Connect with us

Kolom

Mengapa Malang Memiliki Dua Alun-Alun?Ini Kajian Sejarah dan Makna di Baliknya

Published

on

Wajah Alun-alun Tugu Malang setelah direnovasi dengan membuang pagar dan menambah Jogging Track (Foto: Heri Mulyono)

JAYAKARTA NEWS – Malang adalah salah satu kota di Jawa Timur yang memiliki dua alun-alun, yaitu alun-alun Merdeka dan alun-alun Tugu. Kedua alun-alun ini memiliki sejarah dan makna yang berbeda, baik dari segi bentuk, fungsi, maupun simbolisme.

Alun-alun Merdeka adalah alun-alun yang lebih tua dan lebih luas dari alun-alun Tugu. Alun-alun ini didirikan oleh Bupati Malang pertama, Notodingirat I, pada tahun 1818, sebagai pusat pemerintahan dan keagamaan kota Malang.

Alun-alun ini berbentuk kotak dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan penting, seperti masjid, pendopo, pasar, dan kantor pemerintah. Alun-alun ini juga menjadi tempat berlangsungnya berbagai upacara adat dan ritual keagamaan, seperti Maulid Nabi, Sekaten, dan Grebeg.

Namun, setelah Belanda menguasai Malang pada tahun 1879, alun-alun Merdeka mulai kehilangan eksklusivitasnya sebagai simbol kekuasaan. Belanda merasa tidak nyaman dengan kehadiran masyarakat pribumi yang sering berkumpul dan beraktivitas di alun-alun, seperti berdagang, bermain, dan bercengkrama.

Belanda juga merasa alun-alun Merdeka tidak sesuai dengan konsep tata kota Eropa yang rapi dan modern. Oleh karena itu, Belanda memutuskan untuk membangun alun-alun baru yang lebih representatif bagi kepentingan dan gaya hidup mereka.

Alun-alun baru yang dibangun oleh Belanda adalah alun-alun Tugu, yang terletak di sebelah utara alun-alun Merdeka. Alun-alun ini didirikan pada tahun 1884, di atas lahan bekas hutan yang dibersihkan oleh Belanda.

Alun-alun ini berbentuk bundar dan di tengahnya terdapat tugu yang menjadi lambang kota Malang. Alun-alun ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan bergaya Eropa, seperti hotel, restoran, dan toko-toko. Alun-alun ini juga menjadi tempat berlangsungnya berbagai acara sosial dan budaya Belanda, seperti pesta dansa, konser musik, dan pameran seni.

Dengan demikian, alun-alun Tugu merupakan bentuk manifestasi dari keinginan Belanda untuk memisahkan diri dari masyarakat pribumi dan menciptakan identitas kota Malang yang baru. Alun-alun Tugu juga merupakan simbol dari dominasi politik, ekonomi, dan budaya Belanda di Malang. Sementara itu, alun-alun Merdeka tetap menjadi milik masyarakat pribumi dan menjadi saksi bisu dari perjuangan mereka melawan penjajahan Belanda.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, alun-alun Tugu mengalami perubahan makna dan fungsi. Alun-alun ini menjadi sasaran serangan dari tentara Republik Indonesia yang ingin merebut kembali kota Malang dari tangan Belanda.

Pada tahun 1946, tugu yang ada di tengah alun-alun dihancurkan oleh tentara Republik Indonesia sebagai simbol kemenangan mereka. Kemudian, pada tahun 1953, tugu tersebut dibangun kembali oleh Presiden Sukarno sebagai simbol kemerdekaan dan persatuan bangsa.

Alun-alun Tugu pun menjadi tempat berlangsungnya berbagai acara nasional dan patriotik, seperti upacara bendera, peringatan hari besar, dan demonstrasi rakyat. Renovasi terakhir Alun-alun Tugu Malang dilakukan pada tahun 2023 dengan menghilangkan pagar dan penambahan Jogging Track.

Sementara itu, alun-alun Merdeka juga mengalami perubahan makna dan fungsi. Alun-alun ini menjadi tempat berlangsungnya berbagai acara sosial dan budaya masyarakat Malang, seperti festival kuliner, pasar malam, dan pertunjukan seni. Alun-alun ini juga menjadi tempat rekreasi dan bersantai bagi warga Malang, terutama setelah direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Malang pada tahun 2014. Alun-alun ini kini dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti taman bunga, arena bermain, toilet, air mancur, dan tempat duduk.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan keberadaan dua alun-alun di Malang adalah karena adanya dualisme sejarah, politik, dan budaya antara pribumi dan Belanda. Alun-alun Merdeka dan alun-alun Tugu mewakili dua wajah kota Malang yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Kedua alun-alun ini juga menjadi saksi dari dinamika perkembangan kota Malang dari masa ke masa. Kedua alun-alun ini kini menjadi bagian dari identitas dan kebanggaan warga Malang. (Heri)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *