Connect with us

Kolom

ASN Rasa TNI-Polri, TNI-Polri Rasa ASN

Published

on

Diberlakukannya UU No 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyedot banyak perhatian masyarakat. Pasal krusial yang banyak mendapat sorotan adalah pasal 19 di mana TNI Polri dapat mengisi jabatan di institusi sipil (ASN).

Pengesahan UU 20/2023 merupakan hasil amandemen atas UU No 5 Tahun 2014. Setidaknya ada delapan fraksi di DPR yang mendukung pengesahan UU tersebut. Mereka adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.

Berdasarkan Pasal 19 Ayat (3) UU ASN terbaru, setidaknya ada 14 kementerian atau lembaga di instansi pusat yang dapat diisi oleh prajurit TNI, meliputi Koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian di bidang politik dan keamanan negara; Pertahanan Negara; Sekretariat Militer Presiden; Intelijen Negara; Sandi Negara; Ketahanan Nasional; Pertahanan Nasional; Pencarian dan Pertolongan Nasional; Penanggulangan Narkotika Nasional; Penanggulangan Bencana Nasional; Penanggulangan Terorisme; Peradilan Militer; Penuntutan Tindak Pidana Militer; dan Keamanan Laut.

Sedangkan Pasal 19 Ayat (4) UU ASN, personel Polri bisa mengisi 11 pos kementerian dan lembaga di instansi pusat yang mencakup. Ke-11 kementerian/lembaga tersebut adalah: Koordinasi, Ninkronisasi, dan Pengendalian di Bidang Politik dan Keamanan Negara; Sekretariat Militer Presiden; Intelijen Negara; Sandi Negara; Ketahanan Nasional; Pencarian dan Pertolongan Nasional; Penanggulangan Narkotika Nasional; Penanggulangan Bencana Nasional; Penanggulangan Terorisme; Pemberantasan Korupsi; dan Keamanan Laut.

Pasukan TNI siap ditugaskan untuk misi mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). (Foto: BNPB)

Pro – Kontra

Wacana yang berkembang di masyarakat bisa kelompokkan menjadi dua. Yang pertama sebagian kelompok masyararkat yang menolak. Kedua, sebagian masyarakat lain yang menerima.

Pihak yang menolak, beranggapan bahwa keterlibatan TNI-Polri di instansi sipil, bisa berimplikasi buruk pada perkembangan demokrasi. Salah satu kelompok penentang adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Kontras mengecam keras revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengizinkan prajurit TNI dan anggota Polri bisa menduduki jabatan ASN. Kontras melihatnya sebagai pembangkangan terhadap hukum dan semangat reformasi yang menghendaki penghapusan dwifungsi ABRI serta penguatan terhadap supremasi sipil.  “Dalam aspek substansial, diperkenankannya TNI-Polri menduduki posisi pada ASN merupakan jalan pemerintah untuk mengembalikan hantu dwifungsi TNI-Polri sebagaimana terjadi pada zaman Orde Baru,” kata Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, Jumat (6/10/2023).

Kontras juga mengatakan, hal ini menempatkan TNI dan Polri tidak profesional. Terlebih lagi, tidak ada kedaruratan yang signifikan untuk menempatkan prajurit dan polisi di dalam tubuh ASN. [1]

Sedangkan, kelompok masyararkat yang mendukung, antara lain datang dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). Menurut peneliti ISESS, Bambang Rukminto, penerapan prinsip resiprokal UU ASN yang memperbolehkan TNI-Polri menduduki jabatan tertentu ASN di instansi pusat, berdampak besar. Ia akan menghapus dikotomi sipil-militer yang selama ini terjadi.

Harapannya bisa membangun profesionalisme ASN di masa depan. Meski begitu Bambang menegaskan, bahwa alih status ASN harus jelas dan tegas. Untuk itu diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang rigid. Salah satunya merevisi UU Polri dan UU TNI yang mewajibkan TNI-Polri yang mengisi jabatan di institusi sipil harus mengundurkan diri. [2]

Sinergitas Polri-ASN-TNI. (foto: tribratanewsbantul)

Kesimpulan

Secara konstitusional, peraturan perundang-undangan adalah mengikat, dan menjadi kewajiban warga negara untuk melaksanakannya. Tak terkecuali pemberlakuan UU No 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

Dari perspektif positif, harus diakui, ada beberapa posisi dan jabatan di institusi kementerian/lembaga yang memerlukan keahlian (skill) khusus, dan itu dimiliki oleh prajurit TNI atau Polri. Sebagai contoh, jabatan penanggulangan bencana alam di institusi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Betapa pun prajurit TNI, memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menerobos medan bencana, membuka area yang terisolir, maupun ketika melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan yang terdampak musibah. Karena itulah, kita sering menyaksikan bagaimana prajurit TNI – Polri berada di garda paling depan saat negara kita tertimpa bencana.

Sebaliknya, UU tersebut juga dirasa cukup adil, manakala memuat pasal yang (juga) membolehkan ASN menduduki jabatan di institusi TNI-Polri. Sebab, untuk jabatan dan posisi tertentu, secara profesionalitas ASN lebih baik dibanding TNI-Polri. Sebagai contoh, jabatan di bagian administrasi, keuangan, dan lain-lain yang bersifat non-kombatan. Bukan di posisi tempur atau penegakan keamanan-ketertiban masyarakat. (*)

Nadhira Andien Ernandita
221010201994 || Semester 3

Universitas Pamulang Fakultas Ilmu Hukum
Jl. Raya Puspitek, Buaran, Kec. Pamulang,
Kota Tangerang Selatan,
Banten 15310


[1] https://nasional.kompas.com/read/2023/10/06/15585321/kontras-kecam-revisi-uu-asn-karena-tni-polri-tetap-bisa-jadi-asn.

[2] https://www.antaranews.com/berita/3763440/pengamat-alih-status-tni-polri-di-uu-asn-harus-jelas-dan-tegas

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *