Connect with us

Feature

Kampung Cempluk Festival 13, Ketangguhan Warga Kampung

Published

on

Kampung Cempluk Festival kembali digelar tahun ini dan telah memasuki tahun ke-13. Pelaksanaan acara dimulai tanggal 17 – 23 September 2023.

MALANG, JAYAKARTA NEWS – Kampung Cempluk Festival kembali digelar tahun ini dan telah memasuki tahun ke-13. Pelaksanaan acara dimulai tanggal 17 – 23 September 2023. Bertempat di wilayah RW 02, Dusun Sumberjo, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Selama seminggu penuh warga Malang Raya akan dihibur dan disuguhi berbagai acara. Pada hari pertama acara dibuka Pawai Budaya (17 September 2023). Hari kedua Cempluk Berbunyi (18 September 2023). Hari ketiga Cempluk Bergerak (19 September 2023). Hari keempat Cempluk Berbicara (20 September 2023). Hari kelima Cempluk Modern (21 September 2023). Hari keenam Cempluk Duwe Gawe (22 September 2023). Dan hari ketujuh sebagai acara penutup dan puncak acara Cempluk Ambyar (23 September 2023).

Kampung Cempluk Festival ke-13 ini mengambil tagline “Diobong Ora Kobong, Disiram Ora Teles”, yang artinya “Dibakar Tidak Terbakar, Disiram Tidak Basah”. “Maknanya adalah ketangguhan warga Kampung Cempluk di tengah modernisasi saat ini tetap dapat mempertahankan dan melestarikan budaya lokal, sampai tahun ke-13. Memang bukan upaya yang mudah. Banyak kendala di dalamnya,” ujar Redy Eko Prasetyo, inisiator Kampung Cempluk Festival.

Ada yang berbeda pada helatan Kampung Cempluk Festival kali ini. Dalam rangka untuk mendokumentasikan sejarah perjalanan Kampung Cempluk Festival yang telah berlangsung selama 13 tahun, dirilis sebuah buku bertajuk “Bhaktapradesa : Napas Panjang Festival Kampung Cempluk”. Bhaktapradesa bermakna orang-orang yang berbakti pada kampungnya.

Buku ini ditulis oleh para pembakti kampung, apresiator kampung, warga kampung, dan pegiat-penggiat kampung. Para kontributor dalam buku bunga rampai ini terdiri dari latar lintas disiplin ilmu disertai ragam perspektif selaras pengalaman masing-masing.  Para penulis ini memotret dan merekam peristiwa secara langsung ataupun melalui sebuah media informasi tentang Kampung Cempluk.

Kumpulan tulisan ini terdiri dari tujuh bagian yang membahas secara sistematis ihwal perjalanan Kampung Cempluk, mulai dari sejarah, budaya, ruang kreativitas dan partisipasi, pengalaman pembakti kampung, praktik baik Kampung Cempluk, hingga tantangan sekaligus visi meneruskan napas panjang tradisi ke depan. Buku ini dirancang sistematis dengan gaya bahasa sehari-hari untuk memudahkan siapa saja menikmatinya.

Pada bagian pertama buku ini membahas Warna Budaya: Festival Kampung Cempluk Dari Perspektif Sejarah. Bagian ini membawa kita menjelajahi asal-usul dan perkembangan Festival Kampung Cempluk. Para penulis seperti M. Dwi Cahyono dan Restu Respati akan membuka jendela sejarah kampung ini dari perspektif yang menarik.

Kemudian berlanjut pada bagian kedua menyoal Panggung Kreativitas: Seni dan Budaya Dalam Festival. Bagian ini mengeksplorasi peran seni dan budaya dalam Festival Kampung Cempluk. Para penulis, Halim HD, Yusri Fajar, dan Renee Sari Wulan, akan mengajak para pembaca menjelajahi lembah budaya Kampung Cempluk dan merinci kontribusi seni dan budaya dalam festival ini.

Kemudian, pada bagian ketiga membincang Ruang Belajar: Menumbuhkan Kesadaran dan Partisipasi Warga. Bagian ini mengangkat peran penting Festival Kampung Cempluk sebagai ruang pembelajaran. Melalui tulisan-tulisan dari Melani Budianta, Suliati Boentaran, Trie Utami, Riyanto, Janwan Tarigan, pembaca akan mengetahui bagaimana festival ini membangun kesadaran dan partisipasi warga.

Berikutnya bagian keempat menyuguhkan cerita Pembakti Kampung: Pengalaman Penggerak Masyarakat. Bagian ini mengenalkan sosok-sosok yang berperan besar dalam menggerakkan masyarakat di Kampung Cempluk. Para penulis seperti M. Dwi Cahyono, Hanafi, Alzam Paramuda, Heru Iswanto, Daniel Stephanus, menjelaskan pentingnya penggerak dalam suatu komunitas dengan tetap mengedepankan partisipasi warga dan gerakan bersama.

Tak kalah penting dari bahasan sebelumnya, bagian kelima berusaha memotret Dampak Sosial dan Ekonomi: Dari Jajanan Menuju Berdikari. Bagian ini membahas dampak sosial dan ekonomi yang dihasilkan oleh Festival Kampung Cempluk. Penulis seperti Mangku Purnomo, Charles Djalu, Agus Andi Subroto, Mofit Jamroni, dan Yani W. Baihaqi menguraikan bagaimana festival ini telah memengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Rekamam praktik Festival Kampung Cempluk disajikan pada bagian keenam yakni Kampung Cempluk: Praktik Baik Kebangkitan Kampung Nusantara. Bagian ini memperlihatkan keberadaan Kampung Cempluk telah menginspirasi kampung-kampung di seluruh nusantara. Penulis seperti Eko Widianto, Akhmad Bustanul Arif, Nik Hikmah Arifin dan Lilik Wahyuni, Bachtiar Djanan M., dan M. Dwi Cahyono akan membagikan praktik baik dan pelajaran berharga dari Kampung Cempluk.

Terakhir, bagian puncak buku berikhtiar memproyeksikan Masa Depan Tradisi: Tantangan dan Visi Meneruskan Napas Panjang Festival Kampung Cempluk. Bagian ini menghadirkan pandangan tentang masa depan Festival Kampung Cempluk. Penulis seperti Abdul Malik, Anwar, I Gusti Agung Anom Astika, dan M. Dwi Cahyono mencoba memberi telaah reflektif dan kritis sebagai catatan penting memperbaiki Kampung Cempluk ke depan sekaligus menjelaskan tantangan yang dihadapi dan visi untuk melanjutkan tradisi.

“Harapannya, buku ini dapat menjadi jendela mengenal komunitas masyarakat kampung yang gigih memelihara ide dan spirit produktif dalam mengaktivasi ruang kampungnya agar tetap menyala laksana ‘lentera’ (cempluk) kepada sekitarnya. Bagaimana sebuah kampung kecil bisa menjadi pusat kegiatan budaya yang penuh warna dan kehidupan di Indonesia. Dalam setiap halaman, pembaca akan dibawa menyusuri coretan dari kolektivitas pikiran yang disampaikan secara organik melalui perjalanan panjang Festival Kampung Cempluk, melihat bagaimana perayaan ini tumbuh dan berkembang dari tahun ke tahun,” ujar Redy. 

Ucapan selamat atas terselenggaranya Kampung Cempluk Festival tidak saja datang dari dalam negeri, namun juga datang dari luar negeri. Tak kurang dari Prof. Dr. Markus Hassler (Marburg University, Jermany), dan Prof. Silvia (Milano University, Italy), juga turut memberi selamat.

Terakhir Redy berpesan bahwa, “Kami percaya bahwa budaya adalah penghubung yang kuat di antara kita semua, dan melalui pemahaman dan penghargaan atas budaya yang berbeda, kita dapat membangun dunia yang lebih kaya dan damai. Dalam Festival Kampung Cempluk, kami telah menemukan kekuatan dalam kebersamaan, dalam menjaga nilai-nilai lokal kami dalam menghargai keunikan setiap individu. Kami mengajak Anda untuk membagikan semangat ini dengan orang-orang di sekitar Anda, untuk bersama-sama merayakan dan melestarikan keanekaragaman budaya di dunia ini. Terima kasih telah menjadi bagian dari ‘Napas Panjang’ kami”.

Salam hormat, Salam Budaya yang tumbuh dan berkembang. (Restu)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *