Connect with us

Feature

Artik Ikut Menentukan Nasib Manusia

Published

on

Es di kawasan Artik yang mencair (Foto: Istimewa)

JAYAKARTA – Mungkin buat kita di Indonesia, di kawasan tropis, soal ‘permafrost’ atau tanah beku di lingkaran Artik jauh dari perhatian kita. Namun sesungguhnya apa yang terjadi pada tanah beku ini akan memberi pengaruh besar terhadap kita.

Tanah beku atau ‘permafrost’ menyimpan karbon sangat besar dan juga didalamnya ada banyak bakteri dan virus, yang beku. Jika tanah beku ini mencair maka akan terlepas Gas Rumah Kaca dalam bentuk gas Metan yang makin memperberat masalah pemanasan global dan mempercepat perubahan iklim yang sangat sukar diprediksi. Ditambah pelepasan bakteri —- di tanah beku Siberia di Rusia sudah ‘terbangun’ bakteri Antrax — dan virus yang sangat berbahaya bagi manusia.

Laporan BBC menyebutkan; Sue Natali, peneliti tanah beku pada tahun 2012 berada di Duvanny Yar (Siberia di Rusia), saat itu dia sedang meneliti cairnya tanah beku akibat perubahan iklim. Pencairan cepat di kawasan DuvannyYar telah menyebabkan tanah longsor dalam skala besar. Tanah itu runtuh seperti lubang-lubang raksasa di wilayah Tundra Siberia.

Ketika berjalan di wilayah ini akan kelihatan muncul dari tanah seperti kayu-kayu besar, tetapi bukan batang kayu ternyata tulang belulang hewan-hewan raksasa, yang sudah punah berasal dari era Pleistocene, jelas Natali.

“Pemandangan yang sangat luar biasa,” tukas Natali, yang jadi peneliti di Woods Hle Research Center di Massachusetts. “Saya masih merinding jika mengingatnya. Saya hampir-hampir tidak percaya skala besarnya longsor di kawasan tanah beku, yang membentuk tebing setinggi beberapa tingkat sebuah gedung. Dan ketika anda berjalan anda akan melihat seperti batang-batang pohon muncul dari tanah beku. Ternyata itu bukan batang kayu tapi tulang-tulang dari hewan-hewan pra sejarah.”

Natali memberi gambaran dampak dramatis dari pemanasan cepat di kawasan Artik. Tanah beku atau permafrost —- sampai sekarang masih membekukan tanah — mulai mencair dan membuka rahasia yang tersimpan jauh didalamnya. Selain fosil-fosil jaman Pleistocene keluar juga emisi karbon dan metan dalam jumlah sangat besar. Ditambah keluar juga logam berat merkuri dan penyakit-penyakit jaman pra-sejarah (dalam bentuk bakteri dan virus)

Tanah beku diperkirakan menyimpan sebanyak 15 miliar ton karbon. “Itu artinya dua kali lipat karbon yang saat ini ada di atmosfir dan tiga kali lipat lebih besar dari karbon yang disimpan di hutan (seluruh dunia),” jelas Natali. Dia juga menyatakan sekitar 30% sampai 70% akan meleleh sebelum tahun 2100, tergantung seberapa efektifnya dunia mengatasi perubahan iklim. “70% itu angka kalau tidak ada tindakan apapun, jika kita tetap terus menggunakan bahan bakar fosil pada tingkat saat ini dan 30% itu angka jika kita melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca secara besar-besaran. Dari 30% – 70% pelelehan atau pencairan tanah beku akan menyebabkan karbon, yang ada di bahan organic akan mengalami pembusukan karena mikroba, mereka menggunakan itu sebagai bahan bakar atau energi, dan mereka akan mengeluarkannya sebagai CO2 atau metan.”

Sekitar 10% karbon, yang sudah meleleh, kemungkinan akan dikeluarkan dalam bentuk CO2, yang artinya 130 – 150 miliar ton. Angka ini berarti sama dengan jumlah seluruh emisi CO2 Amerika setiap tahun sampai tahun 2100. Pelelehan tanah beku secara efektif juga berarti menjadikan kawasan Artik sebagai wilayah yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca terbesar pertama atau kedua di dunia.”Orang berbicara mengenai bom karbon. Dalam skala waktu geologi ini jelas bukan pelepasan (CO2) secara perlahan. Ini adalah kumpulan karbon, yang dipandang aman terkubur, dan tidak dihitung dalam upaya agar kenaikan suhu (dunia) tetap dibawah dua derajat (Celsius).

Disisi lain terjadi cuaca ekstrim, pada tahun 2018/2019 di musim dingin pada kawasan utara didominasi oleh laporan-laporan yang menyebutkan ‘polar vortex’, kondisi dimana suhu turun dengan cepat sampai jauh di wilayah selatan Amerika Utara. Di South Bend, negara bagian Indiana, tempeatur mencapai -29C pada bulan Januari 2019, hampir dua kali lipat dari rekor sebelumnya ditahun 1936. Kejadian sebaliknya terjadi di Utara, di lingkaran Artik, dimana laut es hanya mencapai rata-rata 13,56 juta kilometer per segi jauh dibawah rata-rata tahun 1981 sampai 2010 dan hanya sedikit lebih besar dibanding rekor paling rendah pada Januari 2018 lalu.

Sementara, pada bulan November 2018, di kawasan Artik seharusnya suhu -25C tapi ternyata menghangat sampai 1,2C sudah diatas titik beku dan suhu ini diukur di titik Kutub Utara. Kawasan Artik telah mengalami pemanasan dua kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan seluruh dunia (sebagian akibat kehilangan kemampuan merefleksikan sinar surya).

“Kita sedang melihat peningkatan pencairan tanah beku,” konfirmasi Emily Osborne, manajer program Artic Research Program, NOAA, dan editor dari Laporan Artik, yang mengeluarkan berita kondisi Artik (Artic Report Card). Akibat langsung kenaikan suhu udara telah menyebabkan pelelehan tanah beku. “Hasilnya kawasan mengalami longsor dan banyak yang berubah dengan sangat cepat dalam cara yang tidak pernah dipikirkan oleh para peneliti,” imbuhnya.

Dalam laporan kawasan Artik (Arctic Report Card) disebutkan,”Kawasan Artik tidak memperlihatkan pertanda akan kembali pada luasan beku seperti sebelumnya.” Sementara sebuah penelitian, yang dilakukan, diantaranya oleh, Hanne Christiansen, profesor dan wakil dekan Universitas Centre Svalbard, di Norwegia, meneliti suhu tanah beku di kedalaman 20 meter (cukup dalam hingga tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca musiman). Mereka mendapati suhu telah naik sampai 0,7C dibanding tahun 2000. Christiansen, yang juga menjabat sebagai ketua International Permafrost Association, menjelaskan,”Kenaikan suhu di dalam tanah beku yang secara relatif cepat, tentu saja apa yang tadinya secara permenen beku akan bisa cair.” Pada tahun 2016 suhu musim gugur di Svalbard tetap berada di atas titik beku disepanjang bulan November. “Ini pertama kali terjadi, dari catatan kami, sejak tahun 1898. Kemudian datang hujan dan kami mengalami longsor sehingga harus mengevakuasi sebagian penduduk,” jelas Christiansen.

Perubahan cepat di tanah beku kawasan Amerika Utara juga mengkuatirkan. “Di beberapa tempat di lingkaran Artik Alaska, anda bisa melihat tahan seperti keju Siwss (bolong-bolong) dan telaga-telaga yang tercipta akibat turunnya tanah, jelas Sue Natali, yang meneliti kawasan Siberia dan Alaska. “Banyak telaga (danau kecil) memperlihatkan gelembung-gelembung metan, yang dihasilkan dari mikroba memakan bahan organik hingga menimbulkan gas metan. Kita bisa berjalan di telaga-telaga ini karena tidak dalam dan anda akan merasa sedang berjalan di kolam air panas (akibat gas metan) ada banyak sekali gelembung.”

Namun gas metan dan CO2 bukan satu-satunya yang dikeluarkan dari kawasan tanah beku ini. Pada musim panas 2016, sekelompok pengembala rusa kutub (Reindeer) mengalami sakit misterius. Langsung beredar desas-desus penyakit itu adalah wabah Siberia, yang terakhir terjadi tahun 1941 lalu. Kala itu seorang anak laku-laki meninggal dan sekitar 2.500 rusa juga mati — penyakit itu diidentifikasi sebagai anthrax. Asal muasal penyakit ini dari bangkai beku rusa yang mencair. Laporan Artik 2018 berspekulasi cairnya tanah beku bisa juga berarti munculnya berbagai penyakit, seperti flu Spanyol, cacar, dan lainnya. Bahkan penyakit-penyakit yang selama ini tidak pernah lagi muncul. Sebuah penelitian Perancis, tahun 2014, berhasil mengangkat dan ‘menghidupkan kembali’ virus berusia 30.000 tahun dari tanah beku.

Bahkan, di tahun 2016 lalu, Brankas Kiamat — yang menyimpan seluruh benih tanaman dunia di tanah beku — terletak di lingkaran artik Norwegia mengalami keretakan dan air memasuki falitas ini. Padahal, tadinya, diharapkan brankas ini akan bertahan ‘selamanya’ karena terletak di kawasan tanah beku permanen.

Situs arkeologi juga terancam oleh pencairan tanah beku ini. Situs Paleo-Eskimo di Pulau Greenland, yang selama 4.000 tahun kondisinya aman, terancam lenyap oleh banjir bandang. Selain situs ini, diperkirakan sekitar 180.000 situs arkeologi di lingkaran Artik juga mengalami ancaman serius akibat pelelehan tanah beku atau permafrost, kadang-kadang artefak arkeologi seperti pakaian akan rusak jika tidak dalam keadaan beku. Adam Mrkham, dari Union of Concerned Scientist, menjelaskan, “Dengan perubahan iklim yang cepat akibat ulah manusia, banyak situs atau artefak yang akan lenyap bahkan sebelum ditemukan.”

Namun sampah manusia modern, yang tidak bisa membusuk, mikroplastik di lautan. Akibat arus lautan kebanyakan sampah plastik berkumpul di laut Artik, yang jadi bagian dari lautan es beku atau terdampar di tanah beku (permafrost). Penelitian mengenai mikroplastik menyebutkan konsentrasi zat ini lebih tinggi di kawasan Artik daripada semua lautan di dunia. Konsentrasi mikroplastik di laut Greenland bertambah dua kali lipat antara tahun 2004 sampai 2015. “Para ilmuwan menemukan ada akumulasi (mikroplastik) diseluruh lautan dan banyak yang akhirnya terkumpul di Artik,” jelas Osborne. “Hal ini merupakan sesuatu yang sebelumnya tidak kami perhitungkan sebagai masalah. Sekarang para ilmuwan sedang meneliti komposisi mikroplastik dan ikan apa saja yang memakannya dan apakah sebenarnya kita (manusia) sebenarnya sedang menyantap mikroplastik ketika mengkonsumsi ikan-ikan itu.”

Selain itu, logam berat Merkuri juga meresap ke rantai pangan, akibat pencairan tanah beku. Artik mengandung Merkuri terbesar di dunia. Survei Geologi AS memperkirakan sebanyak 1.656.000 ton Merkuri terperangkap di tanah beku atau permafrost dan es di Kutub Utara. Artinya; sekitar dua kali lipat lebih banyak dari seluruh Merkuri di tanah, laut dan udara di seluruh dunia. Natali menjelaskan, “Merkuri seringkali terperangkap dalam material organik dan organisme tidak mengeluarkannya dan terus terakumulasi pada rantai pangan. Tanah beku jadi tempat ideal dan merkuri sangat banyak di kawasan ini. Jika merkuri ini masuk ke rantai pangan maka jadi berbahaya bagi kehidupan manusia termasuk industri perikanan.”

Apakah situasi buruk ini bisa dicegah? Natali menjelaskan banyak cara bisa dilakukan untuk mengurangi atau mencegah pencairan tanah beku ini. “Langkah-langkah dari masyarakat internasional punya dampak besar terhadap bagaimana karbon dilepaskan dan bagaimana tanah beku mencair. Kita perlu mengupayakan sebagian besar tanah beku (permafrost) tetap beku dan kita punya kemampuan mengontrolnya. Emisi, yang dilepaskan manusia, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Artik bergantung pada hal itu dan kita bergantung pada Artik.”

Sumber informasi: bbc.com

Ditulis oleh: Leo Patty

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *