisa menyapu pandang ke hutan tropis di sekeliling. Hijau, sejuk, sangat memanjakan mata. “Utang-utang serasa lunas seketika,” ujar seorang pengunjung disusul tawa lebar temannya.

Jembatan ini memang menjadi multifungsi. Selain fungsi pariwisata yang sangat bagus, sekaligus memperpendek jarak menuju Curug Sawer, salah satu objek wisata tak jauh darinya. Tanpa kehadiran jembatan gantung, objek Curug Sawer akan sangat jauh dan terpencil. Bahkan terisolir.

Sebelum ada jembatan gantung ini para pengunjung yang ingin menuju Curug Sawer bisa menghabiskan waktu kurang lebih satu jam jika berjalan kaki karena harus mengitari bukit. Sementara jika melewati jembatan gantung hanya butuh waktu kurang lebih 20 menit.

Hanya saja, gara-gara corona, pengelola sempat menutup kunjungan wisatawan hampir lima bulan lamanya. Penutupan tepatnya sejak 16 Maret 2020 dan baru dibuka kembali pertengahan Juli 2020.

Anda ingin mencoba? (Supriyadi/Mons)

Video terkait:

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *