Feature
Menjaga “Amukan” Semeru, Begini Cara Pemprov Jatim dan Pemkab Lumajang Mengatasinya
SURABAYA, JAYAKARTA NEWS— Suara gelegar lahar dingin yang turun dari atas Gunung Semeru dan meluncur deras ke bawah melewati aliran sungai yang dilewati bak mobil hilang kendali menabrak apa saja yang ada di depannya.
Suara jerit warga yang “diserang” lahar dingin bercampur material batu-batuan serta lumpur menerjang rumah, ternak, tanaman dan lain-lain itu, begitu cepat sehingga meluntuhlantakan segala benda sehingga menyisakan puing-puing berserakan.
Selain korban manusia yang tidak sempat menyelamatkan diri juga berbagai fasilitas seperti jembatan penghubung antar desa ambrol sehingga terputuslah akses yang menghubungkan berbagai kepentingan
Gunung teringgi di Pulau Jawa itu memang sering membuat susah kehidupan di sekitarnya dan tercatat di penghujung 2021 lalu mengeluarkan awan panas guguran (APG) dan muntahan lahar dingin.
Akibatnya ratusan bangunan, korban sakit dan meninggal dari sejumlah warga hingga hewan ternak mati atau terjebak dalam abu vulkanik. Setelah erupsi, datang banjir lahar dingin hingga menghanyutkan rumah, kendaraan dan tanaman yang menjadi penunjang hidup masyarakat di sana.
Berdasarkan data yang ada waktu itu, tercatat ada 54 orang meninggal dunia, sedangkan 6 warga dinyatakan hilang.
Sementara total rumah rusak mencapai 1.027 unit. Rumah rusak ini tersebar di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dengan kategori rusak berat 505 unit. Sedangkan di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, rumah rusak berat 85 unit dan rusak berat 437 unit.
Kemudian warga mengungsi berjumlah 9.417 jiwa yang tersebar di 402 titik. Konsentrasi pengungsian terpusat di 3 Kecamatan, yakni di Pasirian 15 titik 1.657 jiwa, Candipuro 22 titik 3.897 jiwa dan Pronojiwo 7 titik 1.136 jiwa.
Pengungsian di luar Kabupaten Lumajang berada di Kabupaten Malang 9 titik 341 jiwa, Probolinggo 1 titik 11 jiwa, Blitar 1 titik 3 jiwa dan Jember 3 titik 13 jiwa.
Bencana alam ini mendapat respons dari sejumlah pihak. Banyak bantuan hingga relawan berdatangan.
Untuk melacak sejarah pilu itu para jurnalis yang ngepos di Pemprov Jatim belum lama ini datang ke lokasi untuk melihat, mengamati dan melakukan serangkaian wawancara kepada para nara sumber yang terkait dengan peristiwa 3 tahun yang menjadi berita terhangat waktu itu.
Ada dua tempat yang menjadi pilihan yakni jembatan putus akibat diterjang lahar dingin dan pembuatan Huntap(Hunian Tetap) bagi para korban bencana yang rumahnya luluh lantak akibat terjangan lahar yang datang tiba-tiba.
Jembatan yang pernah putus itu adalah jembatan mujur yang masuk wilayah Desa Kelopo Sawit, Kecamatan Candiputo, Kabupaten Lumajang. Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono meresmikan jembatan tersebut pada 8 Juni 2024 khususnya untuk pembangunan tanggul.
Pekerjaan juga lebih cepat karena diprediksi 2 bulan tapi pada kenyataannya bisa selesai 1 bulan lebih 3 minggu. Sehingga masyarakat bisa menggunakan lebih cepat dan roda perekonomian pulih kembali.
Dua titik tanggul yang dibangun sepanjang 225 meter dan 62 meter, serta upaya normalisasi sepanjang 302 meter, kini siap melindungi masyarakat dari dampak bencana.
Jembatan itu dibangun 3 kali karena ditabrak lahar dingin. Pembangunan yang ketiga lebih ditinggikan 2,5 meter berdasarkan pengalaman lahar dingin yang menabraknya.
Petugas dari Dinas PU Bina Marga Emil menyebutkan lahar dingin yang membawa material diantaranya batu-batu besar menerjang yang ada didepannya. Sehingga jembatan yang membentang itu tidak mampu menahan derasnya lahar dan juga hantaman batu sehingga ambrol.
Pembangunan jembatan segera dilakukan dan melihat kondisi sejarah lahar yang mengalir di sungai tersebut maka jembatan ditingginkan 2, 5 meter.
Kendati demikian pihaknya tidak berani berjanji kalau jembatan yang baru diresmikan itu bisa tahan lama. “Bagaimanapun kita berusaha dan membangun sesuai sejarah aliran lahar yang melewati sungai. Tapi kalau yang di atas kuat alirannya disertai hujan lebat kami tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Kecepatan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah menjadikan jembatan itu kembali berfungsi. Masyarakat bisa menggunakan seperti sediakala baik untuk kepentingan pribadi dan khususnya melakukan bisnis ke daerah lain karena jembatan itu bisa sampai ke Malang.
Saat ini tampak hilir mudik kendaraan yang melewati jembatan tersebut. Di sekitaran jembatan juga ada beberapa warung yang berjualan makanan untuk para pengendara yang ingin beristirahat sebentar.
Selain itu dekat jembatan juga dibuatkan taman bermain untuk anak-anak. Pada hari libur khususnya sore hari taman itu dimanfaatkan warga sekitar yang membawa anak-anaknya menggunakan fasilitas tersebut.
Sambil menjaga anak-anaknya bermain bisa mellihat sungai yang banyak batu kecil dan beaar yang dimuntahkan Gunung Semeru saat erupsi dan mengeluarkan lahar melalui sungai yang ada di bawah jembatan.
RATUSAN HUNTAP SUDAH DIHUNI
Selain membangun kembali jembatan-jembatan yang putus akibat terjangan lahar dingin dari Semeru, pemerintah juga membangun ratusan Hunian Tetap(Huntap) untuk para korban.
Huntap tersebut dibangun di Desa Sumber Mujur, Kecapan Kali Puro, Kabupaten Lumajang dan mulai dihuni oleh para korban bencana pada 2021 lalu.
Menurut kepala desa Sumber Mujur Yayuk Sri Rahayu lokasi bangunan Huntap dulunya adalah bekas perkebunan yang luasnya 24 hektar dan saat ini jumlahnya mencapai ribuan yakni yang ada di 2 kecamatan masing-masing Sukopuro dan Pronojiwo.
Adapun fasilitas sosial yang dibangun pemerintah di antaranya Masjid, kantor kepengurusan air bersih, tempat pembuangan sampah, kandang hewan, sekolah paud, gedung pertemuan, stadion dan lain-lain.
“Juga ada bantuan ternak yaitu sapi dan kambing. Juga disiapkan pendampingan dari UNAIR dalam merawat ternak,” katanya.
Ani dari BPBD Lumajang yang mendampingi juga menambahkan kalau pada 7 Juli lalu juga ada penyitas masuk Hurtap akibat kawasannya banjir akibat lahar yang meluap dari sungai dan menerjang perumahan.
“Penyitas yang masuk Hurtap juga mendapatkan alat-rumah tangga seperti alat masak dan piring” katanya.
Dalam pada itu salah seorang penghuni, Mahfud, mengatakan sudah 3 tahun tinggal Huntap setelah rumahnya di desa Curah Kobokan porak poranda diterjang lahar termasuk ternak kambing 8 ekor yang dipeliharanya.
Ia mengaku kerasan dan enak menempati rumah barunya karena dibangun permanen dan tahan gempa. “Saya dapat 3 rumah Huntap dua diantaranya untuk anak sendiri,” kata lelaki berumur 70 tahun ini.
Saat ini dia buka toko mracangan untuk melayani penghuni di Huntap. Dagangannya adalah barang kebutuhan rumah tangga dan sehari-hari bisa ada pemasukan Rp 200 ribu kotor karena belum dihitung untungnya.
Sementara itu 2 anaknya sudah mandiri dan bekerja di luar kota sehingga untuk sementara Huntap yang dipakai 2 anaknya kosong.
Waktu masuk pertama kali di Huntap mendapatkan bantuan dari Pemerintah berupa kasur, peralatan rumah tangga dan lain-lain. “Sekarang sudah tidak ada bantuan lagi,” tuturnya.
Untuk listrik selama ini tidak ada gangguan hanya air yang kadang-kadang tidak mengalir juga ada iuran untuk sampah da WC sebulan Rp 10 ribu. “Kalau untuk kesehatan dan pemeriksaan dokter serta obat-obatan gratis,” tambah Mahfud.
Dalam pada itu Asisten Administrasi Sekda Kab. Lumajang Ir. Agus Widarto, M.M mengatakan, untuk mengatasi kebencanaan di daerahnya maka dibuat thema “Bersatu Tangguh Bencana” di mana aksi yang dilakukan dalam mengatasi adalah bekerja sama dengan pihak luar. “Mrngenal dulu ancaman selanjutnya mengurangi resiko,” katanya.
Sebelumnya harus tahu geografis lumajang yang luasnya mencapai 75 Km. Penyebabnya adalah gunung merapi dalam hal ini Semeru, samudra Indonesia mengakibatkan tsunami dan kebakaran hutan.
Selain itu juga ada gunung Bromo dan Lamongan yang mengelilingi lumajang. Oleh krn itu memetakan bencana di dua kecamatan masing-masing Pronojiwo dan Candipuro.
Catatan kejadian ada 10 bencana alam dan ada 1 tsunami 2008 sampai 2022. Untuk mengatasi pihaknya bekerja sama dengan BPBD kabupaten dan BOBD Provinsi Jatim ditambah dengan OPD terkait melakukan Tupoksi.
Pada Desember 2022 yang lalu di semeru dilakukan tanda darurat selama 14 hari. Untuk itu dilakukan tindakan seperti pemcarian orang hilang dan pembangunan hunian tetap sementara(Huntara). Khusus untuk pembagunan Huntap dilaksanakan langsung oleh Kementrian PUPR.
Juga dilakukan perpanjangan tanggap darurat yang penanganannya tiap hari. Kemudian juga dilalkukan masa transisi dan pemulihan termasuk mendatangkan dokter dan psikolog.
“Persiapan bencana alam tanda-tandanya adalah hujan setiap hari tidak berhenti berlangsung sampai tiga hari.
Para terdampak dan pengungsi secepatnya direlokasi. Pemetaan relawan 2 ribu lebih. Ada yg memberikan bantuan tapi tidak tepat sasaran karena sering menumpuk dalam satu lokasi. “Hal ini menjadi perhatian kami untuk kedepannya agar lebih baik lagi,” tambahnya.
ATASI MUSIBAH TERUS DIGALAKKAN
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah baik itu pusat dan daerah dalam mengatasi kebencanaan khususnya akibat gunung Semeru di Lumajang sudah cukup baik.
Kalau toh ada yang kurang disana-sini adalah hal yang biasa karena selaku manusia tidak bisa mencapai seratus persen melaksanakan program prncegahan atau mengatasi pasca musibah yang ditetapkan.
Tetapi kekurangan tersebut akan menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan sehingga masyarakat yang menjadi korban kebencanaan tidak terabaikan.
Mereka memang harus diberi bantuan dan pembinaan agar pulih rasa trauma setelah kehidupannya rusak oleh bencana alam yang membuatnya merana.
Uluran tangan pemerintah tetap men jadi harapan mereka untuk memulai hidup baru kedepannya.
Sedangkan musibah yang ditimbulkan oleh gunung merapi tidak mungkin akan berhenti. Kalau bisa bicara mungkin gunung itu akan berkata, “ini wilayah saya jangan dekat-dekat. Silahkan cari tempat lain”.
Gunung Semeru yang ada di Kabupaten Lumajang tetap tegak berdiri dan bisa dinikmati oleh mereka yang ada disekitarnya. Gunung tertinggi di pulau Jawa itu masih tetap aktif sehingga kalau malam tiba bisa dilihat guguran lava panas yang meleleh dari puncaknya.***poedji