Feature
Kisah Selama Isolasi Covid-19
Senam ‘Bang Jago’ Jadi Favorit
Oleh Fendri Jaswir, Penyintas Covid 19
JAYAKARTA NEWS – Tak terasa sudah 14 hari saja saya di Rumah Sehat Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Riau. Tapi kaki ini terasa berat untuk meninggalkan kamar isolasi Covid-19 yang saya tempati.
Padahal seharusnya saya gembira karena sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Bisa berkumpul kembali dengan keluarga, walaupun belum dibolehkan kontak dengan anggota keluarga. Paling tidak kamar dan rumah sendiri, tentu lebih dirindukan.
Ya, tapi itu tadi, kok kaki ini malas untuk beranjak meninggalkan asrama BPSDM yang sering digunakan untuk Pra Jabatan CPNS itu. Apalagi ketika tenaga kesehatan (nakes) telah menyiapkan surat dan menyerahkan ke saya. Surat itu menerangkan bahwa saya telah selesai menjalani isolasi Covid-19 selama 14 hari dan dapat beraktifitas sehari-hari dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dalam pencegahan penularan Covid-19.
Artinya, Ahad, 20 Desember 2020, itu saya sudah harus angkat kaki dari area isolasi. Dengan berat hati, saya kemasi barang-barang saya. Saya tidak mencuci pakaian lagi seperti biasanya, karena tak mungkin bawa kain basah pulang. Semua kain saya masukkan ke koper.
Alat-alat mandi dan cuci yang masih tersisa saya masukkan plastik. Begitu pula dengan piring, gelas, sendok, dan peralatan makan lainnya. Plastik besar yang satu lagi saya isi buah-buahan pemberian kerabat yang masih tersisa. Juga dimasukkan susu, susu beruang, gula jagung, roti dan dua jerigen kecil madu pemberian kerabat.
Obat-obatan dan herbal saya kemas sendiri. Ada vitamin C, vitamin E, minyak ikan Omega3, LVN stroberi, purtier placenta, herbal Cina Lianhua, obat batuk dan minyak kayu putih. Begitu pula dengan sisa masker yang diberikan tiga lembar setiap hari.
Setelah sholat Ashar sesuai janji dengan istri, saya pamit pulang kepada semua teman. Ada sekitar 30 orang yang masih menginap di asrama isolasi milik Pemerintah Provinsi Riau itu. Ada ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah tua, ada ibu muda dan bapak muda, ada juga anak-anak muda yang masih lajang, bahkan ada anak-anak umur dua tahunan. Dari semua itu hanya empat pasang yang suami istri.
Sebelum masuk ke mobil, semua barang saya disemperot disinfektan. Termasuk tubuh saya. Lalu petugas nakes minta foto bareng sebelum meninggalkan tempat isolasi. Saya foto bersama tiga petugas nakes yang piket (Zuhri, Icut dan Yeyen), dari belasan petugas nakes yang dikontrak Pemprov Riau.
Banyak kenangan selama diisolasi di BPSDM Riau ini. Sejak masuk, 8 Desember 2020, malam, saya sudah disambut petugas nakes yang ramah. ‘Bapak Fendri Jaswir ya?,” sapa nakes yang memperkenalkan diri nama Zuhri. Dia sudah tahu karena satu jam sebelumnya nama dan hasil swab saya sudah dikirim via Kadis Kesehatan Riau, dr. Mimi Nazir. ”Bapak nanti masuk kamar C-3 ya, ” katanya.
Sebelum beranjak, Zuhri menjelaskan mekanisme dan bentuk pelayanan di BPSDM Riau. Makan tiga kali sehari ditambah dua kali snack. Pagi diadakan senam bersama yang dipandu nakes. Sore olahraga masing-masing. Petugas nakes akan berkomunikasi melalui video call ke masing-masing penghuni, dan komunikasi melalui grup WA penghuni Rumah Sehat BPSDM. Tidak ada kontak langsung nakes dengan penghuni.
Selama diisolasi, para penghuni tidak boleh keluar dari garis tali yang ditentukan. Kalau ada titipan barang atau kiriman makanan dari keluarga dan kerabat, cukup diletakkan di meja depan dan ditulis nama. Nanti nakes yang akan mengantarkan ke meja belakang. Melalui WA, nakes memberi tahu ada titipan. Penghuni tinggal mengambil barangnya.
Setiap hari nakes VC menanyakan kesehatan dan keluhan penghuni. Kalau ada keluhan silakan lapor, dan obat nanti akan diantar. Alhamdulillah, saya termasuk yang tidak banyak keluhan. Saya hanya minta obat batuk karena umumnya yang terkena Covid mengalami batuk dan ada ganjalan dahak di kerongkongan.
Boleh dibilang mereka yang masuk ke tempat isolasi mengalami stres di hari-hari awal. Termasuk saya. Maklum mendengar positif Covid-19 badan langsung tak enak, darah berdebar-debar, pikiran entah ke mana. Belum lagi memikirkan orang yang sempat kontak dengan kita seperti istri dan anak. Asam lambung saya spontan naik. Akibatnya makan susah.
Reaksi teman-teman yang lain berbeda-beda. Selain asam lambung yang naik, ada juga yang sakit kepala tak tertahankan, duduk bermenung sendirian, pikiran kosong entah ke mana, dan menangis. Namun semua akan menjadi cair setelah kawan-kawan lain yang duluan masuk memberikan semangat dan motivasi. ”Semangat, semangat, happy, happy”.
Asam lambung saya mulai reda ketika besoknya dapat kabar, istri, anak laki-laki dan mertua saya yang di Pekanbaru, berdasarkan hasil swab, dinyatakan negatif Covid-19. Alhamdulillah. Tapi besoknya lagi, anak gadis saya yang sempat kontak dengan saya dan tidur dua malam di Jakarta, dinyatakan postif Covid-19. Saya terhenyak. Asam lambung naik lagi.
Namun saya harus tetap tegar. Sambil memantau anak yang di Jakarta, saya coba menghilangkan perasaan cemas. Saya coba untuk bergembira dengan teman-teman. Saya sholat, berzikir, baca Al Qur’an dan berdo’a, seraya menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang mendatangkan penyakit, dan Allah SWT juga yang akan menyembuhkannya.
Anak gadis saya sebenarnya gejala ringan. Sempat demam dan sudah sembuh setelah minum obat. Makan pun dia mau. Tapi kan harus diisolasi. Di tempat kos tak mungkin isolasi, walaupun bapak kos baik. Namun tempat isolasi di Makara UI Depok penuh, tak ada ranjang untuk perempuan.
Alhasil anak saya putuskan dirawat di RSPAD Jakarta atas saran abang sepupunya yang dokter di sana. Berangkatlah anak gadis saya sendiri ke Jakarta. Di RSPAD dia dirawat inap selama lima hari. Setelah diswab, alhamdulillah, hasilnya negatif. Saya langsung sujud syukur menerima berita itu.
Berita baik ini tentu berdampak baik terhadap kesehatan saya. Asam lambung mulai hilang. Tapi makan masih susah. Kerongkongan terasa tersekat. Nasi terasa pahit. Ini gejala umum bagi penderita Covid-19. Saya paksakan makan dengan didorong minum air panas. Itu pun tidak banyak nasi habis.
Berbagai terapi yang disarankan orang saya lakukan. Seperti memasukkan tisu yang sudah dioles minyak kayu putih ke hidung. Meletakkan minyak kayu putih di lidah dan meminum air panas yang sudah diteteskan minyak kayu putih. Saya juga minum obat Cina Lianhuan. Beberapa obat herbal ‘mahal’ yang dikirim kawan juga saya minum.
Tapi ternyata berdampak tak baik ke diri saya. Kulit saya menjadi merah dan bentol-bentol. Alergi dan gatal-gatal. Tengah malam saya minta obat CTM untuk menetralkan. Dan akhirnya gatalnya hilang dan saya bisa tidur. Dokter penanggung jawab menyarankan hentikan minum herbal dan obat lain. Cukup vitamin C saja, sebab saya tak punya keluhan lain.
Kawan-kawan lain punya keluhan yang berbeda. Umumnya kehilangan penciuman dan rasa. Ada juga yang merasa asin setiap makanan yang dimakan. Penciuman baru mulai timbul setelah empat hari. Namun selama saya isolasi, belum ada yang mengeluh sesak nafas. Jika ada, nakes sudah siap dengan tabung oksigennya.
Memang dalam kondisi terpapar Covid 19, kita harus fit agar imun tubuh kita kuat. Imun yang kuat akan melawan virus Covid yang masuk ke tubuh. Karena itu makan harus banyak dengan nutrisi yang cukup, minum vitamin C plus vitamin E, makan buah-buahan, minum madu, obat-obatan yang dibutuhkan. Cukup tidur, istirahat dan olahraga. Dan yang penting, tidak boleh banyak pikiran dan stres, harus gembira.
Kondisi itulah yang disiapkan Rumah Sehat BPSDM Riau. Sebelum pukul 07.00 pagi, musik sudah bergema. Seluruh penghuni isolasi wajib mengikuti senam pagi bersama dengan seluruh nakes. Kita mengiringi gerakan yang dibawakan nakes. Banyak variasi gerakan yang diiringi lagu gembira. Yang paling favorit adalah gerakan dengan lagu ”Bang Jago” dan ”Paijo”. Sampai-sampai nakes tersebut dipanggil Paijo.
Usai senam pagi, sarapan pun masuk. Sarapannya bervariasi selama seminggu mulai lontong pical, soto ayam, mie ayam, nasi goreng, mie goreng, dan sebagainya. Snack roti, roti jala, telur rebus dan sebagainya. Tak lupa susu beruang. Makan siang pun bervariasi, kombinasi daging dan ikan, atau ayam dan ikan. Snack sore juga demikian, termasuk makan malam. Semua bergizi dan cukup porsinya.
Setelah sarapan, mandi dan sholat dhuha, saya dan teman-teman melakukan pemeriksaan tensi dan pernafasan. Lalu berjemur di terik panasnya matahari. Sekitar jam 10.00-11.00 WIB. Konon berjemur akan memperkuat imun tubuh dan membunuh virus Covid 19. Selesai berjemur, lalu istirahat dan makan siang.
Sore hari selesai ashar menjelang maghrib, semua penghuni isolasi melakukan olahraga sore. Ada yang lari kecil, jogging dan sekadar menggerakkan tubuh. Yang penting bergembira dan mengeluarkan keringat. Saat itulah interaksi antar penghuni makin kuat. Mereka yang sudah ”senior” berbagi pengalaman kepada ”junior”, serta memberikan semangat dan motivasi kepada yang baru masuk dan kurang bersemangat.
Malam hari semua penghuni isolasi istirahat. Mengisi dengan ibadah dan spritual lainnya. Namun ada juga yang kongkow-kongkow menjelang mata mengantuk. Bosan di kamar terus. Semuanya memang harus dilalui dengan santai dan menyenangkan.
Menurut Kadis Kesehatan Riau, dr. Mimi Nazir, pihaknya berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Baik itu ruangan isolasi, fasilitas, makanan, obat-obatan, sampai pelayanan nakes. Hampir tidak pernah nakes jengkel atau dongkol kepada penghuni, walaupun kadangkala permintaan penghuni di luar tanggung jawab nakes.
Pemprov Riau menyediakan tiga tempat isolasi Covid 19 untuk orang tanpa gejala dan gejala ringan. Selain asrama BPSDM Riau yang memiliki tiga Blok (sebenarnya empat blok, satu blok digunakan nakes), juga ada asrama Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di Kulim dan asrama Bapelkes, Tampan, Pekanbaru.
Kebanyakan yang masuk isolasi adalah mereka yang dirujuk oleh Puskesmas atau kantor pemerintah. Beda dengan saya yang minta langsung ke Kadis Kesehatan Riau untuk diisolasi di BPSDM Riau. Pertimbangannya karena dekat dan mudah dijangkau istri jika ada keperluan.
Saya terpapar Covid 19 ketika kunjungan kerja Dewan Pendidikan Riau ke Makassar 30 November – 2 Desember 2020. Pulang dari Makassar saya mampir di Jakarta untuk keperluan lain dan jumpa anak gadis yang baru bekerja di Jakarta. Tiga hari di Jakarta, saya demam. Badan meriang. Lalu saya minum obat dan vitamin.
Esoknya demam hilang. Apalagi setelah diberikan obat oleh keponakan saya yang dokter. Saya cek suhu tubuh normal, 36 derajat C. Makanya keesokan harinya saya pulang ke Pekanbaru. Sampai di Pekanbaru, saya sudah mengantisipasi dengan mandi, cuci pakaian, menjaga jarak dan memakai masker. Lalu saya pergi swab ke rumah sakit. Hasilnya dinyatakan positif Covid 19.
Selama isolasi, banyak kerabat dan teman yang menaruh simpati. Berbagai saran disampaikan, baik melalui WA grup maupun menelepon langsung. Ada yang memotivasi semangat, dan ada pula yang memberikan obat. Ada juga yang menceritakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain.
Namun tak sedikit pula yang mengirimkan makanan yang akan menggugah selera dan buah-buahan. Sampai-sampai kamar saya penuh dengan makanan dan buah-buahan. Sayang, selera saya baru muncul pada hari kesembilan isolasi. Setelah itu apa yang dimakan mulai terasa enak.
Seiring dengan itu, suasana di tempat isolasi makin menyenangkan. Mungkin karena senasib dan sepenanggungan. Bercengkrama dan bersukacita. Para nakes juga suka berseloroh membangkitkan semangat. WA grup penghuni diisi dengan gurauan dan celotehan. Suasana inilah yang membuat betah di dalam.
Namun tempat isolasi itu harus saya tinggalkan, dan jangan sampai kembali lagi. Aamiin. (*)
Sarihenna_pekanbaru
December 21, 2020 at 10:40 pm
Waahhh.. ada foto kita ya pen..
Inshaa Allah silahturrahmi kita harus terjaga ya pak..
Sehat2 smuanya.. selamat berkumpul dgn kluarga pak