Connect with us

Kabar

Kami Tunggu Kepedulianmu

Published

on

Oleh Wishaka D. Pandutama
Brigadir Taruna AKPOL

___***___

Wishaka D. Pandutama, Brigadir Taruna AKPOL

SAAT ini, frasa “Survival of the Fittest” yang diutarakan Filsuf Herbert Spencer semakin aktual dan relevan. Frasa yang bersumber dari buku karangan Charles Darwin, “The Origin Of Species” yang artinya “kemampuan keberlangsungan hidup mahluk yang paling kuat dan tepat”, semakin terasa saat kita menghadapi virus Covid-19. Manusia harus mengubah pola kehidupan yang bersifat sosial menjadi lebih individual. Penyesuaian yang terjadi itu adalah cara manusia bertahan dari pandemi.

Melihat kejadian luar biasa ini, banyak kebiasaan hilang demi memutus mata rantai penyeabran Covid-19. Reunian, nongkrong, mudik adalah sebagian kecil aktivitas yang harus rela ditinggalkan. Seketika manusia bergeser perhatiannya ke dalam dunia maya, baik untuk urusan pekerjaan maupun hiburan. Hampir semua aktivitas bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun, melalui sebuah gawai.

Kebiasaan baru yang lain adalah penggunaan masker selama berkativitas di luar rumah, membawa hand sanitizer, rajin mencuci tangan, hingga saling jaga jarak di tempat umum. Protokol Kesehatan menjadi “kebiasaan baru”.

Namun dalam realita-nya kita tidak bisa benar-benar individualis. Sebagai makhluk sosial, kita masih membutuhkan manusia yang lain.

Disadari atau tidak, perubahan perilaku yang terjadi tak lepas dari peran alat negara yang bernama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Ia hadir menjalan tiga tugas pokoknya, seperti tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2002, yaitu: Menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Polri menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi bersama TNI dan tenaga kesehatan. Institusi Tribrata diberi kepercayaan penuh oleh Presiden RI dalam mengawal keamanan dan ketertiban masyarakat selama pandemi, dari fase Karantina Wilayah hingga PPKM Mikro. Aparat Kepolisian Pusat dan Daerah melakukan tugas patroli di jam malam, melakukan penjagaan saat pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat, hingga membubarkan kerumunan massa. Di samping tentu saja menegakkan disiplin protokol kesehatan sebagai dukungan atas program pemerintah mengendalikan wabah.

Bukan itu saja. Kepolisian RI juga mendedikasikan 52 RS Bhayangkara untuk menampung pasien Covid-19. Puluhan ribu prajurit TNI-POLRI juga dikerahkan sebagai tracer dan vaksinator dalam program vaksinasi nasional.

Saat ini hampir semua halamana Polsek dan Polres dimanfaatkan untuk kegiataan vaksinasi. Bahkan pada Agustus 2021, Polri membuka rekrutment khusus dokter umum dan dokter spesialis untuk dididik menjadi seorang perwira. Polri juga membuka penerimaan bintara khusus tenaga mesdis, perawat dan bidan untuk dididik menjadi bintara Polri.

Calon anggota yang direkrut tadi, diberi keringanan dalam menjalani pendidikan. Lama pendidikan yang tujuh bulan, dipangkas menjadi tiga bulan karena urgensinya kebutuhan tenaga kesehatan saat ini.

Tak pelak, tugas Polri di masa Pandemi kian kompleks. Selain membantu tugas pemerintah dalam mengatasi pandemi, juga tidak bisa melepas tanggung jawab utama sebagai pengayon dan penegak disiplin.

Sebagaimana dilangsir Kadiv Humas Polri, saat ini terjadi peningkatan kasus kriminalitas di masyarakat. Kasus kejahatan melonjak hampir 20% dibanding periode sebelum pandemi (sebelum Maret 2020). Apalagi kebanyakan kasus adalah “persoalan perut”. Kondisi kehidupan yang sulit, yang mengakibatkan seseorang berbuat kriminal.

Teori “Frustrasi Agresi” adalah teori yang tepat untuk menggambarkan keadaan ini. Orang yang frustrasi bisa melakukan kompensasi dengan jalan agresi, kekerasan, dan kejahatan.

Menyadari beragam kepelikan permasalah sosial saat ini, Polri pun harus melakukan penyesuaian. Di antaranya, tidak bisa memandang permasalahan dengan sudut pandang kacamata kuda. Restorative Justice menjadi opsi penyelesaian suatu perkara pidana. Sebuah alternatif mempertemukan korban dengan pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi, untuk tujuan merakit kembali pola hubungan baik dalam tatanan kehidupan masyarakat.

Yang tidak kalah penting adalah fenomena meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran sebesar 0.43 persen dan 2.2 persen. Grafik ini tumbuh beriringan dengan banyaknya perusahaan yang memangkas karyawan demi memotong beban biaya tenaga kerja perusahaan. Tidak sedikit pula perusahaan yang gulung tikar.

Kebijakan #dirumahaja juga memperburuk kondisi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor-sektor publik, seperti sopir angkot maupun penjual jasa sehari-hari.

Guna mengurangi beban masyarakat tadi, Korlantas Polri mengadakan kegiatan amal yang dikemas dalam program pelatihan yaitu Program Keselamatan Polri. Berdampingan dengan pelatihan keselamatan berlalu lintas, Korlantas Polri telah membagikan bansos berupa dana senilai Rp 600.000 kepada 197.000 mitra pengemudi, kernet, penarik becak serta bajaj di seluruh penjuru negeri.

Terinspirasi dari pelaksanaan tugas Polri selama pandemi, penulis sebagai seorang peserta didik Kepolisian yang akan mengabdikan diri ke masyarakat, perlu menerapkan dan berusaha menjiwai peran kepolisian sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, penulis bersama peserta didik lain berkolaborasi dengan Laskar TRIAD Bekasi, mengunjungi wilayah pesisir di Bekasi Utara yang baru saja tertimpa musibah bencana angin puting beliung.

Aparat kepolisian memberikan bantuan kepada korban bencana angin puting beliung, Bekasi Utara. (foto. Humas Polri)

Di sana kami mengunjungi kawasan yang terkena dampak cukup parah. Laskar TRIAD Bekasi sebelumnya telah berkoordinasi dengan Ketua RT setempat dan mengumpulkan anak-anak yang terkena dampak dari musibah alam ini.

Terhadap korban, perlu terapi trauma healing untuk memulihkan kondisi psikologis korban pasca bencana alam. Kepada mereka, kami alihkan pikiran dan perasaan sedih dengan mengajarkan yel-yel ciri khas Bumi Bhayangkara. Seketika, anak-anak bisa tertawa lepas. Ekspresi wajahnya begitu antusias dan semangat. Ada pancaran rona kebahagiaan di wajah mereka. Terlebih saat kami bagikan bantuan berupa buku dan alat tulis.

Itulah emosi yang kami lihat dan rasakan. Sebuah ekspresi gembira yang sempat menghilang pasca musibah bencana. Ditambah, kesulitan dan perasaan tertekan akibat pandemi. Bersyukur, kehadiran kami yang sesaat, bisa mengalihkan perhatian mereka dari nestapa ke habitat anak yang semestinya: Riang gembira.

Kini, penulis sadar bahwa penggerak kami dalam bekerja bukan sekadar upah dan perintah, tetapi harus ada rasa peduli yang menyelimuti hati kami, agar secara sadar tugas yang kami emban bukan sebuah formalitas namun merupakan tindakan ksatria dan mulia. Bahwa sejatinya, menjadi bagian dari Polri bukan sekadar profesi, melainkan cara untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi.

Di atas segala-galanya, adalah kesadaran bahwa semua yang kami lakukan adalah sarana ibadah. Betapa kami haris melihat dan merasakan kemajemukan masyarakat, kenestapaan sosial yang sifatnya memilukan, mencemaskan dan benar-benar nyata terjadi di sekitar kita. Kenyataan yang menyentuh sisi kemanusiaan kita semua. Kami peduli. Kami tungu kepedulianmu.

Lekaslah sembuh, negeriku. (*)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *