Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Netty Febriana Berbisnis Sambil Jalankan Misi Sosial

Published

on

 

Batik eco-print kini sedang naik daun. Batik ini dibuat dengan cara mencetak bahan-bahan yang ada di alam, di antaranya adalah daun-daunan. Hadirnya batik eco-print membuat pilihan menjadi lebih variatif, kita tak hanya bisa memilih batik tulis, batik cap tapi juga batik kontemporer seperti halnya batik e-co print. Dan Netty Febriana adalah salah satu ‘pemain’ batik yang sedang ngetren ini.

Bicara tentang Netty, mungkin kita layak memberi dia acungan jempol. Ini lantaran dia bukan hanya berbisnis mencari keuntungan semata tapi juga menyelipkan misi sosial dalam usahanya yakni memberdayakan para ibu petani Sleman Yogyakarta dengan kegiatan yang bisa meningkatkan perekonomian mereka. “Salah satu usaha saya adalah memproduksi kain, utamanya adalah eco-print, batik tritik dan batik cap. Nah ini semua dikerjakan oleh ibu-ibu petani di Sleman, Yogyakarta,” jelas Netty.

Para ibu tersebut, katanya, memiliki pekerjaan utama yakni bertani.  “Nah waktu luangnya dipakai untuk mengerjakan pesanan saya. Dari pada hanya duduk dan ngobrol ngalor-ngidul, kan lebih baik mengisi waktu luang dengan bekerja yang bisa menambah penghasilan mereka. Sampai sekarang setidaknya ada enam kelompok ibu-ibu petani, masing-masing kelompok beranggota delapan orang. Mereka mengerjakan pesanan saya seusai bertani,” ungkap Netty yang memberi nama usahanya ‘Biansa Home’.

Meski bisnis di bidang fashion ini baru dirintisnya, namun ibu dua anak ini merasa yakin bahwa bisnisnya ini memiliki prospek yang bagus. Salah satu dasar keoptimisannya adalah—tentu saja—respon pasar tehadap produknya. Lebih dari itu, kata Netty, perkembangan industri fashion dalam negeri saat ini sangat lah bagus. Tak heran kalau banyak pelaku usaha tertarik terjun ke bidang ini.

“Industri fashion tanah air  saat ini sedang ‘naik’. Pasarnya di dalam negeri besar sekali. Karena itu, meski banyak bermunculan ‘pemain-pemain’ baru, pasar belum jenuh. Produk ‘pemain-pemain’ baru tetap bisa diterima, sepanjang produk tersebut berkualitas dengan desain-desain yang up-to- date,” ungkap Netty.

Netty juga mengaku tidak takut dengan tajamnya persaingan di bidang fashion. “Saya nggak takut kok karena kan punya kain khas unggulan. Saya punya eco-print, batik tritik, dan semua produk itu ada cerita di baliknya. Kalau ada yang bilang saya nekad, hahaha, ya mungkin nekad juga ya. Tapi ini kan bukan sekadar nekad, tapi ada hitungannya juga melihat perkembangan fashion yang semakin baik saat ini. Di sisi lain, kan saya juga punya misi yakni pemberdayaan perempuan. Produk fashion itu saleable dibanding kerajinan kayu,” ujar Netty yang menujukan produk kainnya pada pasar lokal.

Diakuinya, sebagai ‘pemain’ baru dalam industri fashion, dia masih harus banyak belajar. Dan salah satu ‘arena’ belajar yang paling mengasyikkan menurut Netty adalah dengan rajin mengikuti pameran, khususnya pameran-pameran besar.

“Sering mengikuti pameran, apalagi pameran besar , itu manfaatnya banyak sekali. Kita bukan hanya berkesempatan mengenalkan produk tapi juga belajar. Khususnya untuk saya, saya merasa mendapat banyak manfaat. Sebagai ‘pemain’ baru, lewat pameran saya bisa melihat perkembangan desain-desain baru, saya juga bisa belajar tentang pewarnaan dan warna-warna yang sedang tren. Di pameran saya bertemu banyak orang dan bisa saling share pengalaman seputar bisnis, desain juga teknik,” ungkap sarjana Sosiolongi  Universitas Gadjah Mada ini.

Berbicara soal produk kainnya, Netty menyebut saat ini fokus dengan eco-print dan batik tritik. Eco print, saat ini tengah tren di masyarakat. Selain memiliki motif-motif unik juga pembuatannya ramah lingkungan. “Menggunakan pewarna alam. Sedang motifnya juga dari alam di antaranya adalah daun-daunan yang ada di sekeliling kita. Seperti ini, motif daun jati, daun mawar, daun jambu,dll. Soal aneka warna yang dihasilkan itu asli berasal dari daun itu sendiri,” ujar Netty yang bergabung dengan ‘Rumah Kreatif BNI Sleman’.

Produk lainnya yang juga menjadi unggulan Netty adalah batik tritik. Menurut Netty, proses pembuatan batik tritik juga cukup unik karena melibatkan jahitan didalam pengerjaannya.”Ibu-ibu petani Sleman sudah menguasai batik tritik ini,” tambahnya.

Sebenarnya, aku Netty, bisnis fashion bukan lah satu-satunya yang menjadi fokus Netty saat ini. Sebelumnya dan sekarang pun masih berjalan adalah bisnis kerajinan akar kayu jati. Bisnis ini awalnya milik Divisi Craft  Community  Development (CD) Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Namun kemudian divisi ini ditutup dan akhirnya Netty pun mengambil alih karena sudah memiliki banyak pelanggan asing.

“Sayang kalau distop. Karena kami sudah memiliki beberapa pelanggan yang berasal dari luar negeri di antaranya Jerman dan Amerika. Atas seizin Bethesda, dan juga para pelanggan yang sebelumnya  rutin menerima pasokan barang dari CD Bethesda, saya pun melanjutkan usaha ini,” jelas Netty.

Awalnya, tambah Netty, bisnis kerajinan kayu ini adalah stool kursi dan peralatan musik untuk anak-anak. “Yang rutin memesan stool kursi dari Jerman. Sedang peralatan musik anak-anak seperti rebana, jembe dan marakas banyak dipesan oleh buyer dari Amerika. Sampai sekarang kami rutin mengirim ke mereka,” tambahnya.

Kini, ujarnya, dia mengembangkan kerajinan akar kayu jati tersebut untuk produk-produk aksesoris perlengkapan rumah tangga. Seperti aneka wadah, frame foto unik, dll. “Jumlah itemnya masih belum banyak. Materialnya bukan batang jati, tapi akar pohon jati. Ini digemari oleh buyer asing,” kata Netty yang sejauh ini masih mengandalkan pasar luar negeri untuk memasarkan produk kerajinan kayunya. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *