Connect with us

Global

Netanyahu Menang! Kabar Buruk Upaya Damai Israel-Palestina

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Benyamin Netanyahu, pemimpin Partai Likud, dipastikan memenangkan pemilihan umum Israel dan akan kembali jadi perdana Menteri Israel. Namun kemenangan ini belumlah bulat, dia harus berkoalisi dengan paling tidak 3 partai lain agar bisa mengusai 65 kursi dari 120 kursi parlemen atau Kneset.

Kendati begitu, kemenangan sayap kanan menjadi kabar buruk untuk upaya perdamaian Israel – Palestina. Untuk pertama kalinya, setelah 43 bulan dan lima kali pemilu, parlemen akan dikuasai sayap kanan politik Israel.

Netanyahhu akan berusaha membentuk koalisi pemerintahan bersama Partai Shas, Partai UTJ (United Torah Judaism). Kedua partai ini bisa disebut ultra-relijius tapi kebanyakan tuntutan mereka lebih banyak isu dalam negeri. Nah, partai ketiga, Partai RZP (Religious Zionist Party akan jadi mimpi buruk Netanyahu.

Partai RZP dipimpin oleh Itamar Ben-Gvir yang secara mengejutkan meraih 14 kursi, dalam pemilu 1 November Lalu. Sedangkan kedua partai ultra-relijius mendapat 19 kursi. Dan Likud sendiri memperoleh 39 kursi.

Netanyahu, yang pernah menjabat PM 1996 – 1999 dan 2009 – 2021 dan lulusan Universitas Harvard dan Massachusetts Institute of Technology, sudah lama disebut sebagai pemimpin sayap Kanan. Tapi kalau dibandingkan dengan Ben-Gvir mendadak dia jadi terasa berada di Tengah. Mungkin bisa disebut Partai RZP sebagai Ultra-Kanan atau Kanan – Jauh.

Platform politik utama RZP adalah menentang kehadiran negara Palestina, menyatakan kedaulatan di wilayah pemukiman yahudi di Tepi Barat dan kalau bisa seluruhnya, mendesak pembangunan 70 pemukiman baru. Kemudian, ada soal dukungan partai akan hak bersembahyang warga Yahudi di wilayah Temple of Mount atau dua masjid (Dome Of Rock dan Al Aqsa).

Semua platform politik RZP bertentangan langsung dengan dunia internasional, termasuk Presiden AS Joe Biden dan tentunya Uni Eropa. Jika Netanyahu bisa menjinakkan posisi RZP dan koalisi dibentuk, tetap saja upaya proses perundingan dengan Palestina akan punya ganjalan besar.

Namun, selama berkuasa, Netanyahu punya kiat-kiat tersediri dalam upayanya tetap diterima di dalam negeri dan sekaligus bermanuver di dunia internasional.

Pola pertama, Netanyahu sering berupaya menyeimbangkan urusan dalam negeri dan internasional. Bahkan dia juga bersedia terkena kecaman diplomatic atau kalah dalam “pertempuran” tapi memenangkan “perang”.  Misalnya, pada tahun 2020, dia menghentikan upaya mencaplok pemukiman di Tepi Barat kedalam wilayah Israel agar Perjanjian Abraham bisa ditanda-tangani dengan hasil terciptanya hubungan diplomatic dengan 4 negara Arab.

Pola kedua, Netanyahu lebih suka mengambil langkah-langkah kecil dengan sabar dan menghindar dari tindakan besar hingga mengundang “keributan” politik dan diplomatic.

Pola ketiga, dia harus memegang kendali penuh kebijakan politik dan tidak dibatasi oleh partai-partai koalisi. Ketika partai-partai koalisi mencoba terlalu dalam mendikte kebijakan pemerintah, Netanyahu biasanya mengganti mereka atau malah membubarkan koalisi dan memicu pemilihan umum, yang dipercepat.

Pola keempat, Netanyahu biasanya mempersiapkan ruang manuver untuk mengambil langkah yang tidak populer. Pada saat yang sama, dia akan menyalahkan politisi lawan dengan menyatakan mereka mencoba mengambil manfaat dari situasi yang sulit.

Selama ini, lebih dari 10 tahun, perundingan damai Israel – Palestina macet. Sementara pada kurun waktu yang sama, kekerasan antara militer Israel dan pejuang Palestina cenderung meningkat atau paling tidak jadi peristiwa sehari-hari.

Hamas, 4 November lalu, kembali melancarkan seranga roket ke Israel selatan. Israel kembali melakukan serangan udara ke wilayah Jalur Gaza. Hal semacam ini terus terjadi. Kemudian, operasi militer Israel di Tepi Barat dengan alasan memburu para teroris terus terjadi.

Gelombang kekerasan akan terus terjadi entah sampai kapan. Sementara solusi dua negara makin lama semakin jauh. Mungkin sangat diperlukan tangan kuat dari luar untuk menekan Israel — biasanya Amerika yang mampu dan juga menekan Palestina — kesatuan Arab sangat diperlukan. Kekuatan luar ini —- dengan cambuk dan roti — bisa memungkinkan kedua belah pihak duduk berunding dan mencapai kesepakatan damai. sumber: The Yerusalem Post/***leo

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *