Feature
Tri Hita Karana di Bali, Poda Na Lima di Toba
Jayakarta News – Jika Danau Toba digagas sebagai “Bali Kedua”, tidak keliru. Dalam banyak hal, point-point keunggulan Bali yang terletak pada keindahan panorama serta budaya yang unik, ternyata juga dimiliki masyarakat di sekitar Danau Toba.
Sekadar menyebut contoh, di Bali tumbuh subuh dan lestari falsafah Tri Hita Karana. Tiga keselarasan yang terdiri atas keselarasan manusia dengan Tuhan, keselarasan manusia dengan sesama, dan keselarasan manusia dengan alam.
Tak heran jika umumnya masyarakat Bali religius. Berbagai ritual keagamaan Hindu, ada kalanya justru menjadi daya tarik turis. Tak heran pula jika bumi Bali bersih, karena pengagungan warganya terhadap alam semesta. Tak heran jika warga Bali ramah-tamah terhadap sesamanya.
Akan halnya falsafah Batak “Poda Na Lima”, lima tradisi kebersihan. Pertama, Pahias Rohamu (Bersihkan Jiwamu), kedua Paias Pematangmu (Bersihkan Badanmu), ketiga Paias Parabitonmu (Bersihkan Pakaianmu), keempat Paias Bagasmu (Bersihkan Rumahmu), dan kelima Paias Pakaranganmu (Bersihkan Lingkunganmu).
Nah, falsafah luhur itu tengah digalakkan, khususnya di Desa Pardamean dan Parsaoran Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Tanggal 9 Desember 2019 lalu, sosialisasi implementasi Poda Na Lima digelar dan diikuti praktisi pariwisata Kementerian Pariwisata, Direktur Destinasi Pariwisata, Humas BOPDT, Kepala Desa Parsaoran Sibisa dan Kepala Desa Pardamean Sibisa, tokoh masyarakat, Karang Taruna, serta Tim PKK Pardamean Sibisa.
Dalam kesempatan itu, Direktur Destinasi Pariwisata BPODT, Tata Syafaat Ridwanullah mengatakan, kearifan lokal tanah Batak berupa “Poda Na Lima” sangat relevan dibangkit-bangkitkan, di saat perkembangan zaman dan teknologi semakin modern. Hanya dengan cara seperti itu, nilai-nilai kearifan lokal tetap bertahan di tengah modernitas peradaban.
Tata Syafaat menambahkan, kegiatan ini dilakukan sebagai tahap awal stimulan kepada masyarakat untuk lebih siap menerima pariwisata dan nantinya bisa menjadi pelaku wisata sesungguhnya. Di samping, menggali potensi yang bisa dikembangkan oleh Desa Pardamean Sibisa dan Parsaoran Sibisa.
Sedangkan, Kepala Desa Pardamean dan Parsaoran serta tokoh masyarakat mendukung penuh dan menyambut baik setiap program yang nantinya dilakukan oleh BOPDT untuk dapat mengembangkan desa mereka. Masyarakat diharapkan dapat menangkap peluang pengembangan pariwisata dengan mendahulukan kebersihan di lingkungan sekitar, dan ramah tamah kepada wisatawan.
Terlebih, Desa Pardamean Sibisa dan Parsaroan Sibisa memiliki potensi untuk dijadikan desa wisata jika masyarakatnya bergotong-royong bersama membenahi desa dan berpartisi penuh dalam pengembangan desa wisata. Semua stakeholder baik masyarakat, perangkat desa, ibu-ibu PKK, tokoh agama, tokoh masyarakat, karang taruna, pemerintah pusat dan daerah bekerjasama mendorong percepatan pengembangan desa wisata. Khususnya dewa wisata di sekitar lahan zona otorita di Pardamean Sibisa dan Parsaroan Sibisa.
Usai tahap stimulan, ke depan diharap Desa Pardamean Sibisa dan Parsaroan Sibisa menyediakan sarana transportasi dan akomodasi (homestay). Selain itu, mulai memperhatikan aspek kuliner bagi wisatawan, menata destinasi wisata, atraksi hiburan setempat, dan souvenir khas daerah tersebut. Itu semua bisa memberikan pengalaman berwisata yang mengesankan.
Praktisi pariwisata Kementerian Pariwisata menambahkan, hubungan kebersihan dan budaya Batak “Poda Na Lima” sangat mendukung pengembangan pariwisata Danau Toba. Menjaga kebersihan, bukan saja syarat mutlak bagi sebuah destinasi wisata, lebih dari itu, di Batak kebersihan itu adalah kearifan lokal yang diturunkan oleh para leluhur.
Hal-hal terkait kebersihan, sudah harus disediakan dan dipelihara kebersihannya. Sarana berupa toilet, fasilitas air bersih, dan pengolahan limbah yang baik, sangat mendukung terbentuknya destinasi wisata unggulan. Selain itu, kegiatan Sadar Wisata juga sangat penting dalam pengembangan pariwisata terutama pada peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat merawat dan menjaga destinasi pariwisata.
Dengan begitu, akan terwujud destinasi pariwisata yang berdaya saing dan menciptakan iklim kepariwisataan di daerah pariwisata yang dinamis. Diharapkan nantinya masyarakat Pardamean Sibisa dan Parsaroan Sibisa dapat membentuk Pokdarwis yang beranggotakan masyarakat setempat untuk menggerakan roda pariwisata setempat
Pesan terakhir, masyarakat Pardamean Sibisa dan Parsaroan Sibisa harus mulai memetakan potensi desa wisata. Menggarap potensi desa wisata, dipadukan dengan “Poda Na Lima”, niscaya akan memberi kontribusi positif bagi tujuan menciptakan Danau Toba sebagai super prioritas destinasi wisata Indonesia. (Monang Sitohang)