Connect with us

Feature

Bamsoet dari Wartawan ke Senayan

Published

on

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku biografinya ‘Dari Wartawan ke Senayan’. Buku setebal 280 halaman ini mengungkapkan perjalanan hidup hingga karir Bamsoet yang ditulis oleh tim yang juga seniornya dan rekan-rekan sesama wartawan di Harian Prioritas tahun 1986-1987.

“Mulanya saya menolak untuk dibuatkan biografi. Namun Bang Derek Manangka almarhum akhirnya berhasil meyakinkan saya. Bahwa buku itu penting untuk adik-adik yang sedang menggeluti profesi wartawan agar mereka juga bisa melihat bahwa karir mereka bisa menjulang dan punya masa depan,” jelasnya.

Karena, lanjut Bamsoet sebenarnya dari profesi wartawan kita bisa menjadi apa saja. Wartawan punya peluang yang lebih besar ketimbang profesi lainnya dalam akses dan jaringan. Mulai tukang sampah hingga presiden.

“Wartawan punya akses kepada siapapun dan dapat bertanya tentang apapun,” kata Bambang Soesatyo dalam acara peluncuran bukunya “Dari Wartawan ke Senayan,” Kamis,25/10, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.

Dalam acara yang dihadiri berbagai tokoh politik nasional dan sesepuh wartawan itu, Bamsoet, pangggilan Bambang Soesetyo, juga mengungkapkan, dia merintis karier wartawan dari kasta paling bawah, yaitu reporter baru. ”Waktu itu karena masih pake mesin tik, kalau satu dua alinea tulisan kita dianggap sudah tidak bagus, langsung disobek oleh redaktur. Apalagi kalau ketemu Bang Panda Nababan. Belum dibaca udah dirobek-robek,” katanya disambung tertawa hadirin.

Demikian juga kehidupan ekonominya yang sekarang dicapainya dengan tidak mudah dan harus kerja keras. Dia merintis bisnisnya dari paling bawah pula, yaitu dari  jual beli sayur, bawang merah dan telor di Pasar Induk, Kramat Jati, Jakarta. Waktu ditugaskan meliput di Pasar Induk, Bamsoet mengetahui dari pedagang mereka mengambil barang dari Bekasi.

Lantas Bamsoet menawarkan diri untuk ikut memasok juga. Para pedagang menyetujui sepanjang harganya lebih murah atau sama dari pemasok lainnya. Dengan kedaraan umum dan kendaraan back terbuka sewaan, Bamsoet bolak-balik Bekasi Pasar Induk. “Bekasi waktu itu masih sangat jauh, belum ada jalan tol seperti sekarang,” papar Bamsoet. Walhasil dia harus kerja keras bangun lebih pagi dan waktu luang dipakai untuk mengurus bisnisnya.

“Bagi saya prinsip bisnis atau dagang itu mudah. Kita tinggal mencari di daerah mana bisa kita beli barang lebih murah dan daerah mana kita bisa menjual barang lebih mahal. Selisihnya itulah keuntungan,” tutur Bamsoet.

Untuk modal Bamsoet terpaksa mengadaikan jam tangan dan beberapa barang  miliknya, sebab awalnya semua harus bayar kontan. Setelah dipercaya baru kemudian boleh konsinyasi. Dari sana usaha terus melaju membangun jaringan dengan para pengusaha papan tengah dan papan atas melalui Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia).

Bambang menerangkan, banyak yang bertanya kepada dirinya setelah menjadi Ketua DPR mau kemana, termasuk apakah mau menjadi Ketua Umum Golkar, Bamsoet menjawab singkat, “Berfikir saja belum. Karena fokus saya saat ini adalah bagaimana menaikan rating DPR agar dipercaya rakyat.”

Produktif

Selama ini Bamsoet memang dikenal produktif menulis buku. Paling tidak sudah 13 bukunya yang diterbitkan selama menjadi anggota DPR. Antara lain Skandal Gila Bank Century, Presiden Dalam Lingkaran Sengkuni, Perang-Perangan Melawan Korupsi, Republik Galau, Indonesia Gawat Darurat dan Ngeri-ngeri Sedap.

Kali ini bukunya ditulis oleh almarhum Derek Manangka yang kemudian diteruskan oleh wartawan senior Wina Armada, Nano Bramono, Heru Subroto, dan Bobby Barata serta ditertbitkan oleh Gramedia Kompas.

Sejumlah tokoh dan wartawan senior tampak hadir dalam acara tersebut. Antara lain, Surya Paloh (Ketua Umum Nasdem), Pengusaha Senior Chaerul Tanjung, Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto Suryosumarno, Budayawan Radar Panca Dahana, Pelukis Senior Hardi, Tokoh Pers Senior Ishadi SK, Irjen Pol Setyo Wasisto (Kadiv Humas Polri), Melchias Mekeng (Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI), Taufiqulhadi (Anggota Fraksi Nasdem DPR RI), Roemkono (Anggota Fraksi Golkar DPR RI), Robert Kardinal (Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI), Masinton Pasaribu (Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI), Ahmad Sahroni (Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI), Elman Saragih, Panda Nababan, Noorca Massardi, Wina Armada, serta Gigin Pragianto, J Osdar, Aristides Katopo dan Marcyanus Donny yang menjadi narasumber dalam bedah buku tersebut.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, dirinya memilih karir kewartawanan karena semasa kuliah senang berorganisiasi dan aktif di pers kampus. Profesi dan karakter kerja wartawan otomatis mengharuskan dirinya cakap berinteraksi dengan berbagai kalangan.

“Buku ini bercerita secara simpel, lugas dan mengena tentang lika-liku perjalanan karir saya sejak jadi wartawan pada 1986, lanjut berbisnis dan berpolitik lewat Partai Golkar. Hingga masuk parlemen sejak 2009 dan akhirnya diberi kepercayaan sebagai Ketua DPR RI, sebuah amanah yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya,” tutur Bamsoet.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI dan Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, buku ‘Dari Wartawan ke Senayan’ merupakan buku terbarunya. Buku ini walaupun tidak langsung ditulis oleh dirinya, namun bisa mengungkap dengan jelas dan lugas pikiran Bamsoet sebagai seorang wartawan yang dulu bukan siapa-siapa hingga menjadi orang nomor satu di Senayan.

Tak heran jika pada kesempatan tersebut, legislator Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini mengajak para tokoh, pimpinan dan anggota DPR, MPR dan DPD serta siapapun untuk membiasakan menulis mengenai berbagai hal. Baik mengenai perjalanan hidup, pandangan, pemikiran, kiprah ataupun pengabdian, sesuai dengan profesi masing-masing.

“Siapa tahu disana ada mutiara dan hikmah yang dapat dipetik untuk jadi pelajaran bagi orang lain maupun sebagai sumbangsih bagi bangsa dan negara. Seperti kata Imam Al-Ghazali, menulislah maka anda akan hidup selamanya,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN ini menjelaskan, penulisan buku ‘Dari Wartawan ke Senayan’ awalnya diinisiasi oleh Derek Manangka, mentor jurnalistik pertama saat Bamsoet memulai karir wartawan di Harian Prioritas pada tahun 1986. Namun, penulisan buku sempat tertunda lantaran Derek meninggal pada 26 Mei 2018. Penulisan kemudian dilanjutkan oleh tim yang terdiri dari Wina Armada, Nano Bramono, Heru Subroto, dan Bobby Barata.

Tim penggarap bekerja inten dan kooperatif sejak awal dalam pengayaan data, foto dan testimoni dari 41 nara sumber kunci. Bahkan delapan tokoh bangsa memberikan kesaksiannya atas perjalanan hidup Bamsoet.

“Kesan pertama saya terhadap Bamsoet, kalau mengkritik pedas sekali. Tapi saya tahu beliau adalah orang yang konsisten dan apa adanya. Perjalanannya yang berliku dan keras sebagai wartawan dan jiwa kewirausahaannya yang kuat saat menjadi pengusaha, telah membetuk kematangan jiwa dan pikirannya dalam berpolitik,” ujar Presiden Joko Widodo.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga tak ketinggalan memberikan komentar. Baginya, sebagai wartawan yang menjadi Ketua DPR RI, Bamsoet mempunyai informasi dan hubungan yang baik dengan banyak kalangan. Karena itu, Bamsoet bisa mengemban amanah ini dengan lebih baik, adil dan independen.

Sedangkan menurut Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, sejak dipimpin Bamsoet, DPR-RI lebih terbuka dan kondusif. Tidak ada lagi kegaduhan yang berarti. Tidak mudah menyatukan pandangan 560 politisi dari 10 partai politik dengan latar belakang beragam. Itulah kepiawaian Bamsoet. (pik)

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *