Connect with us

Kolom

Empat Suksesi Raja-Raja Nusantara yang Penuh Intrik dan konflik

Published

on

Ilustrasi/create by AI, heri

JAYAKARTA NEWS – Nusantara, yang kini dikenal sebagai Indonesia, adalah wilayah yang memiliki sejarah dan budaya yang kaya dan beragam. Salah satu aspek yang menarik dari sejarah Nusantara adalah keberadaan kerajaan-kerajaan yang pernah berjaya dan berpengaruh di kawasan ini. Kerajaan-kerajaan ini memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, tetapi umumnya mengikuti tradisi monarki, yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja atau sultan yang memiliki kekuasaan tertinggi.

Suksesi, atau pergantian kepemimpinan, adalah salah satu proses penting dalam sistem monarki. Suksesi menentukan siapa yang akan menjadi penerus takhta dan melanjutkan warisan dan tanggung jawab raja sebelumnya. Suksesi juga dapat mempengaruhi nasib dan arah perkembangan kerajaan, baik dalam hal politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun agama. Oleh karena itu, suksesi sering kali menjadi peristiwa yang menarik dan menegangkan, baik bagi para pelaku maupun penontonnya.

Dalam sejarah Nusantara, terdapat beberapa peristiwa suksesi yang fenomenal, yaitu suksesi yang menimbulkan kontroversi, konflik, atau dampak yang besar bagi kerajaan dan masyarakatnya. Berikut adalah empat contoh suksesi raja-raja Nusantara yang fenomenal:

Suksesi di Singasari
Suksesi Ken Arok dan Ken Dedes di Singasari. Ken Arok dan Ken Dedes adalah tokoh legendaris yang menjadi pendiri Kerajaan Singasari, salah satu kerajaan besar di Jawa Timur pada abad ke-13. Kisah suksesi mereka adalah kisah yang penuh dengan intrik, pengkhianatan, dan cinta. Ken Arok adalah seorang bandit yang jatuh cinta pada Ken Dedes, istri dari Tunggul Ametung, raja Kediri. Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan keris buatan Mpu Gandring, seorang pandai besi yang juga dibunuh oleh Ken Arok karena tidak segera menyelesaikan kerisnya.

Ken Arok lalu menikahi Ken Dedes dan merebut takhta Kediri. Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari dan memperluas wilayahnya dengan mengalahkan Kerajaan Janggala dan Kerajaan Kertanegara. Namun, Ken Arok juga menghadapi pemberontakan dari anak-anaknya sendiri, yaitu Anusapati dan Panji Tohjaya, yang juga ingin merebut takhta.

Ken Arok akhirnya tewas dibunuh oleh Anusapati, yang kemudian juga dibunuh oleh Panji Tohjaya. Panji Tohjaya sendiri kemudian dibunuh oleh Ranggawuni, putra Ken Arok dari Ken Dedes, yang kemudian menjadi raja Singasari berikutnya dengan gelar Kertanegara.

Suksesi di Majapahit
Suksesi Raden Wijaya dan Jayakatwang di Majapahit. Raden Wijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit, kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara pada abad ke-14. Suksesi Raden Wijaya adalah suksesi yang penuh dengan tipu muslihat dan strategi. Raden Wijaya adalah menantu dari Kertanegara, raja Singasari terakhir, yang dibunuh oleh Jayakatwang, raja Kediri, pada tahun 1292.

Jayakatwang kemudian menguasai Singasari dan mengejar Raden Wijaya, yang melarikan diri ke Madura. Di sana, Raden Wijaya mendapat bantuan dari pasukan Mongol yang dikirim oleh Kubilai Khan, kaisar Tiongkok, untuk menghukum Kertanegara karena telah menghina utusannya. Raden Wijaya berpura-pura bersahabat dengan pasukan Mongol dan meminta bantuan mereka untuk menyerang Jayakatwang.

Pasukan Mongol berhasil mengalahkan Jayakatwang dan menangkapnya. Namun, Raden Wijaya kemudian mengkhianati pasukan Mongol dan menyerang mereka dari belakang. Raden Wijaya lalu membebaskan Jayakatwang dan membunuhnya. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dan menjadi raja pertamanya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

Suksesi di Majapahit
Suksesi Gajah Mada dan Tribhuwana Wijayatunggadewi di Majapahit. Gajah Mada dan Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah tokoh penting yang membawa Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-14. Suksesi mereka adalah suksesi yang penuh dengan heroisme dan ambisi. Gajah Mada adalah seorang panglima perang yang setia dan berbakat.

Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah putri dari Raden Wijaya, raja Majapahit pertama, dan ibu dari Hayam Wuruk, raja Majapahit keempat. Pada tahun 1328, Tribhuwana Wijayatunggadewi naik takhta menggantikan ayahnya yang meninggal. Dia kemudian menunjuk Gajah Mada sebagai patih, atau perdana menteri. Gajah Mada memiliki cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Dia mengucapkan sumpah yang terkenal sebagai Sumpah Palapa, yaitu bahwa dia tidak akan menikmati makanan yang berasa sebelum berhasil menaklukkan seluruh wilayah Nusantara.

Gajah Mada kemudian memimpin pasukan Majapahit dalam berbagai ekspedisi militer untuk merealisasikan cita-citanya. Salah satu ekspedisi terbesarnya adalah ekspedisi ke Pulau Bali pada tahun 1343, yang berhasil menundukkan Kerajaan Pejeng dan Kerajaan Gelgel. Dengan demikian, Gajah Mada berhasil memenuhi Sumpah Palapa dan membuat Majapahit menjadi kerajaan yang menguasai hampir seluruh Nusantara.

Namun, Gajah Mada juga menghadapi tantangan dari dalam kerajaan. Pada tahun 1350, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti, seorang bupati yang tidak puas dengan kebijakan Gajah Mada. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pasukan Majapahit, tetapi menimbulkan korban jiwa yang banyak, termasuk beberapa kerabat raja. Akibatnya, Gajah Mada diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai patih. Tribhuwana Wijayatunggadewi juga turun takhta dan menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hayam Wuruk. Gajah Mada meninggal pada tahun 1364, sedangkan Tribhuwana Wijayatunggadewi meninggal pada tahun 1370.

Suksesi di Mataram
Sultan Agung dan Amangkurat I adalah raja-raja Mataram, kerajaan Islam terbesar di Jawa pada abad ke-17. Suksesi mereka adalah suksesi yang penuh dengan perubahan dan kontradiksi. Sultan Agung adalah raja Mataram ketiga, yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Dia dikenal sebagai raja yang berani dan visioner. Dia berhasil memperluas wilayah Mataram dengan menaklukkan hampir seluruh Jawa, kecuali Batavia, yang dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Sultan Agung juga melakukan reformasi dalam bidang administrasi, hukum, agama, budaya, dan militer. Dia memindahkan ibu kota Mataram dari Kota Gede ke Karta, yang kemudian dikenal sebagai Yogyakarta. Dia juga membangun Masjid Agung Mataram, yang menjadi pusat kegiatan Islam.

Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dan digantikan oleh putranya, Raden Mas Sayyidin, yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I adalah raja Mataram keempat yang memerintah dari tahun 1646 hingga 1677.

Dia mencoba untuk membawa stabilitas jangka panjang di Jawa, yang sering dilanda pemberontakan. Dia juga memindahkan ibu kota Mataram dari Karta ke Plered. Namun, kebijakan-kebijakannya banyak menimbulkan ketidakpuasan di internal kerajaan. Dia harus menghadapi beberapa kali percobaan penggulingan kekuasaan dan pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya.

Kesimpulan
Salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari empat suksesi di atas adalah bahwa suksesi raja-raja Nusantara sering kali melibatkan peristiwa-peristiwa yang dramatis, seperti pembunuhan, pengkhianatan, pemberontakan, dan perang. Suksesi juga menunjukkan adanya dinamika dan perubahan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama dari kerajaan-kerajaan Nusantara.

Suksesi juga dapat mempengaruhi nasib dan arah perkembangan kerajaan, baik dalam hal kemajuan, kemunduran, atau kejatuhan. Suksesi juga merupakan salah satu sumber informasi sejarah yang penting untuk memahami latar belakang dan karakteristik dari raja-raja Nusantara dan masyarakatnya. (Heri)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *