Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Menanti Rejeki Nomplok Rp 22,5 T dari Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Published

on

 

 

 

PEMERINTAH akan mengambil porsi terbesar dalam proses sertifikasi dan labelisasi halal atas  produk-produk yang diperdagangkan di Indonesia yang bakal diberlakukan mulai tahun ini.

Dengan menerbitkan  sertifikat halal untuk barang-barang konsumen, mulai  dari shampo hingga pasta gigi, kosmetik dan banyak aneka jenis prodik, memungkikan pemerintah untuk bisa menjaring pendapatan sekitar Rp 22,5 triliun  (US$ 2,2 miliar) untuk pendapatan tahunan, kata Kepala Badan Penjaminan Produk Halal (BPJPH), Sukoso.

Kabarnya, rancangan peraturan tentang pelabelan wajib halal ini, kini tengah  menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Indonesia merombak peraturan sertifikasi halal, mengingat pengembangan ekonomi syariah di tanah air  kita ini akan membengkak  nilainya menjadi Rp 5.991,45 triliun (US $ 427) miliar pada tahun 2022. Untuk  produk makanan halal saja, nilainya akan mencapai lebih dari 50 persennya, demikianmenurut perkiraan Bank Indonesia.

Berdasarkan undang-undang yang disahkan pada tahun 2014, Indonesia harus menerapkan pelabelan halal wajib paling lambat 17 Oktober 2019.

Produk dan layanan halal melayani umat Islam untuk  mematuhi ajaran agama.

Aturan baru juga bertujuan untuk mengantarkan transparansi yang lebih besar dalam proses sertifikasi dan menjamin aliran pendapatan yang stabil bagi pemerintah, kata Sukoso.

Peraturan tersebut mensyaratkan sertifikasi untuk semua barang dan jasa yang berkaitan dengan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kimia, produk-produk rekayasa genetika dan juga semua barang konsumen, katanya.

Sukoso mengatakan, begitu peraturan tersebut mulai berlaku, BPJPH akan mulai mengelola permintaan sertifikasi halal dalam kemitraan dengan Dewan Ulama Indonesia – penerbit fatwa agama – dan auditor di bawah apa yang disebut lembaga inspeksi halal.

Persyaratan pelabelan akan diterapkan secara bertahap dan mungkin perlu tiga hingga lima tahun sebelum mencakup sebagian besar produk makanan dan minuman dan lima hingga tujuh tahun untuk produk kesehatan, kata Sukoso.

“Kami pertama-tama akan fokus pada makanan dan minuman. Jika beberapa produk masih tidak dapat memenuhi persyaratan halal, ada periode selama lima tahun bagi produsen untuk memperbaiki masalah,” kata Sukoso.

Pihaknya  juga melihat potensi pendapatan dari sertifikasi produk yang tidak dikemas serta rumah pemotongan hewan, layanan pelatihan dan sponsor.

Jumlah sertifikat halal yang dikeluarkan tahun lalu lebih dari dua kali lipat menjadi 17.398 tahun lalu dari tahun lalu ketika perusahaan-perusahaan bergegas untuk memberi label produk mereka sebelum penerapan undang-undang, kata  Muti Arintawati, wakil direktur di Food and Drug Analysis Majelis Ulama Indonesua (MUI).

BPJPH ingin menerbitkan setidaknya 100.000 sertifikat tahun depan, dan berencana untuk meningkatkan jumlah auditor menjadi 5.000 pada tahun 2020, tandas Sukoso.***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *