Connect with us

Feature

Suharto “Pak Bro” dan Modal Mesin Tik Pinjaman

Published

on

Jayakarta News – Jangan bicara tentang kerasnya hidup di Jakarta dengan sosok yang satu ini: Suharto. Lirik lagu “sapa suru datang Jakarta”, Suharto jawab, “Saya datang ke Jakarta atas kemauan sendiri.” Tujuannya mengubah pendulum hidup, mengadu peruntungan. Itu terjadi tahun 1983, tiga-puluh-enam tahun lalu.

Sukses yang ia raih hari ini adalah buah kerja keras yang panjang. Mirip-mirip cerita Kolonel Sanders saat menawarkan resep Kentucky Fried Chicken (KFC). Ribuan kali mendapat penolakan, sebelum akhirnya tembus, dan akhirnya menjadi pengusaha waralaba ayam goreng terbesar di dunia.

Kemiripan Suharto dan Sanders terletak pada aspek kegigihan. Penulis buku “No Pain No Gain”, Johannes Lim menyebut sukses Kolonel Sanders sebagai, “Hanya ada satu orang di atas bumi yang tegar menerima ribuan penolakan.” Sanders dikenal gigih menawarkan resep KFC-nya.

Akan halnya Suharto. Arek Jawa Timur ini nekad ke Jakarta. Bayangkan, ia bahkan tidak bisa menamatkan SMP karena ayahnya yang pamong desa dengan jabatan Jogoboyo, tidak cukup punya uang. Hasil bertani dari sepetak sawah tidak cukup membiayai Suharto dan delapan saudaranya yang lain. “Saya anak kelima dari sembilan bersaudara,” ujar Suharto sambil tersenyum.

Syahdan, di Jakarta ia awali pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji enam-ribu-rupiah. Jadi pembantu dengan gaji enam-ribu, ketika itu sungguh anugerah. Sebuah lompatan galah.

Itu pun tidak lama. Teman-temannya menarik Suharto pindah ke pabrik plastik di Teluk Gong, Jakarta Utara. Lagi-lagi, ini sebuah lompatan karier. Termasuk ketika ia kemudian berkenalan dengan pemilik sekolah musik di Jl Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Juragan asal Manado itu menawarinya pekerjaan OB (office boy) di sekolah musiknya.

Sependek kedipan mata, ia menerima tawaran itu. Sungguh, dari pekerja pabrik menjadi OB sekolah musik, ia maknai sebagai peningkatan karier. Sekalipun tidak dalam derajat dan pangkat, setidaknya ruang kerjanya lebih adem. Ditambah, mengenal salah satu murid yang sekolah di situ dan kemudian menjadi artis besar, Anggun C. Sasmi.

Suatu hari, takdir hidup membawanya ke PT Sparindo Utama di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Di perusahaan yang bergerak di bidang air conditioning equipment, mechanical and electrical contractor itu, ia memulai dari jenjang paling bawah: OB (lagi). “Setidaknya saya melihat ada peluang karier. Kalau di sekolah musik, karier saya apa? Menjadi guru musik, tidak mungkin kan? Ha…. ha… ha….,” katanya sambil tertawa.

Sedangkan, di PT Sparindo ia melihat ada peluang belajar lebih banyak sambil meraih posisi yang lebih baik. Jalan manusia yang istiqomah akhirnya mulai terkuak. Tiga tahun menjadi OB, ia dipindah menjadi messenger atau pengirim pesan, dokumen, dan tugas-tugas sejenis. “Gaji saya naik jadi seratus-lima-puluh-ribu-rupiah,” ujar ayah tiga anak itu.

Persis seperti dugaan Suharto, di perusahaan ini memang menjanjikan peluang karier, yang itu berarti peluang memperbaiki nasib. Tak lama menjadi messenger, ia dipindah ke Bagian Umum, sebelum manajemen menugasinya jadi tukang tagih. “Tiga tahun saya jadi kolektor,”  imbuhnya.

Perusahaan berikut yang pernah ia singgahi adalah PT Limawira Wasesa di bilangan Pulogadung, Jakarta Timur. Ia awali dengan karier sebagai kolektor atau juru tagih. Pimpinan yang jeli melihat skill Suharto, lantas memindahkannya ke bagian marketing. Jadilan Suharto bergelut dengan dunia pemasaran dan penjualan.

Bisa dikatakan, inilah terminal terakir perjalanan panjang Suharto dalam status sebagai pekerja. Di perusahaan ini Suharto mendalami bidang usaha yang kelak akan mengangkat derajatnya lebih tinggi.

Perusahaan ini penyedia UPS, juga penyuplai isolation transformer, power line conditioner, Static Voltage Regulator, dan sejenisnya. Di sini pula, Suharto memahami pekerjaan instalasi, perawatan, perbaikan dan pekerjaan-pekerjaan teknis seputar instalasi listrik, UPS dan segala turunannya.

Suharto “Pak Bro” bersama staf dan karyawan. (foto: dok.pri)

Empat tahun bekerja di PT Limawira Wasesa, tahun 2006 Suharto mengundurkan diri, karena satu alasan: Ingin mandiri. Dengan modal tabungan yang ia kumpulkan, didirikanlah PT Harmoni Mitra Sukses (PT HMS) dengan lini bisnis tak jauh dari lini bisnis perusahaan terakhir tempatnya bekerja. Ia memulai dengan pengadaan UPS. “Awalnya saya mempekerjakan dua pegawai. Mesin ketik pun boleh pinjam dari teman,” ujar Suharto mengenang peristiwa 13 tahun silam.

Jalan lempang membentang di depan. Buktinya, hanya dalam waktu tiga tahun, bisnis Suharto berkembang pesat. Tahun 2009 ia bahkan sudah punya kantor sendiri, dan duduk di kursi direktur. “Bersyukur sekali, akhirnya saya bisa sampai di posisi ekonomi dan sosial seperti sekarang,” ujar penyuka olahraga golf dan bersepeda itu.

Berbincang dan bergaul dengan Suharto terasa benar bahwa ia tipikal orang sukses yang merangkak dari bawah. Tidak ada sedikit pun aroma jumawa, apalagi sombong. Di lingkungannya, ia bahkan mau merepotkan diri menjadi Ketua RT. Dua periode ia menjadi Ketua RT dengan pencapaian luar biasa untuk ukuran masyarakat yang dipimpinnya. Saking cinta dan dekatnya masyarakat kepada Suharto, ia dapat panggilan “Pak Bro”.

“Dasarnya saya suka kegiatan sosial. Jika Tuhan mengizinkan, saya akan berduet dengan pak Sugeng, mencalonkan diri jadi Ketua dan Wakil Ketua RW. Saya wakil, pak Sugeng ketuanya. Betapa pun, saya tak bisa jauh dari masyarakat di mana saya tinggal. Anggap saja ini CSR perusahaan saya yang saya wujudkan dalam dedikasi pengabdian masyarakat,” ujar Pak Bro yang suka pecel Madiun itu.

Suharto “Pak Bro” bersama staf dan karyawannya, ‘gaya bebaaasss’. (foto: dok pri)

Energi Terbarukan

Sementara itu, bisnis ayah tiga anak dan kakek dua cucu ini terus menggelinding. Ia seperti mendapat peluang berulang-ulang, karena usahanya di bidang electricity ibarat bisnis bahan pokok. “Saat ini masyarakat kita seolah tidak bisa hidup tanpa listrik. Listrik mati sehari saja kelabakan. Semua barang elektronik di rumah tidak berfungsi. Yang lebih parah, komunikasi terputus karena handphone tidak bisa di-charge,” ujarnya.

Bisnisnya kini mengarah ke penyedia energi terbarukan. Enam bidang yang menjadi core business PT Harmoni Mitra Sukses antara lain, pertama, mechanical electrical instalation. Kedua, UPS, genset, battery and isolation transformer. Ketiga, solar power system atau solar cell. Keempat, lightning protection & grounding system. Kelima, ME system, UPS, genset and solar power system maintenance, dan keenam, electrical system audit.

Di saat catu daya PLN berpotensi mengalami kekurangan (karena terus bertambahnya demand), maka bisnis yang ia kembangkan selaras dengan program pemerintah dalam hal penggunaan energi terbarukan. “Energi terbarukan memiliki sumber melimpah ruah. Ada tenaga matahari, tenaga air, tenaga angin. Saya baru fokus ke energi terbarukan dengan tenaga surya,” tambahnya.

Ditanya, seberapa efektif energi terbarukan dalam konteks bencana alam, dengan antusias Suharto menjawab, “Sangat tepat! Tahun 2013 saya pernah bermintra dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di berbagai wilayah di Indonesia untuk penyediaan genset tower sebagai penerangan di daerah terdampak bencana,” ujarnya.

Suharto bisa menerangi daerah gelap di mana pun dalam seketika. Ia membayangkan, akan sangat berguna jika digunakan di area terdampak bencana yang terputus aliran listrik PLN. “Membawa genset juga ribet, apalagi jika medannya sangat sulit dijangkau. Kami siap menginstalasi listrik tenaga surya dalam waktu cepat,” ujar Suharto, yang dijumpai di kediamannya, Jl. Setia 1 No. 18, Jati Cempaka, Pondok Gede, Bekasi.

Selain BPBD, ia juga memiliki sejumlah klien besar, baik corporate maupun perorangan. Sejumlah pemakai jasa PT HMS antara lain BPS Pusat, Maybank, Bank Mandiri, Bank Commonwealth, Rumah Sakit Otak Pusat Nasional, dll. (nanang s/rr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *