Connect with us

Kolom

Gedung Balaikota Malang: Sejarah, Fungsi, dan Kisah Kelam

Published

on

Balaikota Malang/Foto: Heri Mulyono

JAYAKARTA NEWS – Gedung Balaikota Malang adalah salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perkembangan Kota Malang sejak zaman kolonial Belanda hingga kini. Bangunan ini memiliki arsitektur yang unik dan elegan, serta menyimpan berbagai kisah menarik dan kelam di baliknya.

Gedung Balaikota Malang didirikan pada tahun 1927 sebagai pusat pemerintahan baru Kota Malang, yang sebelumnya masih berkantor di daerah Kayutangan Temenggoengan selatan (sekarang komplek pertokoan Kayutangan Malang).

Pada saat itu, Kota Malang sudah dinaikkan statusnya menjadi Gemeente (kota madya) sejak tahun 1914, dan berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin oleh seorang Burgemeester (wali kota). Jabatan wali kota pertama dipegang oleh H.I. Bussemaker, yang kemudian mengusulkan ide untuk membangun gedung balaikota yang lebih modern dan representati

Untuk mencari desain yang tepat, pemerintah Kota Malang mengadakan sayembara yang diikuti oleh 22 peserta. Pemenang sayembara adalah H.F. Horn, seorang arsitek dari Semarang, yang mengajukan desain dengan judul “Voor de burgers van Malang” yang artinya “untuk warga Malang”. Desain ini mengikuti bentuk lengkungan alun-alun bundar (sekarang Alun-Alun Tugu) yang menjadi lokasi gedung balaikota. Desain ini juga memadukan konsep alam dan integrasi antara fungsi pemerintah, politik, pendidikan, dan ekonomi.

Pembangunan gedung Balaikota Malang menghabiskan biaya sebesar 287 ribu gulden, dan selesai pada September 1929. Gedung ini kemudian diresmikan dan mulai beroperasi pada masa jabatan wali kota kedua, Ir. Voorneman. Gedung ini memiliki luas bangunan sekitar 3.000 meter persegi, dan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk ruang administrasi, ruang rapat, ruang tamu, dan ruang kerja wali kota. Lantai kedua digunakan untuk ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang serbaguna. Gedung ini juga dilengkapi dengan halaman, taman, dan kolam air mancur di depannya.

Fungsi dan Perubahan

Gedung Balaikota Malang awalnya berfungsi sebagai kantor pemerintahan kolonial Belanda di Kota Malang, yang mengatur berbagai urusan administrasi, keuangan, kependudukan, pertanahan, perizinan, dan lain-lain. Gedung ini juga menjadi tempat penyelenggaraan berbagai acara resmi, seperti peresmian, penerimaan tamu, dan pesta. Gedung ini juga menjadi simbol status dan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Kota Malang, yang saat itu merupakan salah satu kota terbesar dan terkaya di Jawa Timur.

Namun, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, gedung Balaikota Malang mengalami perubahan fungsi dan status. Gedung ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia, dan diubah menjadi pusat administrasi pemerintahan Kota Malang.

Gedung ini juga menjadi saksi berbagai peristiwa sejarah, seperti Malang bumi hangus pada akhir juli 1947 juga hanguskan balaikota, penyerahan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia pada tahun 1949, penandatanganan Piagam Malino pada tahun 1950, dan peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Gedung ini juga menjadi tempat berkembangnya berbagai organisasi kemasyarakatan, politik, dan budaya di Kota Malang.

Pada tahun 2018, gedung balaikota malang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Walikota Malang, dengan nomor SK 185.45/341/35/73.112/2018. Hal ini dilakukan untuk melestarikan nilai sejarah, arsitektur, dan budaya yang terkandung di dalamnya. Gedung ini juga tetap berfungsi sebagai kantor pemerintahan Kota Malang, dengan beberapa perbaikan dan renovasi yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Kisah Kelam

Di balik keindahan dan kemegahan gedung Balaikota Malang, tersimpan juga beberapa kisah kelam yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Salah satunya adalah kisah tentang penunggu gedung Balaikota Malang, yang konon berupa sosok wanita berpakaian putih yang sering muncul di lantai dua gedung, terutama di ruang arsip.

Wanita ini disebut sebagai Noni Belanda, yang diyakini sebagai salah satu korban pembunuhan yang terjadi di gedung ini pada masa penjajahan Belanda.

Menurut cerita yang beredar, Noni Belanda adalah seorang wanita cantik yang merupakan istri atau kekasih salah satu pejabat Belanda yang bekerja di gedung Balaikota Malang. Wanita ini sering datang ke gedung ini untuk menemui pejabat tersebut, dan berada di ruang arsip yang menjadi tempat pertemuan mereka.

Namun, suatu hari, wanita ini ditemukan tewas di ruang arsip dengan luka tusukan di tubuhnya. Diduga, wanita ini dibunuh oleh pejabat tersebut atau orang lain yang mengetahui hubungan mereka.

Sejak itu, arwah wanita ini tidak tenang, dan sering menampakkan diri di gedung Balaikota Malang, terutama pada malam hari. Wanita ini dikatakan suka mengganggu orang-orang yang berada di gedung ini, dengan cara menarik rambut, mematikan lampu, mengeluarkan suara, atau bahkan menampakkan wajahnya di cermin.

Beberapa orang yang pernah melihatnya mengaku merasa ketakutan dan merinding. Ada juga yang mengalami hal-hal aneh, seperti kehilangan barang, sakit, atau mimpi buruk setelah berada di gedung ini. Pekerja balaikota sering menyebut “Mbak Sri” sebagai sosok penampakan Noni Belanda.

Kesimpulan
Gedung Balaikota Malang adalah salah satu bangunan bersejarah yang memiliki nilai sejarah, arsitektur, dan budaya yang tinggi. Gedung ini menjadi saksi bisu perkembangan Kota Malang sejak zaman kolonial Belanda hingga kini. Gedung ini juga memiliki berbagai kisah menarik dan kelam yang terjadi di dalamnya. Gedung ini layak dilestarikan dan dijaga sebagai warisan budaya Kota Malang. (Heri)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *