Connect with us

Feature

Impresi Jagat Cilik dan Jagat Gede

Published

on

Pameran Tunggal Godod Sutejo

Oleh Rakhmat Supriyono

Memasuki usia 70 tahun, pelukis dekoratif Godod Sutejo menggelar hajat pameran di Gallery & Gomestay Posnya Seni Godod Yogyakarta. Pameran tunggal bertajuk Nandur Ati ini menyajikan 70 lukisan, berlangsung selama 70 hari, dari 12 Januari hingga 23 Maret 2023.

Memasuki tahun baru 2023, karya-karya Godod belum terlihat berubah. Ia masih konsisten mengekspresikan keagungan Sang Pencipta. Korelasi jagat cilik dan jagat gede. Figur-figur manusia digambarkan sangat kecil berada dalam hamparan alam semesta yang kelewat luas. Pada akhir dekade 1970 dan 1980 ia banyak mengekspos pohon-pohon atau ranting-ranting lebur dalam suasana alam yang sepi dan damai, merupakan ungkapan kekaguman terhadap ciptaan Tuhan Yang Maha Indah. Dilukiskan secara dekoratif impresionis.

Godod Sutejo. (foto: rakhmat s)

Dalam dua dasawarsa terakhir, pelukis lulusan STSRI ASRI (ISI Yogyakarta) ini cenderung mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali obyek pohon. Sejalan dengan penjelajahan spiritual Godod, karya-karya yang terpajang di galerinya saat ini lebih meminimalisir obyek, menyederhanakan bentuk, dan banyak mengekspos ruang kosong (emptiness) yang tenteram damai dan sepi.

Godod tertarik membidik ritual-ritual tradisional, upacara adat dan religius. Dapat disimak karya-karyanya yang diberi judul Nungging Suryo, Sesaji Pagi, Garis Imajiner, Labuhan Parangtritis, Gereja Kotabaru, Masjid Kotagede, Rindu Kabah, dan Upacara Adat. Kesemuanya disajikan penuh imajinasi dan perenungan spiritual sehingga tampak lengang, kosong, dan impresionistik. Selebihnya adalah konten-konten sosial, potret kehidupan masyarakat tradisional yang unik dan humanis. Lihatlah karya bertajuk Panen Padi, Pesta Pitulasan, Mancing di Laut, Ke Pasar, Penjual Kayu Bakar, dan Main Bola. Diungkapkan dengan warna-warna temaram, sejuk, dan misteri.

Gereja Kotabaru (20 x 20), akrilik di atas kanvas. (foto: rakhmat s)

Satu keunikan yang sekaligus menjadi ciri khas karya Godod adalah, sosok-sosok manusia digambarkan sangat kecil, beraktivitas dalam hamparan ruang mahaluas yang lengang, kosong, nglangut, jauh dari kebisingan. Menikmati karya-karya Godod dalam suasana tenang, pemirsa seakan terbawa pada atmosfer yang serupa: damai, ayem, tenteram, dan sunyi senyap.

Sebagai perupa senior, sosok Godod Sutejo terbilang unik dan memiliki kekuatan khusus. Keseharian Godod diwarnai ritual-ritual Kejawen guna mengasah sensitivitas imajinasi dan mengasah ketajaman rasa. Hampir setiap malam di rumahnya selalu dikunjungi kawan-kawan spiritual dari berbagai kelompok, seperti Hosoko, Kapribaden, dan Hardo Pusoro. Tidak sedikit spiritualis luar kota hadir ke tempat Godod sekadar tukar-kawruh seputar Manunggaling Kawulo-Gusti.

Kepelukisan Godod tak bisa lepas dari ikatan memori masa kecilnya yang tidak lembek. Sejak bayi Godod diasuh oleh kakek Ronggo Tarusarkoro, seorang penari Mangkunegaran Solo dengan pangkat Jajar Ongko Loro. Neneknya bernama Sumani, keturunan trah Banteng Lanang Kediri yang sangat kondang kesaktiannya. Selain dikenal sebagai spiritualis, Eyang Sumani punya kemampuan menyembuhkan luka bakar atau luka akibat terkena api. Dengan sekali usap, luka bakar separah apapun bisa kembali normal.

Kiri: Ke Pasar 1 (60 x 50), akrilik di atas kanvas. Kanan: Pohon Perdamaian (40 x 40 cm), akrilik di atas kanvas. (foto: rakhmat s)

Lingkungan keluarga Jawa yang memiliki kedekatan dengan istana Mangkunegaran Solo telah membentuk Godod Sutejo sebagai pribadi yang lentur, punya watak kesatria yang pantang menyerah, punya greget, berani mengambil risiko dan ora mingkuh. Keterlibatannya dengan ritual-ritual kejawen di masa kecil telah terekam dengan baik di ruang memorinya. Setiap hari Godod kecil menerima gemblengan rasa dari kakek neneknya. Jiwa dan perilaku Jawa sudah nyawiji dengan kesehariannya.

Godod Sutejo lahir di desa Tameng Girikikis Wonogiri, 12 Januari 1953. Anak kedua dari pasangan Siswomiharjo dan Sutihartini. Ayahnya adalah seorang Kepala Sekolah. Namun soal pendidikan karakter, neneknya jauh lebih dominan menanamkan prinsip-prinsip perilaku sosial dan spiritual orang Jawa. Sehari sebelum pameran dibuka, Godod menghelat doa bersama mengundang puluhan tokoh kejawen dari kelompok Hosoko dan Kapribaden. (*)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *