Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Masyarakat AS Inginkan Penerapan Tarif Lebih Lanjut terhadap Produk China

Published

on

Kapal Cargo di Pelabuhan Virginia, Amerika Serikat (Foto: Port of Virginia)

JAYAKARTA NEWS — Mayoritas masyarakat Amerika Serikat, terlepas dari afiliasi partai, mendukung penerapan tarif lebih lanjut terhadap produk-produk China dan meyakini akan pentingnya AS memperkuat persiapannya menghadapi potensi ancaman militer dari China.

Hasil survey yang dirilis Reuters dan Ipsos belum lama ini memberi gambaran betapa arus produk-produk impor China ke AS tetap menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi negara tersebut.

Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat Amerika sangat prihatin terhadap pengaruh global China, terutama dalam konteks hubungan AS-China yang kini berada pada titik terendah dalam beberapa dekade.

Lebih kurang 66% dari para responden menyatakan mereka lebih cenderung mendukung kandidat yang menganjurkan “pengenaan tarif tambahan terhadap impor dari China” dalam pemilihan presiden 2024.

Secara terpisah, sekitar 58% dari responden yang mengidentifikasi diri sebagai Demokrat dan 81% dari yang mengidentifikasi diri sebagai Republik setuju bahwa Amerika Serikat “perlu mengambil tindakan lebih lanjut untuk menghadapi ancaman militer dari China.” Meskipun demikian, hanya 38% dari masyarakat Amerika yang mendukung kemungkinan invasi bersenjata ke Taiwan oleh China.

Invansi semacam itu dianggap kontroversial dan memiliki konsekuensi politik yang serius. Kecuali jika ada ancaman langsung terhadap Taiwan, langkah semacam itu bisa menjadi pemicu konflik besar dengan China, mempertimbangkan kerumitan politik yang melibatkan setiap upaya intervensi militer Amerika dalam konflik yang melibatkan China.

Kecemasan terhadap China yang dirasakan baik oleh Demokrat maupun Republik mendorong sikap yang semakin keras dari calon presiden dari Partai Republik terhadap China, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Calon presiden dari Partai Republik telah secara aktif mengkritik China dalam beberapa bulan terakhir, dengan masing-masing calon berusaha menunjukkan kepada pemilih bahwa mereka memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan geopolitik dengan China.

Figur seperti Mantan Presiden Donald Trump, Gubernur Florida Ron DeSantis, dan mantan Duta Besar PBB Nikki Haley, semuanya telah menyerukan untuk mengakhiri hubungan perdagangan normal dengan China secara permanen, sebagai upaya untuk membatasi ketergantungan ekonomi antara kedua negara.

Presiden Biden sendiri telah berupaya untuk menstabilkan hubungan tegang antara AS dan China melalui kontak tingkat tinggi. Meskipun demikian, pada beberapa kesempatan belakangan ini, Presiden Biden telah menggambarkan ekonomi China sebagai “bom waktu” dan menyebut pemimpinnya, Xi Jinping, sebagai seorang diktator.

Apa yang Harus Dilakukan Terhadap Taiwan?

Hasil survei Reuters-Ipsos ini mencakup tanggapan dari 1.005 responden dewasa di seluruh Amerika, dengan 443 di antaranya mengidentifikasi diri sebagai Demokrat dan 346 sebagai Republik. Dengan tingkat kepercayaan, margin kesalahan dalam survei ini adalah sekitar 4 poin persentase.

Hasil survei menunjukkan bahwa 75% dari masyarakat Amerika memiliki pandangan negatif terhadap China, dan 84% dari mereka tidak puas dengan kepemimpinan Xi Jinping. Sekitar 65% dari responden percaya bahwa pemerintah China mencoba mempengaruhi proses pemilihan di Amerika Serikat.

Walaupun separuh dari responden mendukung penyediaan peralatan militer ke Taiwan untuk menghindari kemungkinan serangan dari China, 42% menolak kemungkinan penempatan pasukan Amerika di Taiwan, dan 20% ragu-ragu.

Taiwan, sebuah pulau yang dijalankan dengan pemerintahan demokratis tetapi dianggap oleh Beijing sebagai wilayah China yang harus dikuasai, telah menjadi sumber konflik antara Amerika Serikat dan pemerintah Komunis China.

William Burns, Direktur CIA, telah menyatakan bahwa Xi telah memerintahkan militer China untuk bersiap-siap melakukan invasi terhadap Taiwan pada tahun 2027, walaupun ini belum tentu berarti akan dilaksanakan.

Beijing tidak pernah mengecualikan penggunaan kekuatan militer untuk merebut Taiwan.

Pada tahun 2022, Presiden Biden mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan membela Taiwan jika terjadi invasi dari China. Ini tampaknya melebihi pendekatan “ambiguitas strategis” yang selama ini digunakan oleh pemerintahan AS terhadap Taiwan, yang tidak jelas apakah akan ada respon militer terhadap serangan semacam itu.

Meskipun demikian, pemerintahan Biden telah menegaskan bahwa kebijakan Amerika Serikat terhadap Taiwan tetap tidak berubah. (rtr/sm)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *