Connect with us

Feature

Danau Toba Mengamuk Versi Marah Rusli

Published

on

Jayakarta News – Ada-ada saja cara pelukis mengekspresikan karya seninya. Sebut saja pelukis Marah Rusli. Pelukis Medan berusia 50 tahun ini, bisa dibilang pelukis realis yang serba bisa.

Ia kesohor karena beberapa kali menyabet penghargaan nasional dan internasional, melalui karya lukis yang unik, menggunakan ampas kopi dan limbah kelapa sawit. Atas karyanya, ia juga mendapat anugerah penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Akan tetapi ada yang berbeda dengan penampilannya beberapa waktu lalu. Dalam pameran lukisan di Toba Hall, hotel Inna Parapat, Simalungun – Sumatera Utara, Marah Rusli melukis abstrak. Pameran yang merupakan rangkaian acara North Sumatera Music Festival itu, berlangsung tiga hari, 9 – 11 Desember 2019. Tak kurang dari puluhan lukisan di-display.

Corak abstrak dirasa yang paling bisa mewakili ekspresi Marah Rusli saat itu. Ia sedang tidak ingin menuangkan keindahan panorama Danau Toba, sekalipun event yang ia ikuti, masih terkait dengan hajat Festival Danau Toba (FDT) yang tahun 2019 ini digelar di Parapat, Simalungun.

“Ini gambaran Danau Toba sedang mengamuk, karena tidak ada perhatian dan tidak dipelihara dengan baik,” ujar Marah Rusli sambil menunjukkan coretan-coretan abstrak di atas kanvas.

Corak abstrak, menurutnya, paling bisa mengekspresikan banyak simbol dan makna. Dalam kemarahan, Toba juga menyiratkan pesan moral agar kita saling menjaga. Masyarakat menjaga dan memelihara Danau Toba, sebaliknya Danau Toba juga akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat.

Tidak berhenti di situ. Menurut pelukisnya, guratan-guratan warna dan garis juga melambangkan pesan kebersamaan, tanpa ada pembeda-bedaan yang satu dan lainnya, dalam hal apa pun. “Setelah sekian lama saya melukis dengan media lain, seperti kopi, teh, dan limbah sawit, baru ini saya kembali menyentuh cat,” ujar pelukis yang sudah 40 tahun menggeluti dunia seni rupa.

Lebih lanjut Marah Rusli menuturkan, sekalipun mengekspresikan amarah Danau Toba, tetapi lukisan itu sejatinya membangkitkan pariwisata Danau Toba. Ia menunjuk sapuan kuas menyerupai rumah, lalu pilihan warna yang beragam, menunjukkan pentingnya menggugah potensi wisata Danau Toba, dari kondisi memprihatinkan yang terjadi selama sekian lama.

“Memang, tidak semua orang bisa menikmati lukisan abstrak. Padahal, setiap goresan dalam lukisan abstrak memiliki makna,” ujar pelukis “go green” yang banyak mengangkat icon-icon Sumatera Utara, utamanya kota Medan, itu.

Ia menontohkan, setiap warna yang ia gunakan dalam lukisan itu, mewakili keragaman bangsa Indonesia. Semua perbedaan, harus disatukan untuk mengangkat Danau Toba ke pentas pariwisata dunia.

“Jangan ada perpecahan dan ego sektoral. Semua harus bersatu. Contohlah perjuangan para pendahulu kita dalam mewujudkan Indonesia merdeka. Semua elemen bangsa yang beraneka rupa, aneka golongan, aneka ideologi, dan banyak keragaman lain, bersatu untuk satu tujuan, NKRI yang adil-makmur,” papar pelukis otodidak yang mengawali karier sebagai pelukis dengan medium pasir itu.

Kembali menengok karya lukisan abstrak Marah Rusli. Masih dengan semangat tinggi, ia menjelaskan makna yang ada dalam karyanya. “Lihat, ini gorga melambangkan ukiran khas Batak. Yang ini ada gambaran satu mata. Sebuah pesan moral untuk tidak melihat Danau Toba sebelah mata, sebab banyak hal bisa dikembangkan dari sana,” katanya.

Tampak, Marah Rusli begitu puas dengan hasil karyanya. Apa yang ada di pikiran dan hatinya, telah ia tumpahkan dalam satu karya lukis abstrak yang sarat makna. “Sudah lama saya tidak ke Danau Toba. Baru kali ini sempat datang kembali ke Toba, makanya saya gunakan untuk menuangkan ide tentang membangun Danau Toba dalam karya abstrak ini. Lukisan sudah jadi. Siapa pun boleh mengoleksi. Karya ini saya banderol dengan harga dua setengah juta rupiah saja,” pungkas Marah Rusli. (Monang Sitohang)

BACA BERITA TERKAIT

DANAU TOBA SERIBU RUPA