Connect with us

Kabar

Motif Batak Melayu Khas Sanggar Seni Pendopo Tiga

Published

on

MEDAN, JAYAKARTA NEWS— Waritri Mumpuni, nama pemilik dari Sanggar Seni Pendopo tiga yang berada di Perum Ray Pendopo III. No. 3, Bandar Setia, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Wanita paruh baya ini adalah isteri dosen Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unimed, Wahyu Tri Atmojo. Sanggar ini berdiri sejak 2015 dengan khas Batik Batak Melayu.

“Jadi bedanya dengan batik di pulau Jawa, itu di motifnya, karena setiap motif kain batik di berbagai daerah di Indonesia memiliki corak dan warna yang berbeda. Kalau Batik di Jawa, misalkan Yogyakarta ada motif parang dan truntum,” ujar Bu Waritri beberapa hari lalu kepada Jayakarta.

Kemudian, kalau batik di Jawa, kan motifnya cenderung padat, kecil-kecil halus, mungkin disesuaikan dengan budayanya dan kegiatan membatik merupakan seni tradisional Indonesia, yang dikenal di pulau Jawa. Sedangkan kalau di Sumatera Utara, seperti di Sanggar Seni Pendopo ini ibarat kayak telur baru pecah dari cangkangnya. 

Pemilik Sanggar Seni Pendopo Tiga saat memperlihatkan salah satu hasil produksi kain batik tulis khas Batak Melayu. (Foto. Monang Sitohang)

“Jadi batik di Sanggar Seni Pendopo ini masih tergolong baru, dalam motif batik ini tetap mengacu ke daerah tenun sama ulos, untuk menambah nuansa Wastra baru di Sumut. Sedangkan wastra itu merupakan kain tradisional yang sarat akan makna budaya nusantara dan masing-masing memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dari simbol, warna, ukuran hingga material yang digunakan,” jelas Waritri.

Unggulan batik di Sanggar Seni Pendopo, itu menggunakan proses batik tulis dengan motif khas Batak Melayu. Jadi dari hasil para pengrajin batik tersebut saja sudah bisa dilihat. Misalnya, oh ini cengkoknya batik dari Pendopo kemudian dari karakter motif dan desainnya juga kelihatan. Begitu juga sebaliknya karya pengrajin lain. 

Jadi kembali kepada pengrajin batik atau owner nya kalau bicara keunggulan, sebab masing-masing punya kebijakan sendiri pada saat hendak menentukan khas dari produknya, apa yang menjadi keunggulannya dengan mempertimbangkan dari sisi keuntungannya apa? 

“Misalkan ada yang lebih memperhitungkan dari kuantiti atau jumlah produk yang dihasilkan, ada juga yang lebih memperhitungkan kualitas. Sedangkan kalau konsep ciri khas dan style itu sendiri-sendiri,” ungkap Waritri sambil menunjukkan salah satu karya batik dari Sanggar Seni Pendopo.

Proses Pembuatan Batik Tulis  

Batik merupakan kain khas Indonesia yang sudah dikenal secara mendunia,  sebab batik memiliki desain yang unik, motifnya beragam, corak dan warnanya tidak mencolok sehingga banyak disukai orang. Ada tiga jenis pembuatan batik yang kita ketahui, antara lain batik tulis, cap dan printing. 

Dari ketiga proses pembuatan batik, Sanggar Seni Pendopo memilih Batik Tulis. “Memang proses pembuatan batik tulis lebih lama, karena kita lebih memilih pembuatannya hasil batik yang limited kemudian bahannya pun yang premium, sebab selera pasar gradenya kan ada,” ujar Waritri siang itu.

Kemudian, dilanjut Waritri lagi mungkin semua pengrajin batik bisa membuat batik tulis, tapi tidak semua mau dan bisa waktunya. Mungkin mereka ada yang mengejar jumlah produksinya atau kuantitasnya. Apa lagi pembuatan batik tulis ini tidak bisa cepat, bahkan dalam pengerjaan satu kain saja kami bisa menghabiskan dua minggu proses pembuatan satu kain batik.

“Proses pembuatannya itu dimulai dari mendesain (menggambar), kemudian memindahkan desain, pendesainan pewarnaan, trus itu yang gak bisa dilewati itu ada masa setelah pencelupan kain batik pada pewarna alami selesai proses selanjutnya adalah fiksasi atau penguncian warna,” jelas Waritri secara singkat.

Proses fiksasi itu memasukkan kain batik yang sudah diwarna kedalam larutan water glass. Disitu fungsinya untuk mematenkan warna supaya tidak luntur. Ini kain kalo kena air masih luntur, tapi setelah dimasukkan ke dalam waterglass, warna itu menetap di kain.

Jadi momen itu yang gak bole dilewati,  kain itu dicelupkan ke water glass sebentar lalu ditiriskan kemudian didiamkan selama satu malam, baru paginya dijemur, baru proses pembilasan, lalu proses pencelupan (pelorotan) itu proses menghilangkan lilin dari kain batik, setelah itu finishing. Atau untuk membersihkan sisa-sisa lilin yang mungkin masih menempel sedikit dengan proses di gosok atau di setrika.

“Kemudian Waritri menunjukkan kain batik yang telah selesai, Ini namanya motif simeol-meol khas Batak, motif yang terdiri dari sulur tanaman, ini motif pinar asi asi, rumah bolon dan ini motif Melayu, kalau melayu identik dengan warna kuning dan hijau, Ini motif bunga cengkeh dikombinasi Batak Melayu,” jelas Waritri 

Ibu-ibu DWP Poltekpar Medan menunjukkan hasil membatik di Sanggar Seni Pendopo Tiga (Foto. Ist)

Sanggar Seni Pendopo juga Tempat Belajar 

“Suami saya dosen di Universitas Negeri Medan (Unimed) dan mengajar di Fakultas seni rupa, kebetulan pengampu mata kuliah batik. Jadi rasa keingintahuannya untuk bisa membantu mahasiswa ketika mahasiswa mau berkarya, yang belum punya tempat, belum punya peralatan, mereka bisa mengerjakan di sanggar ini dan terbuka untuk mahasiswa,” ujar Bu Waritri.

Jadi mahasiswa nanti ada yang datang,   “Bu mau mencanting ya, mau buat sket ya Bu,”. Dan Sanggar Seni Pendopo selalu terbuka untuk belajar sesuai dengan jam operasionalnya.

“Selain itu, baru baru ini ada juga yang datang dari DWP Poltekpar Medan bersama Ibu Nirwana, Ibu Direktur Poltekpar, mereka ada 16 orang. Dan saat itu mereka membuat temanya flora, desainnya beda-beda dibuat, ada motif bunga, daun dan lainnya. Jadi kalau sudah selesai, hasil yang mereka buat boleh dibawa pulang,” kata Waritri sambil menunjukkan contoh motifnya.

Bahkan filltrip pernah dari SMK 1 Tebing Tinggi, waktu itu yang datang 100 orang dan mereka belajar mulai dari mencanting, sampai ke proses pewarnaan, karena waktunya hanya sehari dari pagi sampe sore. Kemudian di Sanggar Seni Pendopo ini mau freelance bisa buka kelas untuk belajar mau berapa kali pertemuan, terus nanti sampai grade ke berapa, mereka yang sediakan waktunya. Kalau bayarnya itu tergantung mengambil bahan dan temanya.

Di akhir pembicaraan Waritri mengatakan, “Alhamdulillah peminatnya bagus bahkan Ibu Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah (Ijeck) pernah pesan langsung, waktu itu kami yang diminta datang dan saya bawa satu koper berisi beberapa motif. Saat itu Bu Ijeck memilih motif yang kecil kecil. Terus kebetulan bahan yang di pesan bahan sutra, dan mengambil motif Melayu,”. Kemudian Waritri menyebutkan jika ingin mengetahui lebih banyak tentang hasil karya batik di Sanggar Seni Pendopo bisa lihat di Instagram @batiksenipendopo. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *