Connect with us

Kabar

Marak Kasus Apartemen dan Perumahan Mangkrak, YLPK Kota Bogor: Hak Konsumen Dipertaruhkan

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Ketua Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Kota Bogor yang juga merupakan Komisioner Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bogor, Lusiana Dwiyanti, S.H., M.Kn, mengatakan, pihaknya mendapatkan banyaknya aduan terkait tidak berjalannya proses pembangunan Apartemen dan Perumahan di sekitaran Kota Bogor sejak pertengahan tahun 2021 hingga tahun 2023 ini.

“Dari banyaknya pengaduan yang masuk pada BPSK Kota Bogor, alhamdulillah penyelesaian sengketa konsumen dan pelaku usaha properti banyak yang selesai dengan perdamaian melalui cara mediasi. Pengembalian uang konsumen dilakukan secara bertahap baik dengan pembayaran secara angsur 3 (tiga) sampai 6 (enam) kali melalui bilyet giro atau check mundur bahkan ada yang tunai,” jelas  Lusiana saat dihubungi wartawan, Selasa (20/6) di Bogor.

Dari banyaknya kelancaran pembayaran pengembalian uang konsumen sebagaimana keputusan akta perdamaian dalam sidang di BPSK Kota Bogor, Lusiana menambahkan, tetap masih ada saja  pelaku usaha yang nakal atau lalai atas kesepakatannya. Mereka tidak menjalankan kewajiban pengembalian uang sesuai jadwal kesepakatan sebagaimana tertuang dalam akta perdamaian.

Ketua Harian YLPK Kota Bogor Lusiana Dwiyanti, SH, MKn/foto: istimewa

Karena itu, acap terjadi kasus kembali bergulir dalam ranah litigasi.  Hasil putusan BPSK dijadikan bukti permulaan yang cukup bagi konsumen untuk bersidang di Pengadilan Negeri.

“Seharusnya, ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang perlindungan konsumen yang dapat melakukan penyidikan bilamana putusan BPSK tidak dijalankan oleh pelaku usaha, sebagaimana Pasal 56 ayat (4) UUPK,” ucapnya.

Lusiana kembali mengungkapkan bahwa kewenangan berada di BPSK Provinsi, namun Kota/Kabupaten BPSKnya tidak memiliki PPNS.  Akibatnya, kesulitan setiap kali ada kasus yang memerlukan bantuan PPNS Perlindungan Konsumen.

Salah satu dampak nyata akibat ketiadaan PPNS di daerah, lanjut wanita yang aktif di berbagai kegiatan sosial dan pemberdayaan ini, adalah  terkait pemanggilan pelaku usaha yang tidak bisa hadir secara patut dalam persidangan, maupun dalam pelaksanaan putusan BPSK. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan BPSK akan sulit secara cepat untuk diberi sanksi. Karena itu, di saat-saat tertentu kehadiran PPNS menjadi vital dan penentu.

Dengan tidak terlaksananya putusan BPSK dengan baik oleh pelaku usaha maka hak konsumen kembali diciderai. Hal ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dan menjadi konsern para pihak agar momentum  perubahan Undang Undang Perlindungan Konsumen yang saat ini draf RUU-nya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Tahun 2023.

“Perubahan UUPK sangat diharapkan dapat segera direalisasikan karena perlindungan konsumen sangat nyata dibutuhkan oleh masyarakat,” tutup  Lusiana meyakinkan. (kis/nat)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *