Connect with us

Kabar

Kualitas Wisudawan Jadi Syarat Bekerja

Published

on

Ketua Yayasan Sontina Grice Tambunan, Direktur Akademi Pariwisata Medan Hotel School, Joe Nasroen, S.Sos.,M.AP dan staf pengajar serta tamu undangan wisuda. (Foto: Monang Sitohang)

Jayakarta News – Perkembangan zaman menimbulkan konsekuensi daya saing dan tantangan lebih berat. Saat ini, zaman menginjak era disrupsi, sebuah perubahan mendasar. Era di mana masyarakat menggeserkan aktivitas-aktivitas nyata ke dunia maya.

Pola bisnis pun berubah. Era digital yang ditandai merebaknya penggunaan gadget, adalah dampak nyata. Fenomena itu merambah semua sendi kehidupan, termasuk dunia kampus.

Pendidikan mengalami distrupsi yang sangat hebat sekali. Peran dosen yang selama ini menjadi sumber satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan sedikit banyak bergeser dengan derasnya arus informasi yang antara lain juga bermuatan ilmu pengetahuan modern. Dosen pun dituntut lebih kreatif dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0 sebagi salah satu gerakan yang dicanangkan pemerintah. Gerakan literasi baru tumbuh menjadi penguat atau bahkan menggeser gerakan literasi lama atau konvensional.

Para wisudawan berfoto bersama Ketua Dewan Pembina Yayasan Akademi Pariwisata Medan Hotel School, Direktur Akademi Pariwisata Medan Hotel School, Joe Nasroen, S.Sos.,M.AP dan para undangan. (Foto: Monang Sitohang)
Aprilia Pangaribuan, wisudawan Akademi Pariwisata Medan Hotel School dengan IP tertinggi. (Foto: Monang Sitohang)

Hal itu disampaikan Sontina Grice Tambunan, Ketua Yayasan Akademi Pariwisata Medan Hotel School, di acara wisuda Akademi Pariwisata Medan Hotel School angkatan IX . Sebanyak 32 mahasiswa diwisuda di Hotel Grandhika, Jalan Dr. Mansyur, Medan, Sumatera Utara, Sabtu (5/10). Acara juga dihadiri para orang tua mahasiswa, Kepala LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah I yang diwakili oleh Salahuddin SH, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Sumut Prof. Dr. Bahdin Nur Tanjung MM, Direktur Akademi Pariwisata Medan Hotel School, Joe Nasroen, S.Sos.,M.AP, dan undangan lain.

Grice menambahkan, gerakan literasi baru terfokus kepada tiga ketrampilan utama, antara lain literasi digital, teknologi, dan manusia. Ketiga ketrampilan ini diprediksi menjadi ketrampilan yang sangat dibutuhkan di era industri 4.0.

“Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca dan menganalisis dan menggunakan informasi di dunia digital big data, kemudian literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan pada kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain,” jelas Ibu Ketua Yayasan Akademi Pariwisata Medan Hotel School.

Ia berharap para wisudawan bisa diterima di dunia pariwisata, perhotelan maupun industri lain, termasuk di pemerintahan sebagia ASN. Sebab, untuk membangun pariwisata, seperti yang diharapkan Presiden Jokowi agar pariwisata menjadi sumber utama devisa negara non migas, dibutuhkan SDM handal. Paralel dengan penciptaan sepuluh destinasi yang akan dikembangkan di Indonesia, salah satunya Danau Toba.

Yayasan ini memberi bekal akademik yang bervariasi, di antaranya food & beverage, housekeeping, kitchen, front office, dan lainnya. “Jadi memang lulusan-lulusan Akademi Pariwisata Medan Hotel School ini tidak terlalu banyak, tetapi kita utamakan kualitas lulusan. Sistem pendidikan dirancang dengan pola 30 persen teori dan 70 persen praktek. Para mahasiswa mendapat on job training (PKN) tiga kali selama perkuliahan,” jelas Sontina.

Gagasan itu dari Daniel Sihombing sebagai Pembina di Yayasan Akademi Pariwisata Medan Hotel School yang menyarankan para mahasiswa tiga kali PKN. Di internal sendiri ide itu sempat mengalami kajian serius, salah satunya terkait regulasi pendidikan tinggi dengan kekhususan.

“Tetapi kenyataannya klop dengan berbagai workshop dan konferensi pariwisata yang saya ikuti. Termasuk ketika saya aktif di dalma Hildiktipari (Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia) dan Aptisi. Di samping, pemerintah pun antusias dengan sistem tiga semester teori, dua semester praktek dan satu semester boleh masuk teori di kampus atau PKN,” beber Sontina.

Program yang dijalankan, sudah one step ahead dibanding program konvensional tahun 2008. Hal itu disadari karena jenis pendidikan vokasi yang ada di Akademi Pariwisata Medan Hotel School. “Jadi kalau akademisi kan tidak menuntut banyak skill tapi kalau vokasi sebaliknya, menuntut banyak skill. Di masa pemerintahan Presiden Jokowi mengizinkan tiga semester di kampus dua semester magang atau PKN satu semester boleh balik ke kampus atau balik magang,” paparnya.

Pola itu membuat mahasiswa memiliki kemampuan menguasai bidang keilmuan yang dipelajari secara praksis. Selepas kuliah, mereka juga lebih percaya diri. Bahkan, manakala terserap oleh penyedia jasa pariwisata, skill mereka langsung aplikatif. Ia menambahkan, industri menuntut praktik, bukan teori.

“Puji Tuhan dari 2004 di SK Mendiknas sekarang sudah 2019 berarti sudah 15 tahun, anak-anak alumni kita sudah ke mana-mana ada yang sudah di kapal pesiar putih, manca negara ada yang sudah di Maldives, Dubai, ada yang sudah jadi Genaral Manager di Swiss Belhotel Rainforest Bali. Secara kuantitas memang kami masih sangat kecil tetapi secara kualitas anak-anak kita itu bisa bersaing dengan lulusan perguruan tinggi swasta yang bonafide, bahkan dengan lulusan perguruan tinggi negeri sekalipun,” ujar Grice bangga.

Keluarga Geana Dolok Saribu salah seorang yang diwisuda. (Foto: Monang Sitohang)

Di kesempatan yang sama tampak orang tua dari mahasiswi, Geana Dolok Saribu yang turut diwisuda, dengan keadaan menggunakan kursi roda yang disorong seorang Ibu boru Aritanong asal Belawan mengatakan sangat bahagia melihat putrinya selesai kuliah diploma tiga. Ia berharap anaknya lekas dapat kerja.

“Memang jika melihat keadaan Bapak (suami) sedang sakit seakan-akan tidak percaya bisa selesai, karena menyangkut biaya. Tapi kami tetap semangat dan meyakini akan ada jalan. Apalagi Yayasan Akademi Pariwisata Medan Hotel School memberikan kemudahan dengan adanya bea siswa. Di samping itu sistem belajar juga membantu dengan adanya tiga kali praktek kerja. Sebab saat praktek kerja, mereka juga mendapatkan honor,” ujar Ibu Aritonang yang didampingi suaminya di kursi roda.

Kemudian salah seorang wisudawan lain mengatakan sangat senang, dan setelah ini akan mencari pekerjaan di hotel atau industri lain. Mengenai posisi, prisipnya ia siap ditempatkan dimana saja, karena merasa sudah cukup bekal teori dan praktek selama kuliah.

Lalu salah seorang mahasiswa yang baru masuk Barato Nahke dari Nias Selatan mengatakan tertarik masuk Akademi Pariwisata Medan Hotel School karena ingin lekas bisa membantu pariwisata di kampung halamannya, di Nias sana. “Potensi pariwisata Nias sangat luar biasa, seperti Saroke Beach dan lainnya. Nias jelas membutuhkan SDM yang mumpuni untuk mengembangkan pariwisatanya,” ujar Barato. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *