Connect with us

Feature

Pilih, Masker Buatan Vitri atau Armani

Published

on

Jayakarta News – Jika sebelumnya handhpone dianggap sebagai benda penting yang tidak boleh tertinggal ketika bepergian, kini bertambah satu lagi. Masker. Ke mana pun kita pergi, benda yang befungsi menutup mulut dan hidung ini harus dikenakan. Terlebih saat pandemi Covid-19 masih berkeliaran di sekitar kita. Tanpa kita bisa melihatnya.

Sejak akhir bulan Februari 2020, kewajiban menggunakan masker tidak bisa ditawar lagi. Tua muda, pria wanita bahkan anak-anak pun wajib bermasker jika keluar rumah, terlebih jika mengunjungi sentra-sentra kegiatan.

Pendek kata, masker kini tidak hanya berguna menangkal masuknya virus corona, bahkan ia menjadi aksesoris wajib. Dunia masker kali ini mengalami titik balik yang luar biasa. Baik dari sisi jumlah produk masker yang beredar, maupun modelnya.

Jika dulu kita relatif hanya mengenal masker standar warna hijau muda, kini menjadi sangat beragam. Jenis masker bervariasi baik model, motif, warna, maupun bahan yang digunakan.

Menilik fungsinya, ada enam jenis masker, yaitu: N95, surgical mask, FFP1 mask, activate carbon, cloth mask, dan sponge mask. Berhubung jangka wajib pakai masker belum tahu kapan berakhir, maka masyarakat pun beralih dari masker instan sekali-pakai-buang, menjadi masker berbahan kain yang bisa dicuci dan dipakai berkali-kali.

Siapa sangka, gara-gara corona, bermunculan pebisnis masker dadakan. Mulai dari yang skala impor, reseller, hingga home industry. Fenomena terakhir adalah yang menarik dicemati. Para penjahit pakaian, ibu-ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja garmen, hingga perancang terkenal dan rumah mode serta peritel mode pun ramai-ramai memproduksi masker.

Tujuan mereka beragam. Sebagian memang menerima pesanan. Artinya komersial. Tapi ada juga yang memproduksi masker lalu disumbangkan kepada tetangga atau komunitas di sekitarnya. Ada pula yang bikin sendiri, dipakai sendiri. Artinya, membuat masker untuk keperluan keluarga sendiri. Bersamaan dengan itu, tutorial cara membuat masker pun marak di berbagai platform medsos.

Koleksi masker karya Vitri. Bermula dari produksi untuk sendiri, kini banyak yang ingin memesan. (foto: vitri)
Aneka model masker untuk anak-anak. (foto: dini)

Salah satu kreator masker adalah Vitri. Awalnya, ia adalah pendisain aksesoris. Pecinta keindahan ini tidak tinggal diam, dan ia pun membuat masker. Awalnya, sarjana lulusan Belanda, membuat masker hanya untuk diri sendiri. Berawal dengan memadu-padankan dengan busana dan hijab yang digunakan. Berjalannya waktu, ia pun membuat masker untuk keluarga.

Bahkan, kelebihan produksi ia bagikan kepada para tetangga. Sekarang, banyak yang ingin membeli masker karya wanita yang kesehariannya sebagai seorang PNS ini.

Keistinewaannya? “Bagian atas/hidung diberi kawat halus, supaya bisa nutup sesuai bentuk muka. Sengaja dibuat customize, untuk kenyamanan si pemakai,” ujar Vitri yang mengaku keterampilannya itu sebagai hobi semata.

Selain itu masker buatan Vitri, berlapis bahan katun yang bagian dalam tengahnya bisa diselipkan tissue. Variasi lainnya masker yang dapat digunakan dua muka alias bisa bolak balik. Semua masker bikinannya menggunakan bahan dasar katun Jepang. Tidak heran tercipta masker yang indah nan serba fungsional.

Lain lagi dengan Doktor Indra Tjahjani, seorang penggiat komunitas dan pencinta batik. Ia pun membuat masker. Keterlibatan dan cintanya pada dunia batik, di sela sela kesibukan memberi asistensi  mahasiswanya via online (WFH) di sebuah universitas swasta, masih sempat membuat masker berbahan kain batik.

“Masker batik yang paling cocok digunakan saat ini adalah masker bermotif Grinsing,” ujarnya. Menurut Indra yang tamatan Trisakti dan Australia, filosofi dari motif Grinsing adalah menolak bala. Di sini diartikan menolak Covid 19. Karena dahulu kala para pembatik, khusus batik tulis membuatnya dengan doa, puasa, cinta, dan rasa.

Wanita yang sehari-hari selalu menggunakan jarik dan kebaya ini membuat masker dari kain bermacam motif, seperti Sekar Jagad, Sido Mulyo, Tirto Tejo. Walau sebagian masker memanfaatkan kain kain perca tetapi tetap masih ada filosofinya.

Selain itu masker buatan wanita yang memiliki lima gelar sarjana, juga membuat masker variasi bolak balik. “Misalnya satu sisi dengan motif Grinsing, di sisi lain dengan motif Selar Jagad. Sehingga si pemakai bisa memilih yang sesuai dengan filosofi serta busana yang dikenakan.

Ada tiga model masker yang beredar, yaitu masker earloop dengan kaitan atau tali di telinga, headloop dimana tali atau karet di bagian belakang kepala (wanita berhijab). Yang terakhir tie up dengan ikatan yang dapat diatur si pengguna.

Kiri: Masker motif grinsing. Kanan: motif sekar jagad. Dua motif yang ada di dua bagian dalam satu masker. (foto: indra t)
Nomor 1 & 4 batik motif Tirto Tejo, nomor 2 Sido Mulyo, nomor 3 Sekar Jagad, dan nomor 5 Grinsing. (foto: indra t)

Tidak hanya Vitri  dan Indra yang membuat masker indah nan fungsional, hampir di seluruh pelosok Nusantara bermunculan pembuat masker. Karena kebutuhan benda mungil namun sangat berdaya fungsi ini terus berlanjut.

Tingginya permintaan akan masker membuat para desainer mode Indonesia dari berbagai label terus berproduksi. Sebut saja lvan Gunawan, Stela Rissa, Rama Dauhan, Danar Hadi, NadjaniIndonesia, Cottonink dan masih banyak lagi.

Tidak hanya di Indonesia, rumah mode dunia pun banyak yang mengalih-fungsikan dari produlsi busana atau tas kulit menjadi produksi masker wajah. Antaranya Balenciaga, Saint Laurent, Louis Vuitton, Prada, Armani.

Jika patokan mendesain awalnya lebih memperhatikan keindahan, styling, kini untuk keperluan menjegah virus Covid-19 lebih mengutamakan fungsi dan kenyamanan si pemakai. (s.r. handini)

Koleksi busana lengkap dengan masker yang diperagakan dalam event Marine Serre show di Paris. (insider.com)
Karya Kozue Akimoto dalam Marine Serre show di Paris. (insider.com)
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *