Connect with us

Kabar

Setelah Ponorogo Kini Retakan Akibat Tanah Bergerak Terjadi di Ngantang Malang

Published

on

MALANG, JAYAKARTA NEWS– Setelah di Ponorogo, bencana tanah gerak melanda Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.

Tanah gerak diketahui setelah sejumlah rumah mengalami retakan mulai pekan lalu dan Minggu (5/3) dampaknya kian melebar.

Ada 2 rumah yang mengalami kerusakan berat dirobohkan karena dinilai membahayakan. Sementara, belasan keluarga rumah yang rumahnya rusak ringan masih bertahan.
Ada belasan rumah warga mengalami kerusakan ringan hingga berat.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang mencatat, ada 16 rumah yang terdampak. Sebanyak 15 rumah rusak ringan, dan satu rumah rusak berat.

Warga menyadari ada retakan melebar pada Kamis (2/3). Mereka lalu melaporkan ke BPBD. Sehari kemudian diketahui satu rumah yang semula rusak ringan mengalami retakan yang lebar hingga mengalami rusak berat.

Menurut Penata Penanggulangan Bencana Ahli Pertama (BPBD) Kabupaten Malang, Isa Ansori, semula retakan halus di dinding rumah, berangsur melebar di lantai dan jalanan pemukiman.

Sedangkan retakan di dinding dan lantai rumah warga mulai dari 10 centimeter hingga 30 centimeter.

“Masih terus ada pergerakan tanah dan retakan-retakan bertambah. Yang sebelumnya sudah retak semakin melebar,” kata Isa kepada awak Media, Minggu (5/3).

Dikatakan, setelah retakan terjadi warga Ganten sempat menutup retakan dan lubang dengan semen. Namun, retakan terjadi kembali. Ada 2 rumah dirobohkan. Sebab, kerusakan berat pada rumah mereka dirasa membahayakan. Keduanya lalu mengungsi di rumah sanak saudara yang lebih aman.

“Satu rumah sudah tidak ditempati hampir satu bulan karena sudah ada rumah yang dibangun di tempat yang lebih tinggi. Satu rumah lain mengungsi di saudaranya,” rincinya.

Mengenai kerugian yang ditaksir, saat ini pihak BPBD masih melakukan pendataan. Sebab, data kerusakan rumah-rumah warga dan jalan pemukiman berubah karena ada pelebaran.

Kepala Desa Tulungrejo, Mulyadi mengatakan, dari 16 rumah rusak, selain dua rumah dibongkar total, ada satu rumah yang dibongkar hanya di bagian dapur. Hal ini karena semula rstakan hanya 20 centimeter terjadi penurunan tanah lebih dalam hingga hampir 50 centimeter.

“Bertambah yang dibongkar satu rumah, tetapi hanya dapurnya karena penurunannya hampir 50 centimeter. Yang lain mudah-mudahan tidak ada kerusakan yang bertambah,” kata Mulyadi.

Menurutnya, fenomena serupa juga kerap terjadi beberapa tahun sebelumnya. Kondisi tanah tersebut tak jarang menyebabkan kerusakan bangunan cukup parah. Meski begitu, warga tetap bertahan di lokasi yang sama. “Beberapa tahun lalu pernah terjadi malah 18 KK yang terdampak. Setelah kejadian-kejadian itu, di sekitar dusun dipasang indikator dari BPBD Jatim untuk mendeteksi ada gerakan tanah. Tetapi warga memang masih menempati rumah mereka,” ujarnya.

Diakui Mulyadi, pihak pemerintah desa (Pemdes) sempat berencana memindahkan tempat tinggal beberapa warga. Namun, hal ith terkendala ketersediaan lahan hingga jauhnya sumber penghasilan warga.

“Dari pihak desa sempat meu memindahkan, tetapi bingung mau di mana. Karena sudah disana matapencaharian warga, pertanian mereka,” tambahnya. Ia hanya berharap agar tidak sampai ada korban.

Sementara terpisah, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono Irawan menuturkan hal serupa. Warga yang tinggal di daerah rawan tanah gerak tersebut tidak berkenan untuk mengungsi. Mereka lebih memilih bertahan di rumah masing-masing.

Sejauh ini bantuan untuk korban berupa sembako dan terpal sudah disalurkan pihaknya. Sementara untuk melakukan antisipasi, warga secara mandiri melakukan penjagaan berkala secara bergantian.

“Di sana warga lebih memilih bertahan. Mereka melakukan oenjagaan mandiri bergantian. Kejadoan tanah gerak juga buka sekali-dua kali terjadi. Mereka sudah memahami dan waspada,” kata Sadono.

Ia mengatakan, pihaknya tak bisa berbuat banyak sembari tetap melakukan pemantauan melalui alat pendeteksi yang terpasang.

Pihaknya masih memantau dengan Geolistrik, untuk melihat kondisi tanah di Ganten. Artinya menang disana sebetulnya tidak boleh dibangun bangunan yang berat. Tanahnya labil, kondisinya seperti di atas tanah dan dibawahnya batuan.

“Ketika hujan terus-menerus, ada kejenuhan air dan memengaruhi daerah yang di dalam tanahnya bebatuan akan mengalami pergeseran.
“Ini sudah terjadi bertahun-tahun,” jelasnya. (poedji)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *