Connect with us

Sosial Budaya

Menparekraf: Tradisi ‘Tepung Tawar’ Sarat Makna dan Harus Dilestarikan

Published

on

TANJUNG PINANG, JAYAKARTA NEWS – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengikuti prosesi tradisi “Tepung Tawar” di Desa Wisata Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dan berharap tradisi ini terus dilestarikan. 

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mengikuti prosesi tradisi “Tepung Tawar” di Desa Wisata Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, (30/7/2023).

Menparekraf Sandiaga usai mengikuti prosesi “Tepung Tawar” di Desa Wisata Pulau Penyengat yang masuk dalam 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, mengatakan bahwa “Tepung Tawar” merupakan salah satu tradisi adat khas Melayu dengan kearifan budaya yang tinggi dan dapat menjadi salah satu unggulan daya tarik wisata. 

Menparekraf melakukan prosesi ‘tepung tawar’ di Balai Adat Indra Perkasa yang merupakan salah satu bangunan peninggalan sejarah di Pulau Penyengat. 

Menparekraf mengikuti prosesi tradisi “Tepung Tawar” di Desa Wisata Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, (30/7/2023)

“Ini merupakan tradisi yang sangat sarat dengan kearifan budaya kita, dan ini harus terus kita lestarikan, dan karena itu mengandung banyak sekali dari doa yang baik, sampai juga dengan pantun, maupun gurindam,” kata Menparekraf Sandiaga, Sabtu (29/7/2023). 

Tradisi Tepuk Tepung Mawar merupakan upacara adat Melayu Riau peninggalan raja-raja terdahulu. Tradisi ini biasanya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas terkabulnya satu keinginan atau usaha. Penaburan “tepung tawar” diiringi dengan doa dan lantunan ayat-ayat suci Alquran. 

Menparekraf Sandiaga mengatakan tradisi prosesi ‘tepung tawar’ ini harus dilestarikan karena mengandung makna mendoakan keselamatan orang tersebut. 

“Jadi ini harus kita pastikan dilestarikan yang merupakan bagian dari pada wisata edukasi,” ujar Sandiaga. 

Sekretaris Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau sekaligus Ketua Dewan Masjid Penyengat, Raja Al Hafiz, menjelaskan bahwa ada sejumlah bahan untuk melakukan prosesi ‘tepung tawar’ ini. Diantaranya beras kunyit, beras putih, beras bertih, dan air tepung tawar. Ada juga daun gandarusa, daun cuang-cuang, serta daun ribu-ribu.

(Foto: Kemenparekraf)

“Jadi beras yang telah dicuci lalu dikasih serbuk kunyit, jadi beras kunyit. Ada juga padi yang digoreng, keluar seperti kembang, ada lagi air diberi beras sejuk lalu diramu. Maknanya itu memberikan doa, doa akan tamu selamat,” kata Raja Al Hafiz.

Al Hafiz menjelaskan bahan-bahan tersebut juga mengandung makna. Seperti, beras kunyit yang melambangkan agar diberikan kemurahan rezeki, beras putih melambangkan kesucian, air tepung tawar melambangkan penyejuk hati.

Hadir mendampingi Menparekraf Sandiaga, Staf Khusus Menparekraf Bidang Akuntabilitas, Pengawasan, Reformasi, dan Birokrasi Kemenparekraf/Baparekraf, Irien Pol Krisnandi; serta Direktur Tata Kelola Destinasi dan Pariwisata Berkelanjutan Kemenparekraf/Baparekraf, Indra Ni Tua.***/mel

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *