Connect with us

Entertainment

Rusdy Rukmarata – Bicara Fotografi Tari

Published

on

Ilustrasi —foto istimewa

JAYAKARTA NEWS— Pada era milenial ini, foto adalah bagian dari keseharian.  Bagi koreografer atau seniman tari, foto tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi, tapi juga untuk merepresentasikan karyanya.

Demikian pendapat koreografer tari, Rusdy Rukmarata dalam acara diskusi ‘Jakarta Dance Meet Up’ (JDMU) di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, belum lama ini.

Pameran foto tentang karya koreografer JDMU 2017 dan 2018 selain ditujukan sebagai jejak visual JDMU, diharapkan juga memberikan inspirasi bagi koreografer dan seniman tari lain .

Rusdy Rukmarata–foto istimewa

“Lebih jauh, kami juga berusaha menghadirkan dialog antara koreogtafer dengan fotografer, sharing session yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru antara keduanya, apakah gagasan baru atau bisa jadi cara baru dalam mengevaluasi karya,” kata Rusdy Rukmarata yang pimpinan dari Eksotika Kharmawibangga Indonesia (EKI), sebuah komunitas yang menghimpun banyak seniman tari.

Tari identik dengan gerak. Fotografi identik dengan still.

“Namun, fotografi dapat menafsir bahkan mengoreksi sebuah karya tari, sebaliknya tari juga dapat memengaruhi penciptaan karya fotograf,” ujar Rudy lyang juga anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). 

Dialog keduanya ibarat sebuah lingkaran yang terjadi terus menerus dan menimbulkan inspirasi baru. Dialog ini bahkan dapat merangsang munculnya karya seni yang baru.

JDMU adalah wadah rutin untuk grup/komunitas tari pemula yang dikurasi oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) agar memiliki pengalaman pentas dan pendidikann manajemen. Hingga tahun ini, JDMU telah mengadakan beberapa kali dan mementaskan sebanyak 31 grup tari di Jakarta.

Peran Komite Tari DKJ yaitu memfasilitasi serta merangkul komunitas tari di Jakarta. 

“Kami berusaha mengumpulkan komunitas tari di Jakarta untuk bekerja sama dengan satu tujuan yaitu menggiatkan kembali pertunjukan tari di Jakarta. Pada akhirnya, program ini adalah milik bersama, yang digagas oleh Komite Tari DKJ dan dimiliki oleh Komunitas Tari Jakarta yang bekerjai sama saling membantu demi menggiatkan kembali pertunjukan tari dari ekosistem seni budaya di Jakarta pada umumnya,” urai Rusdy.

Selain Rusdy Rukmarata, ikut bicara juga fotogtafer senior, Firman Ichsan. Diskusi juga menggelar tema ‘Komunitas Tari sebagai Sekolah Alternatif’ dengan pembicara Rury Nostalgia dan Aiko Senosoenoto. Kemudian ada lagi diskusi bertema ‘Perempuan, Seni dan Kodrat’ dengan narasumber Amna Kusumo, Ajeng Soelaeman dan Alisa Soelaeman. 

Dalam JDMU kali ini, juga diluncurkan buku ‘Unboxing Tari’ yang merangkum dan mencatat program Komite Tari DKJ sebelumnya yang membahas secara khusus ihwal makna politis Ruang dan makna politis dari Tubuh. (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *