Connect with us

Kabar

Ayo Bangun Solidaritas untuk Muslim di Krimea

Published

on

PADA tanggal ini, 18 Mei, 74 tahun yang lalu, sekelompok etnis Muslim di semenanjung Krimea, Ukraina, dideportasi oleh Pemerintah Uni Soviet dengan alasan transfer populasi. Pada kenyataannya, kelompok Muslim yang lazim disebut Tatar Krimea ini dideportasi atas dasar kebijakan pembersihan etnis yang digawangi oleh Joseph Stalin.

Washington Post (2017) menulis bahwa akibat peristiwa yang banyak memakan korban jiwa itu, Tatar Krimea memiliki warisan abadi permusuhan dengan Rusia. Apalagi dengan terjadinya aneksasi Krimea oleh Rusia 2014 silam, permusuhan ini terus menguat.

Dalam rilisnya (17/5), Duta Besar Ukraina untuk Republik Indonesia Volodymyr Pakhil menyatakan bahwa Mei 1944, Tatar Krimea atau Muslim Ukraina dideportasi dari Semenanjung Krimea sebagai bagian dari tindakan yang telah diatur negara dan dilakukan secara paksa oleh kepemimpinan Uni Soviet.

Pemerintah Soviet mendeportasi 200.000-an Tatar Krimea ke Asia Tengah atas tuduhan telah berkolaborasi perang dengan Nazi. Soviet tidak pandang bulu dalam deportasi tersebut karena bahkan warga Tatar Krimea yang bertugas sebagai perwira di pasukan pertahanan Soviet waktu itu pun ikut dideportasi.

Kekejaman deportasi ini terlihat mulai dari tidak diizinkannya warga untuk membawa harta bendanya sama sekali. Perjalanan panjang ke Asia Tengah menggunakan mayoritas kendaraan yang ditarik hewan ternak terbukti mematikan bagi banyak orang. Diperkirakan, 20 hingga 46 persen populasi Tatar Krimea meninggal dalam proses deportasi itu, baik dalam perjalanan atau selama tahun pertama di pengasingan sebagian besar karena penyakit dan kekurangan gizi.

Duta Besar Ukraina untuk Republik Indonesia Volodymyr Pakhil.

Pada tahun 1989, ketika Uni Soviet dibubarkan, Tatar Krimea diizinkan untuk mulai berangsur-angsur kembali ke rumah leluhur mereka di Krimea.

Dalam hal ini, Pakhil menyatakan bahwa sejak kemerdekaan Ukraina pada tahun 1991, Pemerintah Ukraina bertanggung jawab untuk menjamin hak dan kebebasan orang Tatar Krimea, proses adaptasi, serta penyatuan mereka ke dalam masyarakat Ukraina.

“Lebih dari 250.000 orang Tatar Krimea telah kembali ke kampung halamannya, membangun kembali kehidupan mereka, serta mendapatkan kembali hak-hak nasional dan budaya mereka,” terangnya.

Pada tahun 1991, pemimpin Tatar Krimea mendirikan Kurultai atau Parlemen yang bertindak sebagai lembaga perwakilan rakyat Tatar Krimea. Majlis Rakyat Tatar Krimea menjadi badan eksekutif dari Kurultai.

Namun sejak 20 Februari 2014 hingga sekarang, agresi militer Federasi Rusia telah mengokupasi wilayah Republik Otonomi Krimea (Ukraina). Agresi ini telah melanggar sebagian besar hukum internasional dan dengan keras turut melanggar hak asasi manusia dan kebebasan Tatar Krimea.

Resolusi Majelis Umum PBB 72/190 tentang “Situasi HAM di Republik Otonomi Krimea (Ukraina) dan Kota Sevastopol Ukraina” yang diadopsi pada tanggal 19 Desember 2017 telah merekam dan mengutuk pelanggaran HAM secara sistematis oleh pihak okupasi Rusia, termasuk eksekusi di luar hukum, penghilangan secara paksa, persekusi atas latar politik, serta pembatasan kebebasan berpolitik warga Krimea.

Komunitas internasional telah menegaskan ilegalnya okupasi Republik Otonomi Krimea (Ukraina) oleh Rusia. Berbagai organisasi internasional seperti Dewan Eropa, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa, Uni Eropa, dan NATO mengakui bahwa Negeri Beruang Putih itu adalah negara penjajah.

Dengan rasa menyesal yang sangat, Sang Dubes menyatakan bahwa kita menyaksikan bahwa kini Tatar Krimea harus kembali merasakan pahitnya kebebasan yang direnggut. Setelah kejadian pendeportasian pada tahun 1944, warga Ukraina Tatar Krimea kini kembali menjadi korban dari pelanggaran HAM massal. Sedikit berbedanya, kali ini penjajahan itu dilakukan oleh Rusia yang juga sebagai penerus Uni Soviet.

Karena itu, Dubes Pakhil mengajak masyarakat dunia khususnya Indonesia, untuk memperingati Hari Peringatan Pendeportasian Tatar Krimea pada tahun 2018 ini.  Ia mengajak warga Indonesia untuk bangun solidaritas untuk Muslim Krimea.

“Ukraina mengajak seluruh komunitas internasional untuk memaksa Federasi Rusia memberikan akses bebas hambatan bagi misi dan organisasi HAM internasional ke wilayah Krimea yang terokupasi sementara untuk melakukan pemantauan rutin terhadap situasi HAM dengan tujuan utama untuk mengembalikan secara penuh kedaulatan dan kesatuan wilayah negara Ukraina,” jelas Pakhil. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *