Connect with us

Feature

Letusan Gunung Toba: Satu, Dua, Tiga

Published

on

Jayakarta News – Corry Paroma Pandjaitan namanya. Wanita energik ini, mendampingi peserta Kemah Pers Indonesia (KPI) Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) mengunjungi sejumlah spot eksotik di sekitar Pulau Sibandang (tempat KPI digelar) di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

Bukan hanya itu. Corry juga mendampingi peserta KPI saat berkunjung ke sejumlah spot lain yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas).

Ternyata, Corry adalah salah seorang manajer yang ditugaskan mendampingi para peserta KPI, dan memberi informasi seputar tupoksinya sebagai Manajer Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba (GKT) di Parapat. Syahdan, dalam salah satu kesempatan, sehabis mengunjungi Air Terjun Janji, Corry didaulat panitia KPI untuk memberi informasi seputar Geopark Kaldera Toba (GKT).

Corry yang sarjana hukum lulusan Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) itu, menjelaskan bagaimana proses terjadinya kawasan GKT yang dikelilingi tujuh kabupaten yang langsung bersinggungan dengan Danau Toba.

“Jadi sejarah awalnya itu secara ilmiah, kawasan ini terbentuk akibat tiga kali letusan Gunung Toba. Jadi, saat ini kita berada di kawasan Gunung Toba. Dahulu berbentuk gundukan raksasa. Gunung Toba meletus pertama 800.000 tahun lalu, hingga membentuk Kaldera pertama dari Sibaganding di Kabupaten Simalungun sampai ke Meat, Balige,” jelas Corry yang siang itu mengenakan kaos kuning bertuliskan “Geopark, Conserve the Earth”.

Corry Paroma Pandjaitan, Manajer Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba, Parapat. (foto: roso daras)

Corry melanjutkan paparannya ke peristiwa letusan kedua sekitar 500.000 tahun lalu hingga membentuk kaldera di Harangaol, Kabupaten Simalungun sampai ke Kabupaten Karo di Sipisopiso. Air terjun Sipisopiso menjadi penanda titik letusan.

Lalu letusan ketiga disebut supervulcano, terjadi sekitar 74.000 tahun lalu yang membentuk Kaldera Sibandang. Bentang alamnya mulai dari Huta Ginjang, Sipinsur, sampai di Bakara Tipang. Inilah bentang alam bentukan akibat letusan ketiga. Letusan ketiga itu, memuntahkan isi perut bumi sampai ke India, bahkan Cina.

Saat peristiwa itu terjadi, bumi kita mengalami sepuluh tahun winter (musim dingin) karena saking tebalnya debu vulkano menutupi matahari. “Hampir bisa dipastikan, semua yang ada di sekitar kawasan Danau Toba mati, baik manusia, hewan, sampai tanaman,” tambahnya.

“Singkatnya, Geopark Kaldera Toba ini sangat penting untuk diketahui, tidak saja oleh masyarakat di sekitar Toba, tetapi juga masyarakat Sumatera Utara. Bahkan perlu diketahui seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Saya berharap, Dinas Pendidikan Sumatera Utara menjadikan Gaopark Kaldera Toba masuk ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah,” saran Corry.

Ia berdalih, saat Danau Toba dijadikan super prioritas destinasi wisata oleh pemerintah pusat, mau-tidak-mau, suka-tidak-suka, Toba akan makin dikenal. Masyarakat dipastikan mulai melirik Danau Toba sebagai destinasi wisata. “Karena itu, akan jadi ironi kalau masyarakat di sekitar Danau Toba justru tidak mengetahui asal usul Geopark Kaldera Toba,” ujar Corry. (monang sitohang)

Corry Paroma Pandjaitan, meladeni pertanyaan para wartawan yang ingin menggali lebih dalam tentang Geopark Kaldera Toba. (foto: roso daras)