Connect with us

Kolom

Amarah Suci Prabu

Published

on

Oleh: Dr. Maruly H. Utama

MEDIO Maret 1997, dalam sebuah ruangan pengap tanpa kipas angin apalagi AC dilingkungan rumah susun Bidaracina.  Andi Arief bertanya padaku, “Lo siap ditangkap gak? Kalo siap lo yang pimpin KNPD (Koalisi Nasional Untuk Perjuangan Demokrasi-red).” 

Tidak kujawab pertanyaan ini, tapi aku segera mengenakan baju. “Mau kemana tanyanya, gua mau nelpon ibu agar keluarga di kampung tidak kaget jika mendengar gua ditangkap.”

Ketika berjalan menuju pintu,  Andi sendiri yang mencegah untuk keluar sambil berkata, “Urungkan saja karena KNPD adalah satu-satunya organ legal kita, jika lo tertangkap kita akan kerepotan.”

Andi Arief membatalkan keinginannya karena baru bulan kemarin PRD Bandung diobrak abrik Bakorstanasda. Beberapa kawan ditangkap dan disiksa selama 2  minggu lalu dikenakan wajib lapor selama 3 bulan.

Penyiksaan yang dialami kawan-kawan Bandung ini berbeda dengan penyiksaan kawan-kawan PRD dari kota lain. Setiap malam mereka diajak ke diskotik  untuk diberi minuman keras dan narkoba, jika sudah mabuk mereka dibawa keliling kota  sambil diinterogasi di bawah todongan pistol. Menjelang pagi hari dimasukan sel hingga sore, malamnya diajak mabuk lagi.  “Gua sampai sakit liver dan diopname  sebulan di RS,” kata seorang kawan penyintas yang sekarang jadi GM di sebuah groceries supermarket.

Dari ruang  kecil rusun Bidaracina di kawasan Cawang PRD BT (bawah tanah) menyusun agenda untuk membentuk tim pengacara guna membebaskan Budiman dkk, menggalang kampanye internasional dan membentuk kembali organ perjuangan legal sebagai strategi atas untuk menyatukan kelompok oposisi.

Kepemimpinan PRD dalam penjara tetap dipegang Budiman Sudjatmiko dkk sementara dari luar penjara PRD BT membentuk kepemimpinan kolektif KPP PRD yang dipimpin oleh Mirah Mahardika sebagai nama kolektif.

Komunikasi dengan Budiman dkk melalui surat yang dibawa oleh Ester Indahyani Yusuf, Lawyer yang cerdas, cantik, berani dan baik hati. Selain membela Budiman di pengadilan, Ester juga banyak membantu gerakan. Dia pernah memberikan cincin yang dikenakannya untuk dijual agar teman-teman dari Bandung bisa pulang setelah aksi di PN Jaksel dengan tuntutan bebaskan Budiman dkk.

Akhir 1998, LIPI menerbitkan buku dengan judul Gerakan Mahasiswa 96-98. Hasil penelitian Muridan, Irine Gayatri dkk. Penelitian dilakukan di banyak kota. Dari Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Makasar, Palu, dan Menado. Hasil penelitian itu mengejutkan banyak orang  karena semua gerakan dengan berbagai macam nama komite aksi  ternyata di bawah komando PRD yang pada masa itu dipimpin Budiman dkk dari dalam penjara.

Mudah-mudahan informasi  ini bisa menambah pengetahuan Prof. Hermawan “Kikiek” Sulistyo agar tidak serampangan dalam menarik kesimpulan tentang tokoh gerakan 98. Ingat Prof, intelektual itu boleh salah tapi tidak boleh bohong!  Walaupun jika salah terlihat bego, jika bohong ketahuan busuknya.

Tahun 96 – 98 adalah tahun yang penuh gejolak,  dalam bahasa PRD situasi yang revolusioner. Pada tahun-tahun yang penuh gejolak ini, Hasto dan Ganjar  masih rajin nongkrong di Kebagusan yang kesehariannya bertugas menyuguhkan kopi bagi kader PDI dari daerah yang ingin bertemu Megawati.  Sementara Dedi Sitorus masih berjualan mercon dan kembang api di Pasar Simalungun.

Peristiwa Tanah Tinggi

Banyak penelitian dan tulisan tentang bom Tanah Tinggi (TT). Tapi karena penulisnya bukan oleh pelaku sejarah maka yang ditulis hanya yang tampak saja sehingga peristiwa yang tidak tampak dan justeru penting  tidak ditulis. Seperti wawancara yang diulas oleh Tirto.id pada tahun 2022.

Perlu diketahui TT itu bukan sekonyong-konyong akan melakukan pengeboman.

Adanya peristiwa itu melalui serangkaian proses dialektika antara  teori dan praktek  yang progresif  revolusioner.

Menjelang  Pemilu 1997, PRD BT melakukan intervensi politik melalui Mega Bintang Rakyat, dengan graffity action – aksi corat coret tembok menggunakan cat semprot dengan tulisan “Gulingkan Soeharto dengan Pemberontakan Rakyat!” “Cabut 5 Paket UU Politik” dan “Cabut Dwi Fungsi ABRI”.

Pada masa ini aksi massa mulai menggunakan Molotov untuk dilempar pada simbol-simbol pemerintahan Orde Baru dan aparatusnya.

Ketiga kombinasi aksi di atas belum maksimal untuk meradikalisir gerakan. PRD BT mampu melakukan mobilisasi massa melalui organ legalnya. Tetapi aparat selalu dapat melokalisir, memecah bahkan memukul aksi massa. Butuh efek kejut yang besar dalam aksi yang mampu memprovokasi rakyat untuk melakukan pemberontakan.

Menjelang malam 18 Januari 1998, Damn! bom meledak di rusun Tanah Tinggi. Ledakan ini dianggap ancaman paling serius oleh militer untuk menggagalkan SU MPR pada Maret 1998. Padahal  ledakan bom ini adalah kecelakaan yang tidak disengaja.

Hal ini  menjadi dalih untuk melakukan operasi bagi Tim Mawar, satgas dalam Group IV Kopassus yang menggelar operasi penculikan aktivis.

Tanah Tinggi merupakan babak baru dari teror penculikan yang mengerikan. Banyak teman dilokasi yang terluka karena ledakan tapi semua bisa meloloskan diri dan tidak ada yang hilang diculik. Hanya Suyat yang hilang. Bom TT tanggal 18 Januari dan Suyat hilang tanggal 13 Feb. Suyat adalah kader PRD yang hilang pertama kali sebelum yang lainnya diculik. Rasanya mustahil Tim Mawar bisa menangkap Suyat dengan cepat jika tidak ada yang membocorkan informasi.

Selain terlibat TT, Suyat merupakan Ketua Departemen Organisasi KNPD, organ legal PRD.

Satu-satunya orang yang tertangkap di lokasi ledakan hanya Jabo, kader PRD yang kualitasnya di atas rata-rata. Karenanya tidak mungkin informasi keberadaan Suyat di Solo Jabo yang membocorkan mengingat kawan-kawan lain yang terluka karena bom tidak ada yang hilang.

Selain itu yang menangkap Jabo adalah polisi, sementara yang menculik Suyat masih misterius karena menurut pengakuan Prabowo pada Budiman, semua orang yang diculik Tim Mawar sudah dikembalikan.

Hilangnya Suyat, Bimpet, Herman dan Thukul adalah luka bagi gerakan. Selalu ada obat dari setiap luka. Jika upaya menemukan orang hilang dianggap tidak penting bagi siapapun yang menjadi Presiden maka harus ada solusi alternatif untuk menemukan jalan keluar. Budiman sedang melakukan upaya itu.

Boleh tidak percaya dengan apa yang dilakukan Budiman, tetapi apakah kita harus percaya jika Suyat dkk yang hilang pasti mendukung orang-orang yang tidak percaya pada Budiman? Jangan–jangan mereka yang hilang justru membenarkan langkah Budiman sebagaimana korban penculikan tidak ada yang mengecam Budiman.

Bahkan PRD sebagai organ resmi orang hilang pun tidak.

Meski terkadang waktu berjalan sangat lama, namun ia tak pernah berhenti. Ia adalah mesin yang menyimpan sejarah. Waktu tak memiliki bentuk, tak ada aroma, tak bisa dirasa. Ia hanyalah konsep yang dipercaya untuk memulai kehidupan. Waktu cenderung dilupakan bagi yang sedang bersuka, tapi disalahkan pada mereka yang kalah. Benar atau salah langkah Budiman akan dijawab oleh waktu.

*Penulis, Dr. Maruly H. Utama DPP Prabu –  Dewan Pimpinan Pusat Prabowo Budiman Bersatu

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *