Connect with us

Feature

Idris pun Jadi Patung Bung Tomo

Published

on

Manusia Patung Bung Tomo yang diperankan Idris, menjadi daya tarik objek wisata Kota Tua Jakarta. (foto: monang s)

JAYAKARTA NEWS – Tanggal 10 Juni 2012, Idris berangkat dari Bogor naik commuter line dengan satu tujuan: objek wisata Kota Tua di Jalan Taman Fatahillah, Pinangsia, Jakarta Barat. Maksud hati, melihat kemungkinan mengais rezeki. Dengan cara apa? Berdagang.

Apa daya. Sesampai di Kota Tua, ciut hati Idris demi melihat sudah begitu banyak pedagang di sana. Mulai dari penjual makanan model gerobak dorong, sampai jualan barang-barang lain: Mainan anak-anak, kacamata, kaos, cendera mata, dan lain-lain.

Ia duduk terpekur di salah satu sudut bangunan tua. Saat itulah, matanya menatap pemandangan menarik, sekelompok remaja SMA berfoto-foto di depan meriam Si Jagur atau dikenal juga sebagai Ki Jagur. Meriam kuno buatan Portugis dan merupakan peninggalan Belanda itu, berada di halaman depan Museum Fatahillah, Kota Tua Jakarta.

Idris pun berandai-andai… “Oh, kalau saja aku yang menjadi meriam itu… amboy… betapa senangnya.” Lamunan pun berkembang menjadi ide peluang mengais rezeki. Ide sederhananya adalah, ia akan menjadi patung menarik, yang bisa dijadikan latar belakang objek selfie pengunjung Kota Tua. Jika banyak pengunjung minta selfie dengan Idris “patung”, maka bisa dipastikan uang akan mengalir.

Idris “Bung Tomo” saat diwawancarai Monang S dari Jayakarta News. (foto: dok pri)

Syahdan, lelaki 40 tahun itu pun mantap hati untuk mengais rezeki di kawasan Kota Tua dengan “menjadi patung”. Itu terjadi tahun 2012. Ia membaluri tubuh dan busananya dengan warna perunggu, atau kali lain dengan warna tembaga, lalu diam membatu laksana patung.

Tiga bulan melakoni profesi itu, boleh dibilang lancar-lancar saja. Awalnya hanya menjadi pusat perhatian. Orang-orang lalu-lalang di depannya, sambil menengok serta menatap dengan tatapan menyelidik. Satu-dua di antara mereka bisik-bisik…. “Itu orang, bukan patung!”

Waktu bergulir hingga tiba momentum ingar-bingar kemeriahan bangsa menyongsong peringatan kemerdekaan RI yang ke-67, bulan Agustus 2012. Terbersit ide di benak Idris untuk mengubah sosok patung manusia menjadi sosok patung tokoh pahlawan nasional. Nama Bung Tomo, pahlawan Pertempuran Surabaya 10 November 1045 itu, menginspirasi Idris. “Ya, saya akan menjadi patung Bung Tomo,” gumamnya.

Untuk mencari referensi sosok Bung Tomo, ia harus pergi ke Warnet. Maklumlah, smartphone masih mahal tahun 2012, sehingga Warnet menjadi sarana termurah untuk bisa mengakses internet dan mencari foto-foto Bung Tomo.

Lekas ia mengumpulkan properti yang hendak dijadikan pelengkap penampilan. Awalnya ia menjahit busana ala Bung Tomo. Setelah itu, ia mulai mengumpulkan sepatu lars, topi, kopel, sepeda onthel, pistol, dan senjata laras panjang alias bedil. Semua properti disemprot cat Pilox, sedangkan untuk pewarnaan kulit tubuhnya, ia menggunakan bubuk masker.

Begitulah, Idris pun menjelma menjadi Patung Bung Tomo di Kota Tua. Kreasi Idris bahkan kemudian ditiru dan diikuti orang lain. Maka sejak 10 Oktober 2017, Idris pun membentuk Komunitas Seni Karakter Kota Tua. “Bung Tomo” tampil sebagai ketua komunitas itu. “Saat ini, jumlah anggotanya lima puluh orang,” ujarnya.

Idris “Bung Tomo” (foto: Monang S0

Komunitas itu kemudian mengatur jumlah manusia patung yang bisa performed. Satu hari, maksimal 22 manusia patung yang boleh tampil, dibagi di tiga titik: Titik Lorong Jasindo, Lorong Batavia, dan Lorong Seni. “Meski boleh 22 orang per hari, tapi kenyataannya hanya enam-tujuh orang saja. Paling banyak sepuluh orang yang tampil, tidak ada paksaan dan keharusan tampil, semua atas kehendak sendiri,” ujar Idris pula.

Menjadi manusia patung, menurut Idris adalah sebuah profesi mulia. Bahkan profesi yang bisa mendatangkan rezeki halal. Karenanya, komunitas pun menetapkan sejumlah aturan. Misal, “jam kerja” manusia patung dibagi menjadi dua shift. Shift pertama pukul 09.00 – 16.00, dan shift kedua antara 16.00 – 21.00. “Jam sepuluh malam harus steril dari Kota Tua,” tandasnya.

Idris mengaku, menekuni profesi sebagai manusia patung, sejauh ini cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya yang tinggal di Bogor. “Cukup untuk membayar kontrakan, hidup sehari-hari, dan menyekolahkan anak,” ujar bapak satu anak ini. Meski begitu, Idris tidak bisa menyebutkan berapa uang yang bisa ia bawa pulang setiap hari. “Cukuplah…. Apalagi kalau hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Pengunjung Kota Tua lebih ramai,” ujar Idris sang patung “Bung Tomo”. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *