Kabar
Rieke Minta PN Mataram Tangguhkan Tahan Guru Korban Pelecehan
ANGGOTA Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka, Rabu (24/5/2017), mendatangi Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk memberikan dukungan moral kepada Baiq Nuril Maknun, seraya meminta agar terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu tidak ditahan.
Rieke yang mantan pesinetron yang sukses dengan peran Si Oneng di “Bajaj Bajuri” itu, menegaskan dirinya meminta aparat agar tidak menahan terdakwa dengan memberikan jaminan penangguhan penahanan terhadap ibu dua anak tersebut. “Hari ini akan saya tanda tangani (surat jaminan penangguhan penahanan). Saya menjamin Nuril tidak akan melarikan diri dan mengikuti semua proses persidangannya,” kata Rieke di Mataram seperti dilaporkan Antara.
Menurut Rieke, penahanan Nuril pantas ditangguhkan, karena suaminya yang berperan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, terpaksa harus berhenti dari pekerjaannya, untuk menggantikan peran seorang ibu bagi kedua anaknya. “Jika ditangguhkan, dia bisa mendampingi anak-anaknya yang masih kecil,” katanya.
Rieke berharap seluruh elemen masyarakat memberikan dukungan kepada Nuril, karena kasus yang menjerat mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram ini merupakan pelecehan seksual. “Saya mohon dukungan dari masyarakat Indonesia. Sudah saatnya kita bersuara bersama, karena kasus pelecehan seksual ini bisa saja terjadi pada siapa pun,” kata Rieke.
Kasus Nuril bermula pada Agustus 2012, saat MU yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram disinyalir kerap menghubungi Nuril melalui telepon. Anehnya, dalam percakapan itu, MU melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Merasa tidak nyaman dan terancam, Nuril pun kemudian merekam kata-kata MU tanpa sepengetahuannya.
Pada Desember 2014, seorang rekan Nuril meminjam telepon genggamnya dan merekam kembali pembicaraan MU. Setelah direkam oleh rekannya, pembicaraan yang bernada asusila itu kemudian disebarkan dan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Inilah yang membuat MU merasa dipermalukan, dan merasa namanya telah dicemarkan sehingga ia melapor Nuril ke kepolisian.
Nuril kemudian disangkakan melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE. Dia diduga telah mentransmisikan atau menyebarluaskan rekaman perkataan orang lain, tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Akibatnya, Nuril sejak 24 Maret 2017 menjadi tahanan di Mapolda NTB dan atas jeratan hukuman ini, perempuan tiga anak tersebut terancam pidana selama enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.