Connect with us

Feature

Kerokan

Published

on

Ilustrasi lukisan orang sedang kerokan. (foto: https://www.fimela.com)

Jayakarta News – Anda pernah kerokan? Tubuh dibalur minyak lalu dikerok menggunakan uang logam. Kalau panggung sudah bergaris meriah-hitam, kerokan berhenti. Badan pun segar kembali.

Saya mengenal kerokan sejak masih kanak-kanak. Adik-adik saya waktu masih bayi pun sering dikerok. Bedanya, ngeroknya pakai potongan bawang merah dan minyak telon.

Kalau untuk orang-orang yang sudah lebih “kebal” pengeroknya uang logam. Makin kecil diameter mata uangnya makin sakit rasanya. Minyaknya juga beda. Minyak kelapa (bukan sawit), minyak kayu putih, bahkan minyak tanah (kerosin) pun digunakan. Dengan komposisi campuran tertentu.

Zaman masih kecil, saya paling takut dengan Mbah Reki kalau sudah mengeluarkan uang “kethib”, sebutan di desa untuk nominal “sen”. Uangnya berukuran kecil. Kalau dipakai ngerok punggung dijamin na gus bombai.

Apalagi Mbah Reki terkenal dukun kerok “rajatega”. Anehnya justru Mbah Reki yang sukses menjalankan profesi sebagai dukun kerok sampai akhir hayatnya.

Sudah dua minggu ini badan saya  demam. Saya tahu. Saya perlu kerokan. Tapi waktunya tidak pernah cocok.

Akhirnya kian hari kian parah. Puncaknya kemarin. Sepulang dari Sipirok, Tapanuli Selatan. Saya rasa ini pengaruh makan durian yang berlebihan.

Malam itu saya sudah hampir tidur. Eh, Abu Giffar menelepon. Mau bertemu di hotel Torsibohi, hotel terbaik di Tapanuli Selatan, tempat saya menginap. “Saya meluncur dengan Yunus Nasution, bawa durian dan lamang,” katanya sembari kirim foto.

Padahal malam itu kami baru pulang dari Pesantren Darul Mursyid. Minum bergegas-gelas kopi dan ber butir-butir durian.

Giffar dan Yunus ini dua sahabat dunia maya. Bertahan-tahun hanya ngobrol di Facebook. Baru ketemu fisik tahun lalu. Sejak itu setiap kali saya ke Sipirok, keduanya pasti hadir. Pun malam itu. Membawa sangat banyak durian dan lamang.

Malam makin larut. Hujan mulai turun. Dinginnya…. brrrrrr….. tapi saya kegerahan. Bahkan malam itu saya tidur di sofa ruang tamu tanpa selimut. Saking gerahnya.

Masalah itu datang saat subuh. Usai mandi dan salat, badan tiba-tiba menggigil. Di luar cottage, hujan bertambah deras.

Saya menebak-nebak, apa yang terjadi pada diri saya. Kesimpulannya: durian. Jumlah yang dimakan terlalu banyak. Akibatnya badan merasa kepanasan. Sementara suhu udara kamar sangat dingin.

Ya sudah. Sambil terus menggigil saya mulai berkemas. Sambil berdoa semoga bandara tidak ditutup lagi. Saya perlu obat: harus dikeroki istri. (joko intarto)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *