Kabar
Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan Soal Penyesuaian Iuran
JAYAKARTA NEWS— Berbagai informasi marak beredar seiring rencana pemerintah penyesuaikan iuran BPJS. Direktur Utama BPJS Fachmi Idris pun secara tegas memberikan penjelasan sebagai tanggapan atas informasi-informasi yang beredar di tengah masyarakat.
Penjelasan itu disampaikan langsung Fachmi saat memberikan simpula atas pernyataannya selaku salah satu narasumber alam acara diskusi media FMB 9 dengan mengusung tema “Tarif Iuran BPJS” yang diselenggarakan di Kantor Kemenkominfo pada Senin (7/10/2019), Jakarta.
“Pertama, beredar di masyarakat bahwa DPR menolak kenaikan iuran PBJS. Itu saya tegaskan tidak benar. Disebutkan oleh DPR bahwa untuk penyesuaian tarif kelas 3 dapat diberlakukan dengan syarat cleansing data beres. Jadi menurut saya, kalimat tepatnya ya DPR menerima kenaikan iuran dengan syarat,” tuturnya. Demikian dikutip dari laman jaringan pemberitaan pemerintah.
Kemudian kedua, terkait informasi yang juga beredar luas di masyarakat, yakni bahwa penyesuaian iuran untuk kelas 1 bakal membebani, Fachmi mengatakan, bahwa itu sama sekali tidak tepat.
“Tidak ada maksud untuk membebani masyarakat. Bila dengan penyesuaian itu, peserta Kelas 1 harus menyisihkan 5.000 rupiah per hari. Kalau itu dirasa memberatkan, maka bisa 3.000 rupiah per hari, atau kalau masih terasa berat, maka bisa 1.800 rupiah per hari untuk Kelas 3,” tuturnya.
Lantaran itulah, Fachmi meminta, jangan dinarasikan kenaikan iuran 2 x lipat atau 100 persen. Sebab sebenarnya, dari penyesuaian itupun 73,63 persen sudah dialokasikan oleh pemerintah. “Sebab untuk Kelas 1 harusnya penyesuaian 270 ribu,” katanya.
Sementara itu yang ketiga, Fachmi menampik penyesuaian tarif akan memunculkan penurunan daya beli buruh. Sebab senyatanya, dia menjelaskan, hanya buruh yang memiliki pendapatan sekitar 8 juta hingga 12 juta, atau hanya 3 persen dari total, yang memiliki kewajiban untuk membayar iuran BPJS. Penjelasan keempat adalah soal terjadinya fraud masif yang mengakibatkan defisit BPJS. Menurut Fachmi, hal itu juga tidak tepat. Sebab, kata dia, nyatanya fraud yang terjadi kurang dari 1 persen.
Selanjutnya Fachmi juga menyampaikan bahwa penyesuaian iuran BPJS tidak memberikan pengaruh tersendiri bagi masyarakat miskin. Hal itu, menurut dia, karena masyarakat miskin yang jumlahnya sekitar 133 juta orang ditanggung oleh pemerintah. “Jadi dari 133 masyarakat miskisn, yang terdiri dari 95,38 juta, dan 37 juta di daerah, semuanya ditanggung oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah,” tandasnya.
Sementara dalam kesempatan diskusi tersebut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo juga memberi penjelasan. Menurutnya, Kementerian Keuangan telah menyiapkan sejumlah peraturan menteri untuk membantu BPJS menutup defisit, tanpa harus membebani rakyat.
“Ada sekitar enam atau tujuh peraturan menteri keuangan (PMK) yang sudah disiapkan, bilamana perpres diterbitkan. InsyaAllah itu bisa membantu tutup defisit 2019 dan tidak membebani rakyat. Karena sudah dianggarkan di APBN dan APBD,” ujarnya.
Agar JKN terus berjalan dengan baik, katanya, ada dua pilihan utama lain yang juga harus dilakukan yakni perbaikan sistem dan manajemen JKN. Dan lainnya adalah penguatan peran kerja sama dengan pemerintah daerah. ***jpp/ebn