Ekonomi & Bisnis
Menkeu Blak-blakan Bicara Soal SDM di Cornell University
JAYAKARTA NEWS – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) menandaskan, tantangan terbesar dalam peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) di Indonesia tidak terletak pada kebijakan atau anggaran, melainkan pada eksekusinya.
SMI mengingatkan bahwa hasil belanja untuk SDM tidak terlihat secara langsung, dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melihat hasilnya. Oleh karena itu, isu SDM perlu diatasi dengan pendekatan teknologi. Untuk itulah, isu ini perlu terus didiskusikan, termasuk dengan akademisi.
Hal itu disampaikan Menkeu saat memberikan kuliah umum di Cornell University, Amerika Serikat, Rabu (10/4/2019) waktu setempat.
Menkeu SMI menekankan, supaya kebijakan pengembangan SDM dapat terus dilakukan, pemerintah memerlukan dukungan masyakarat, di antaranya melalui pajak. Menurutnya, pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan bagi wajib pajak.
“Pajak juga bukan semata-mata untuk penerimaan. Kami menggunakan instrumen pajak dan kebijakan fiskal untuk memberikan insentif kepada orang yang tepat,” tandas Menkeu.
SMI melihat era revolusi industri 4.0 ini, telah memberikan kesempatan bagi negara berkembang dan negara emerging untuk melanjutkan pembangunan.
Salah satu tantangan yang masih dihadapi Indonesia untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0, adalah bagaimana pengembangan SDM.
Untuk menjawab tantangan tersebut, tambah Menkeu, pemerintah menggunakan berbagai instrument. Pemerintah misalnya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, anggaran kesehatan 5 persen, dan anggaran jaring pengaman sosial sebesar 10 persen.
Sekalipun begitu, pemerintah masih dihadapkan pada berbagai tantangan dalam membelanjakan anggaran pendidikan. Pertama, bagaimana membelanjakan anggaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merata di wilayah Indonesia.
Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan dengan anggaran yang telah didesentralisasi, yang memerlukan penguatan sinergi antara Pemerintah pusat dan daerah.
Ketiga, bagaimana pendidikan menghasilkan keterampilan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan industri.
Keempat, bagaimana kebijakan fiskal dapat memberikan insentif untuk mendorong partisipasi pihak swasta dalam pendidikan.
Dalam kebijakan fiskal, Pemerintah telah memberikan beberapa mekanisme insentif, antara lain insentif pengecualian pajak untuk buku literatur, insentif pajak untuk riset dan pelatihan vokasi.
“Kami juga membuat sovereign wealth fund untuk pendidikan dimana dalam periode 10 tahun telah menghasilkan banyak hal. Kami bisa mengirimkan 25.000 mahasiswa ke universitas terbaik di dunia termasuk Cornell University. Kami juga membuat sovereign wealth fund untuk riset sebagai sarana alumni dan swasta untuk menguatkan riset dan development,” jelas Menkeu.
Menkeu menambahkan pula, untuk di bidang kesehatan, pemerintah dihadapkan pada persoalan stunting yang masih menjadi persoalan utama di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah telah bekerja sama dengan World Bank untuk mengatasi hal tersebut. Selain itu, Pemerintah juga telah membuat universal health coverage untuk mengatasi berbagai masalah di bidang kesehatan. (pr)