Connect with us

Feature

Nestapa Yaman: Nasib Tentara Anak-anak Rekrutan Koalisi Saudi-UEA

Published

on

 

JAYAKARTA NEWS — Ini bukan petikan film Hollywood. Faktual. Stasiun televisi kenamaan dari jazirah Arab, Al Jazeera mendapatkan  rekaman eksklusif yang membuktikan keberadaan tentara anak-anak di kamp rekrutmen koalisi yang dipimpin Arab Saudi.

Rekaman yang diperoleh stasiuntelevisi itu sekaligus  membuktikan keberadaan tentara anak-anak di kamp-kamp perekrutan pertempuran koalisi pimpinan Saudi-UEA di Yaman.

Anak-anak itu, yang sangat miskin, direkrut untuk bertarung di sepanjang perbatasan Saudi, untuk mempertahankan wilayah itu  dari terkaman Houthi. Mereka adlah  kelompok pemberontak yang menyerbu telah ibu kota, Sanaa, dan sejumlah kota besa lainnya  di Yaman barat laut pada tahun 2014.

Pada 2015, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) membentuk koalisi untuk menggulingkan Houthi. Tetapi, kebijakan koalidi itu sekaligus menjerumuskan Yaman ke dalam perang yang tiada akhir. Membuat Yaman hancur. Koalisi Saudi dan UEA itu  didukung  pasukan yang loyal kepada pemerintah Yaman  yang diakui secara internasional.

Konflik di Yaman telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, yang telah mendorong Yaman ke ambang kelaparan. Akibat konflik itu,   sekitar 80 persen dari populasinya – 24 juta orang – membutuhkan bantuan kemanusiaan. Ini sebuah fakta yang memilukan. 

Ironisnya,  banyak anak menghadapi kenyataan yang lebih buruk! Ya, mereka direkrut oleh pihak-pihak yang bertikai untuk bertarung dalam konflik. Anak-anak miskin itu tidak punya pilihan untuk dapat makan.

Menurut laporan PBB, dua pertiga dari tentara anak-anak di Yaman berperang untuk Houthi. Sedangkan yang lainnya  berjuang bersama tentara  koalisi yang dipimpin Arab Saudi-UEA.

Memang,  Yaman dan Arab Saudi telah menandatangani protokol internasional yang melarang keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata pada 2007 dan 2011. Pada akhir 2018, Arab Saudi dituding  merekrut anak-anak Sudan dari Darfur untuk berperang atas namanya di Yaman.

Hari ini, anak-anak Yaman direkrut menggunakan jaringan perdagangan lokal untuk mempertahankan perbatasan Saudi.

Keluarga mereka  yang diwawancarai Al Jazeera mempertanyakan, mengapa koalisi harus  merekrut anak-anak untuk bertarung dalam perang mereka. 

Janji Gaji

Di kawasan selatan, kota  Taiz, tim investigasi  berbicara dengan Ahmad al-Naqib yang berusia 16 tahun dan keluarganya pada akhir 2018, dan keluarga Mohammad Ali Hameed, 15, pada Februari 2019. Kedua bocah lelaki itu meninggalkan rumah mereka, mengejar janji mendapatkan gaji rutin dengan  peran non-kombatan.

Ahmad pada akhirnya dapat melarikan diri dari perang. Dia  menceritakan kisahnya, tetapi Mohammad tidak pernah berhasil pulang setelah ia direkrut. 

 

“Dia telah lulus dari sekolah menengah dan mulai bekerja, tetapi sebelum kita tahu mereka merekrutnya. Dia bersikeras pergi ke al-Buqa,” kata ayah Mohammad, Ali,  dalam sebuah wawancara pada bulan Desember.

“Sudah lima bulan sejak dia pergi. Kami belum mendengar apa pun sejak itu. Kami  masih belum tahu di mana dia berada,” tambah Ali.

Kedua remaja, yang datang dari latar belakang keluarga  miskin itu, tahun lalu memulai perjalanan yang memisahkan mereka dengan keluarga. Perjalanan nan sulit dari desa mereka di dekat Taiz, di selatan Yaman, menuju perbatasan Saudi dengan  melintasi al-Wade’a di utara.

Menurut Ahmad, al-Buqa  – posisinya ada di dekat  perbatasan Saudi – adalah tempat anak-anak Yaman dilatih untuk bertarung. Ini juga merupakan daerah yang sering terjadi  pertempuran antara pemberontak Houthi dan koalisi yang dipimpin Saudi. Untuk menghindari tereksposnya kaum Houthi, bus-bus yang membawa orang ke al-Buqa ‘pergi melalui kota perbatasan al-Wade’a ke Arab Saudi.

Ada banyak seperti mereka’
Para remaja di desa-desa miskin di selatan Yaman itu itu pertama kali dihubungi oleh perekrut yang  mencari anak laki-laki untuk dibawa ke perbatasan Saudi-Yaman.

Ahmad mengatakan, dia dan banyak anak lelaki lainnya direkrut seolah-olah untuk bekerja di dapur unit militer Yaman yang ditempatkan di Arab Saudi.

“Kami pergi karena kami diberitahu bahwa kami akan bekerja di dapur dan mendapat upah  3.000 riyal Saudi ($ 800) … jadi kami percaya mereka dan naik bus,” kata Ahmad kepada Al Jazeera.

Biasanya, seorang perekrut akan mengirimkan muatan manusianya ke seorang pedagang manusia di salah satu kota Yaman di sepanjang rute yang mengarah ke perbatasan.

Trafficker kemudian akan mengirim calon muda itu ke penyelundup lain yang akan memberi mereka kartu identitas – jika mereka tidak memilikinya – sehingga mereka dapat menyeberang ke Arab Saudi, di mana mereka akan ditempatkan di kamp militer.

Seorang pedagang manusia,  menyamar sebagai seorang pria yang tertarik bepergian ke sebuah kamp militer dengan tiga anak lelaki berusia antara 15 dan 16 tahun. Trafficker itu mengatakan, anak-anak tersebut akan “dibeli” oleh seseorang di al-Wade’a yang akan memberi mereka identifikasi militer.

Setelah menyatakan keprihatinannya bahwa anak-anak lelaki itu akan ditolak karena jelas-jelas masih di bawah umur, pedagang itu berkata: “Jangan khawatir, ada banyak orang seperti mereka.”

Dalam sebuah panggilan telepon  dengan pelaku perdagangan tentang nasib anak-anak itu, dia berkata: “Jangan khawatir, hal ini tidak penting bagi kita. Yang penting adalah bahwa mereka adalah prajurit yang baik. Bisakah mereka menangani senjata? “***

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *